Sumber : halallifestyle.id

Oleh: Ustad Makinuddin Jamhari

اَلْحَمْدُ لِلهِ . نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ . وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَ

يِّئَاتِ أَعْمَالِنَا . مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

  اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَي آلهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ  أَمَّابَعْدُهُ . فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَي اللهِ . اِتَّقُوْ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ لَعَلكم تُرْحَمُوْنَ . أَعُوْذُبِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ لِيُوَفِّيَهُمْ اُجُوْرَهُمْ وَيَزِيْدَهُمْ مِّنْ فَضْلِهٖ    ؕ  اِنَّهٗ غَفُوْرٌ شَكُوْرٌ

Hadirin Jamaah Jumah yang dimuliakan Allah Swt.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Marilah kita selalu memanjatkan syukur kehadirat Allah Swt. pada detik ini, kita diberi umur panjang dan kesehatan sehingga pada bulan-bulan yang mendekati bulan Ramadan ini, kurang lebih 27 hari, kita masih diberi kesempatan oleh Allah Swt. masih bisa melakukan ibadah. Salah satunya adalah ibadah shalat jumat.

Shalat Jumat sebagai media pertemuan (silaturrahmi), sekaligus yang primer adalah beribadah kepada Allah Swt. Kita merasa bahagia, sebagai umat Islam setiap minggu di hari Jumat kita diberi kesempatan untuk saling mengoreksi diri.

Salah satu yang ada dalam rukun khutbah adalah washiyah taqwa kepada Allah Swt. Apa yang kita dengar dan sudah menjadi kebiasaan, yakni membaca surah sabbihisma rabbika al-a’la. Artinya disitu, salah satunya terkandung dalam ayat tersebut, fa dzakkir inna fa’ati adz-dzikra, kita diwajibkan untuk saling mengingatkan, jika mauidhoh itu bermanfaat. Bukan berarti ayat ini dipahami dengan mafhum mukhalafah, yakni kita tidak perlu memberi peringatan kepada orang lain jika tidak bermanfaat. Karena pada umumnya jika kita diberi peringatan atau nasehat, pasti akan berpengaruh pada diri kita.

Khutbah, sebagai langkah untuk mengoreksi diri kita, tidak hanya sekedar khatib tapi semua orang yang ada pada Jumat ini, mari kita kembali kepada Allah Swt. Kita selalu berdoa, ihdina as-Shirata al-Mustaqim, ya Allah tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus. Hidayah apa? Hidayah yang sulit adalah hidayah taufiq, yakni hidayah mendapatkan pertolongan Allah Swt.

Biasa kita mendengar shalawat, mendengar al-Quran, tapi kenapa kadang-kadang tidak menyentuh kepada hati kita? Kita mengerti terhadap ayat-ayat al-Quran dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, akan tetapi tidak membekas pada diri kita. Oleh karena itu, maka pada setiap hari dan setiap waktu kita shalat, kita selalu memintakan hidayah kepada Allah Swt. Yakni hidayah taufiq.

Hidayah taufiq itu akan terwujud sewaktu kita membaca al-Quran. Ayat yang terkait dengan ihdina shirathal mustaqim, dilanjutkan dengan surah selanjutnya yaitu dzalika al-Kitabu la raiba fihi. Yakinkanlah bahwa al-Quran sebagai kitab, yang kelak akan menjadikan kita sebagai orang yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

Salah satu diantara ayat al-Quran, yaitu surah al-Fatir ayat 29 dikatakan;

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

Pada ayat ini, secara tegas Allah Swt. memberikan peringatan; inna alladzina yatluna kitaballah, di dalam al-Quran banyak ditemukan kata-kata tilawah tidak dengan diksi qira’ah. Ayat pertama kali yang diturunkan, iqra’ bi ismi rabbika alladzi khalaq, bisa mengandung makna tilawah yang terkait dengan al-Kitab, atau membaca selain al-Kitab. Akan tetapi kalau sudah mengacu pada tala-yatlu-tilawatan, arahnya adalah teks yang ada di hadapan kita, teks yang kita pegangi; al-Quran sebagai Kitabullah.

Sungguh bagi santri dan ulama atau kyai, tidak akan pernah bisa terlepas dari al-Quran. Jangan jadikan al-Quran cuma sekedar pajangan, sebagai tulisan yang ada di dinding-dinding, ada ayat al-Quran ditempatkan di sepeda motor sebagai hiasan, ada ayat al-Quran ditempatkan di pintu-pintu masjid tapi tidak pernah diperhatikan maupun dikaji. Ada ayat al-Quran dijadikan sebagai suwuk atau ruqyah untuk menghalau jin. Ada juga ayat al-Quran dijadikan untuk menolak bala dengan cara dipotong-potong.

Karena kita sebagai santri yang dihadapkan pada al-Quran, yang primer adalah jadikanlah al-Quran itu sebagai kitab bacaan. Bagi santri, al-Quran harus dibaca dan diperdalam. Harus bisa membaca, jangan kemudian kita sebagai santri tidak bisa membaca al-Quran.

Kadang-kadang kita sebagai orang tua merasa sedih jika nilai Matematika anak jelek. Bahasa Inggrisnya jelek. Akan tetapi jika anak tidak bisa membaca al-Quran, tidak pernah sedih. Naudzubillah min dzalik.

Oleh karena itu, kita yang berada di pondok, jadikanlah pondok itu merupakan tujuan pertama. Kita datang ke pondok ini adalah dengan niat mondok, bukan niat sekolah. Insyaallah, kalau niatnya mondok, maka sekolahnya juga ikut. Tapi kalau orang tua datang ke pondok Tebuireng ini niatnya menyekolahkan, sampai rebutan, ada yang SMP, SMA, dan sebagainya, naudzubillah min dzalik.

Karena niat kita adalah niat mondok, tidak usah memandang sekolah. Apakah SMP atau Tsanawiyah, semua sama adalah santri Tebuireng. Harus bisa membaca al-Quran, memaknai al-Quran, dan mengaplikasikan al-Quran. Sangatlah disayangkan, kalau al-Quran itu hanya bisa dibaca oleh pelajar Mu’alimin dan mereka yang belajar di Madrasah, akan tetapi tidak bisa dibaca oleh pelajar SMP atau SMA. Padahal alumni kita ini banyak yang professor dan doktor itu adalah tamatan dari sekolah negeri.

Oleh karena itu, kalau kita niatnya mondok, pahamilah terhadap al-Quran. Minimal al-Quran itu bisa dibaca dengan baik, terlebih diajarkan oleh guru-guru yang punya sanad sampai kepada Rasulullah.

Para mufasir dan penerjemah al-Quran; inna alladzina yatluna kitaballah, bukan hanya dimaknai sekedar membaca tapi juga bisa memaknai al-Quran sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Quran bisa diaplikasikan pada dirinya dan pada masyarakat.

Kita sebagai orang yang ada pada pesantren ini, sejauh mana kita bisa membaca al-Quran? Sejauh mana kita bisa mengaplikasikan al-Quran? Mampulah kita mengkaji al-Quran dengan baik. Insyaallah, ilmu-ilmu lainnya bisa tercapai juga.

Hadirin yang Dimuliakan Allah Swt.

Jangan kemudian, yang hanya mengkaji al-Quran hanya orang-orang yang belajar agama, yang sekolah di Tsanawiyah atau Aliyah. Justru, yang di SMP dan SMA itu yang harus mendalami al-Quran, karena mereka belajar tentang sains-sains. Kalau kita mau menjadikan sains menjadi sains al-Quran, sudah tentu pelajaran-pelajaran untuk memahami al-Quran yakni bahasa Arab itu harus dikuasai dengan baik.

Kadang-kadang kita sebagai santri, selalu dikejar-kejar oleh pelajaran bahasa Inggris, Matematika, atau IPA, akan tetapi justru pelajaran yang berbahasa Arab yang mengantarkan kita memahami sains yang ada di dalam al-Quran itu ditinggalkan. Oleh karena itu, janganlah kita membedakan (pelajaran) pada waktu kita berada di pondok pesantren. Mari kita bersama-sama  untuk mempelajari al-Quran, sehingga ilmu-ilmu al-Quran yang banyak itu bisa dicerna dan dimanfaatkan untuk orang lain.

Hadirin yang Dimuliakan Allah Swt.

Jadi kalau kita memahami, yatluna kitaballah, membaca Kitab Allah tidak hanya sekedar dibaca. Tetapi dipahami dan diamalkan. Konsep ini adalah sebenarnya konsep Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari. Barangkali di Tebuireng ini ada pondok Madrasatul Quran, yang punya motto hamilil quran lafdzan wa ma’nan wa ‘amalan. Akan tetapi jauh dari itu sebenarnya pernah ada pondok pesantren di Indramayu bernama Dar al-Quran Lafdzan wa Ma’nan wa ‘Amalan. Artinya, bahwa gagasan memahami al-Quran ini adalah gagasan kiai Hasyim Asy’ari.

Oleh karena itu, para santri Tebuireng ini, hendaklah ilmu-ilmu yang terkait dengan al-Quran kita betul-betul dalami. Seperti kebiasaan yang dimiliki kiai Hasyim berupa wiridan tafsir Jalalain, kitab yang terkait dengan al-Quran. Alhamdulillah, sampai sekarang mendalami kitab Jalalain tetap berjalan sebagai kitab wiridan Hadratusyaikh.

Kalau santri Tebuireng tidak pernah mengaji kitab tafsir Jalalain, atau Fathul Qarib, berarti mereka adalah tidak mengikuti perilaku kiai Hasyim Asy’ari. Jika kitab itu telah selasai, tetapi dikaji berulang-ulang. Oleh karena itu, kajian-kajian yang terkait al-Quran bagi santri Tebuireng, harus betul-betul mendalam.

Hadirin yang Dimuliakan Allah Swt.

Maka pelajaran al-Quran yang harus kita pegangi ini perlu mendapatkan perhatian. Kadang-kadang kita belajar al-Quran tetapi tidak menopangnya. Tetapi jika belajar ilmu lain, disokong sedemikian rupa. Padahal ilmu agama yang kita pelajari ini adalah ilmu fardhu ‘ain. Sementara yang lain adalah fardhu kifayah. Karena itu, tidak perlu dibedakan mana ilmu agama dan mana ilmu umum karena semua adalah ilmu Allah Swt.

Hadirin yang Dimuliakan Allah Swt.

Kita upayakan al-Quran ini dibaca setiap hari. Jangan sampai kadang-kadang dibaca, dan kadang-kadang tidak. Kita buktikan bahwa santri-santri yang sulit membaca al-Quran adalah santri yang kurang memperhatikan bagaimana cara memahami al-Quran.

Salah satu faktor orang menjadi hafal al-Quran itu karena sering membaca dan muraja’ah. Sementara kitab al-Quran dibaca terus-terusan tapi kitab lain tidak dibaca, jadinya akan timpang. Jadikanlah pondok ini adalah pondok yang bisa memahami al-Quran, memaknai, dan mengaplikasikan nilai-nilainya.

Allah menyebutkan, inna alladzina yatluna kitaballah wa aqomu as-Sholah. Ini sebagai deretan ciri-ciri ulama. Ayat ini, sebelumnya menyebutkan;

إنما يخشي الله من عباده العلماء

Sesungguhnya yang takut kepada Allah Swt adalah hanya ulama.

Oleh al-Quran dipertegas, ciri-ciri ulama itu seperti apa. Inna alladzina yatluna kitaballah, ulama yang selalu membaca al-Quran.

Kadang-kadang al-Quran ditinggalkan, yang dibaca hanya gawai/handphone saja. Artinya kita tidak memperhatikan yang kita baca untuk menjadi ketenangan hati kita. Akan tetapi, kebanyakan dari kita adalah kemana-mana hidup matinya tergantung pada handphone. Bukankah al-Quran itu adalah sesuatu yang mengantarkan kita kepada hadirat Allah Swt.? Oleh karena itu, ciri-ciri dari ulama adalah orang yang selalu  membaca al-Quran. Al-Quran ada 30 juz. Dengan harapan setiap hari selasai satu juz, sehingga setiap bulan kita khatam 30 juz.

Begitu juga, wa aqomu as-Sholah, mereka melakukan shalat. Ulama memberi makna aqomu adalah njumenengaken. Tidak sekedar melaksanakan shalat, tapi betul-betul melaksanakan shalat sebagaimana mestinya. Di dalam kitab Hikam disebutkan, jadilah kamu sebagai orang yang selalu benar-benar melaksanakan shalat bukan melakukan shalat. Artinya apa, jika hanya melakukan shalat, tidak akan berdampak pada dirinya maupun pada masyarakat. Tetapi jika betul-betul melaksanakan shalat, pasti akan berdampak pada dirinya, keluarganya, dan lainnya.

Yang ketiga adalah, wa anfaqu mimma razaqnahum, ciri ulama adalah orang yang selalu menginfakkan yang dimiliki dirinya, sudah tentu ada hak orang-orang lain pada harta tersebut. Wa fi amwalihim haqqu li as-Sa’ili wa al-mahrum. Barangkali untuk infak banyak sulit, maka infaklah semampunya. Misalnya kita sering melihat orang-orang yang meminta dihadapan kita, kalau kemudian kita punya, berilah dia semampu kita. Karena semua itu merupakan perintah Allah Swt. sehingga apa yang kita lakukan ini betul-betul sesuai dengan aturan Allah Swt.

Di dalam al-Quran sering disebut masalah akhirat itu terkait dengan masalah di dunia. Kalau kita melakukan suatu amal, hendaklah amal yang tidak rugi. Jangan menjadikan amal yang akhirnya menjadi beban di akhirat, dan masuk ke neraka. Naudzubillah.

Oleh karena itu, salah satu orang yang bahagia adalah orang yang selalu membaca al-Quran dan mempertegas dirinya untuk melakukan shalat. Janganlah, ketika dipondok shalat dengan tepat waktu, tetapi ketika dirumah bermalas-malasan. Karena itu, jika kita menghendaki innama yashya allaha min ‘ibadihi ‘ulama, diantara penjelasannya adalah membaca al-Quran, melaksanakan shalat, dan berinfak sesuai kemampuan. Mudah-mudahan kita pada bulan ini dan selanjutnya, mendapatkan rahmat Allah Swt. Aamin ya rabbal ‘alamin.

 أَعُوْذُبِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْإِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرَُ

وَقُلْ رَبِ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَاحِمِيْن