Ada beberapa dalil dan alasan yang perlu dijelaskan untuk meninjau sejauh mana keabsahan kewajiban zakat bunga bank. Hal ini perlu dicermati karena masalah kewajiban atau tidak diwajibkannya zakat bunga bank ini sepanjang penelusuran adalah masalah baru yang masih belum ada presedennya, dan masih belum diatur secara tegas dalam al-Quran ataupun hadist, demikian juga dalam pendapat para ulama fiqh klasik yang memusatkan perhatiannya dalam masalah zakat.

Untuk memutuskan status hukum wajib, sunnah, makruh, mubah atau haram bukanlah perkara mudah terutama dalam masalah yang masih samar dan kabur serta belum jelas ketetapannya. Karena hal ini harus melibatkan istidlal atau istimbat dari sumber-sumber utama hukum Islam yakni al-Quran dan sunnah, realitas kekinian, penalaran, metode penggalian hukum dan lain sebagainya.

Beberapa perangkat ini memang menjadi sebuah keniscayaan dalam penentuan identitas dan status hukum sebuah perkara. Penentuan kewajiban bunga bank ini juga tidak terlalu jauh berbeda dengan praktik dan langkah ini, di mana memang diperlukan beberapa dalil atau alasan yang mendasari sejauh mana sebuah permasalahn dapat ditetapkan hukumnya.

Dalam hal ini perlu elaborasi secara kritis untuk menunjukkan bahwa memang bunga bank itu wajib dizakati walaupun hal itu tidak ditemukan dalam al-Quran, hadist, atau pendapat para ulama klasik, karena ini problematika kontemporer setelah berakhirnya wahyu dan wafatnya Rasulullah. Sementara para ulama pun ketika mengkaji tentang zakat dengan berbagai macam seluk beluknya tampaknya tidak menyinggung pada persoalan zakat bunga bank ini.

Dengan demikian, dalil dan alasan yang dikemukakan merupakan salah satu upaya penggalian ketetapan hukum Islam dalam masalah kontemporer yang selama ini belum ditemukan rujukan secara definitf. Sebab tanpa dalil dan alasan, tampaknya terlalu gegabah jika tiba-tiba menetapkan bahwa bunga bank wajib dizakati padahal belum jelas konseptualisasinya dalam hukum Islam.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Alasan Kewajiban Zakat Bunga Bank

Alasan alasan yang melandasi kewajiban zakat bunga bank adalah: Pertama,  mengacu pada ayat خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ yang termaktub dalam surat at-Taubah ayat 103. Dalam kitab tafsir ayat al-ahkam karya Muhamad Ali al-Sayis dinyatakan bahwa kata min amwalihim dalam ayat ini mempunyai interpretasi makna umum (‘am) yang menyentuh dan mencakup semua kategori jenis harta yang ada di muka bumi ini.

Sehingga dengan demikian pada dasarnya semua harta itu wajib dizakati karena memang hukum asalnya demikian. Tetapi keumuman implikasi tekstual ayat (dalalah) di atas telah di- takhsis (dispesifikasikan/disempitkan) oleh ayat lain dan hadist Rasulullah yang berbicara tentang zakat. Yang kemudian dirumuskan dan ditata ulang oleh para ulama untuk menentukan harta-harta dalam kategori seperti apa saja yang wajib dizakati atau syarat-syarat apa saja yang melatarbelakangi sebuah jenis harta itu wajib dikeluarkan zakatnya. Dan juga ditentukan harta-harta seperti apa saja yang tidak dikenakan kewajiban zakat.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa implikasi tekstual dari ayat tersebut yang mulanya bersifat umum kemudian di-takhsis oleh ayat dan sejumlah sabda Rasulullah dalam identifikasi harta wajib zakat. Karenanya, ayat tersebut tidak berlaku pada harta-harta yang memang kalau ditilik dari segi syarat tidak memenuhi unsur harta yang wajib dizakati.

Meski begitu, proses pentakhsisan ini tidak serta merta meniadakan atau menghilangkan implikasi-implikasi redaksi ayat yang bersifat umum. Dalam artian, bahwa implikasi dari ayat tersebut yang bersifat umum masih tetap bisa berlaku dalam kasus-kasus tertentu walaupun sudah ada proses pentakhsisan.

Konkritnya, kalau diterapkan dalam konteks zakat bunga bank, dalalah ayat tersebut yang ‘am secara prinsip juga mencakup bunga bank sepanjang eksistensi dan identitas jenis harta yang berasal dari bunga bank itu memenuhi sejumlah syarat yang telah ditetapkan oleh para ulama walaupun tidak ada nash yang jelas dari al-Quran dan sunnah tentang itu.

Penafsiran senada juga dilontarkan oleh seorang mufassir yang fokus terhadap penafsiran ayat-ayat ahkam dari kalangan madzhab Maliki yakni Imam Qurthubi. Beliau menandaskan bahwa lafad amwal (harta) dalam ayat tersebut secara semantik mempunyai cakupan makna yang luas dan hampir menyentuh garis absolut keseluruhan jenis, sifat, dan bentuk harta yang ada dalam dunia ini.

Namun tentu saja dengan catatan (sebagaimana halnya penafsiran Ali al-Sayis di atas) berbagai harta itu memang memenuhi sejumlah syarat harta wajib zakat. Kalau memang tidak memenuhi maka tidak wajib dizakati tapi kalau memenuhi harus dibayarkan zakatnya. Sehingga dari sini secara tidak langsung dapat ditarik sebuah kesimpulan dan kaidah bahwa pada dasarnya semua harta wajib di zakati kecuali harta yang telah jelas dalilnya tentang ketidakwajiban zakatnya.

Kiranya bukan merupakan hal yang sia-sia kalau Allah menggunakan redaksi jamak yang bersifat ‘Am dalam ayat di atas, karena itu merupakan langkah-langkah futuristik diterapkan demi mengantisipasi dan merespon perubahan zaman. Yang secara logis mestinya memunculkan harta-harta dalam kategori, sifat, jenis, dan bentuk baru yang tidak tercakup secara definitif dalam al-Quran ataupun sunnah Rasulullah. Atau bisa juga luput dari pembahasan para ulama. Karenanya, bertolak dari kaidah ini maka secara apriori kita dapat menentukan sejauh mana harta-harta baru itu dapat dikategorikan sebagai harta wajib zakat. Demikian juga dalam masalah bunga bank.

Kedua,  mengacu pada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta kekayaan yang dipunyai oleh seorang muslim. Artinya, dalam hal ini akan diukur sejauh mana bunga bank itu dapat memenuhi syarat-syarat harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Dengan menakar satu persatu serta menjajarkan antara bunga bank dengan syarat-syarat harta wajib zakat, mamtinya dapat diketahui bahwa memang pada sebagian besar kasus bunga bank itu memenuhi syarat-syarat tersebut sehingga layak dan harus dikenakan zakat.

Adapun syarat syarat tersebut adalah:

  • Milik penuh

Artinya bahwa harta bunga bank merupakan harta yang sepenuhnya berada dalam kekuasaan nasabah yang menabungkan hartanya di bank dan harta tersebut tidak tersangkut oleh hak orang lain. Dalam artian pengandaiannya bahwa memang kondisi bunga bank itu dalam sebagian atau malah kebanyakan kasus itu memang sepenuhnya berada dalam kekuasaan nasabah sehingga nantinya dia dapat mengelolah harta itu sekehendak hatinya.

  • Harta yang potensial untuk berkembang

Seperti halnya harta ternak dan pertanian karena harta tersebut juga dikembangkan oleh pihak bank selaku debitur. Pertumbuhan dan perkembangan nominal bunga sejalan dengan berlalunya waktu merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat dibantah. Semakin lama bunga itu disimpan di sebuah bank maka otomatis dia akan melahirkan bunga-bunga baru yang jumlahnya lambat laun akan menyamai jumlah harta pokoknya itu sendiri.

Demikianlah siklus ini berlanjut seterusnya. Sehingga dalam hal ini ditinjau dari sudut pandang nasabah pada hakikatnya harta tersebut berkembang sendiri walaupun kalau ditilik dari perspektif bank, bunga merupakan hasil olahan dan investasi pihak bank dari dana pokok yang ditanamkan nasabah.

  • Melebihi kebutuhan pokok

Artinya harta bunga bank merupakan harta yang melebihi kebutuhan pokok dikarenakan harta tersebut merupakan harta yang datang dengan sendirinya tanpa usaha yang keras dan tanpa mengeluarkan biaya. Bisa juga dimaknai lain bahwa bunga bank itu ada kemungkinan atau potensi untuk lebih dari kebutuhan dasar seseorang.

Misalnya, seseorang itu punya sejumlah dana di bank baik berbentuk deposito ataupun tabungan biasa dan kemudian dana itu ternyata telah cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka kalau kasus semacam ini terjadi niscaya bunga bank dapat dinamakan kelebihan dari kebutuhan pokok seseorang terutama kebutuhan yang bersifat primer. Sehingga dari sini dapat diputuskan adanya kewajiban pengeluaran zakat.

  • Bersih dari hutang

Memang ada kemungkinan atau bisa saja terjadi dalam sejumlah kasus, bahwa bunga bank merupakan harta yang dimiliki sendiri oleh nasabah dan bersih dari hutang.

  • Mencapai nisab

Dalam sebagain atau mayoritas kondisi, bunga bank itu punya potensi besar untuk mencapai ukuran satu nisab (batas wajib dikeluarkan zakat). Karena hal itu tergantung pada berapa jumlah tabungan atau deposito yang diserahkan nasabah kepada pihak bank. Kalau tabungan atau depositonya hanya hitungan jutaan mungkin bunga yang diterima tidak mencapai satu nisab.

Tetapi, lain persoalan kalau deposito atau tabungan yang dipercayakan kepada bank itu berjumlah milyaran rupiah yang pastinya tidak dapat dibantah lagi jumlah bunga yang diperoleh pun dalam hitungan satu bulan saja bisa menembus angka puluhan juta rupiah tanpa adanya upaya apa-apa. Sekalipun suku bunga yang berlaku tidak terlalu tinggi.

  • Berlalu setahun

Bahwa harta bunga bank bisa mencpai satu haul yang menurut hitungannya biasanya dua belas bulan. Tapi memang perlu diperhatiakn dalam wilayah ini bahwa yang di maksud dengan haul atau berlaku satu tahun adalah pada kasus di mana bunga bank itu tidak langsung muncul dalam jumlah yang memenuhi syarat nisab dalam tempo satu bulan, tetapi nominal bunga sampai batas nisab itu dapat dicapai dalam tempo beberapa bulan sampai setahun dan bunga tersebut sama sekali tidak diambil untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Atau jika jumlah bunga bank itu sudah mencapai nisab hanya dalam waktu satu bulan maka dia wajib dikeluarkan zakatnya seketika itu juga tanpa harus menunggu setahun. Atau mungkin dalam kasus deposito bunga bank di mana jangka waktu yang ditentukan biasanya terkait dengan hitungan bulan, maka di sini zakat dari bunga itu bisa langsung dikeluarkan tanpa harus menunggu satu tahun kalau memang nisabnya sudah tercapai. Jelasnya, kondisi haul atau tidak ini tergantung sepenuhnya pada nominal bunga tersebut apakah mencapai nisab dalam jangka waktu satu bulan atau membutuhkan satu tahun dengan dipotong segala macam biaya kebutuhan pokok hidupnya.

Ketiga. Mengacu pada pendapat pendapat para ulama kontemporer yang berpendapt bahwa harta bunga bnak merupakan harta yang halal sehingga karenanya wajib dibayarkan zakatnya. Ini perlu diperhatikan secara seksama sebab kalau mengacu pada pendapat yang mengatakan bunga bank haram mutlak dan tidak boleh diambil.

Niscaya bunga bank itu tidak dikenakan zakat karena dia jelas-jelas merupakan harta haram yang tidak dikenakan kewajiban zakat dan bahkan tidak boeh dizakati. Karena zakat adalah upaya penyucian diri dari harta  yang tak mungkin terpenuhi kalau sarana yang digunakan untuk membersihkan adalah dari barang yang tidak bersih juga.

Lantas metode apa yang dipakai untuk menentukan prosentase zakat bunga bank tabungan/deposito dan berapa prosentase yang harus dikeluarkan?

Bersambung…


Ditulis oleh Ahmad Farid Hasan, S.H.I., (Lembaga Kajian Strategis Keislaman dan Kebangsaan PC IKAPETE Gresik)