Oleh: Almara Sukma Prasintia*
Sesungguhnya dalam mencari ilmu itu terdapat banyak niat, apabila berniat bersaing untuk mencari popularitas, kebanggan, atau untuk mengungguli teman-teman sebayanya, dan supaya mendapat simpati dari orang banyak, maka engkau telah menghancurkan agamamu, dan merusak diri kamu sendiri, dan menjual kebahagiaan akhirat dengan kebahagiaan dunia. Rasulullah bersabda:
من تعلم علما مما يبتغي به وجه الله تعالى، لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة.
“Barang siapa yang menuntut ilmu yang semestinya untuk mencari ridho Allah, tetapi ia menuntutnya untuk mencari keuntungan duniawi, maka dia kelak tidak akan dapat mencium bau nikmat surga.”
Tetapi, apabila niat dan tujuan dalam menuntut ilmu untuk mencari petunjuk, bukan untuk supaya pandai berbicara atau berpidato, maka bergembiralah engkau, sebab ketika engkau berjalan malaikat telah membeber sayapnya, dan rela kau injaknya, dan ikan-ikan di laut memohonkan ampunan untukmu dari Allah Swt. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam At-Turmuzi dari Abu Darda’,
من سلك طريقا يبتغي فيه علما سهل الله له طريقا الي الجنة، وإن الملائمة لتضع أجنحتها لطالب العلم رضا بما صنع وإن العالم ليستغفرله من في السماوات و من الأرض حتي الحيتان في الماء، و فضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب، وإن الأنبياء لم يوريثوا دينار ولا درهما إنما ورثوا العلم، فمن أخده أخد بحظ وافر.
“Barang siapa melewati satu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan orang tersebut ke surga, dan malaikat dengan senang membeberkan sayapnya, rela diinjaknya. Sesungguhnya orang yang berilmu(agama) selalu dimintakan ampun oleh penduduk langit dan penduduk bumi, sampai-sampai ikan dilaut. Kelebihan orang berilmu diantara makhluk bagaikan bulan di antara bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama itu sebagai pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan uang, dinar, atau dirham. Tetapi mereka mewariskan ilmu-ilmu agama. Maka, barang siapa yang telah mendapatkan ilmu agama berarti mendapatkan bagian yang besar.”
Kemudian, ketahuilah bahwa orang yang mencari ilmu itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
Pertama, orang mencari ilmu dengan niat untuk bekal akhirat, hanya untuk memperoleh ridho Allah Swt. dan untuk mencari kebahagiaan di akhirat. Orang yang mencari ilmu dengan niat demikian termasuk orang-orang yang beruntung.
Kedua, orang mencari ilmu dengan niat untuk kepentingan duniawi, untuk memperoleh kemuliaan, kedudukan, dan harta, padahal dia telah menyadari di dalam hati kecilnyaakan kejelekan niatnya, dan kehinaan maksudnya, maka orang yang demikian itu termasuk golongan orang-orang yang sedang dalam keadaan bahaya.
Ketiga, orang yang telah dikuasai setan, yaitu orang yang mencari ilmu semata-mata untuk kepentingan hawa nafsunya. Dia menjadikan ilmu yang ia peroleh sebagai alat mengumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya, mengejar kebanggan diri dengan pangkat, kedudukan, dan pengaruh.
Dia menggunakan ilmunya untuk memenuhi kebutuhan materinya. Meskipun demikian, dia karena terperdaya setan masih merasa baik, dan mengaku masih mempunyai kedudukan tinggi disisi Allah Swt. Karena menyerupai para ulama’. Berpakaian seperti pakaian ulama’ sungguhan, dan berkata seperti ulama’, padahal mereka sangat rakus akan dunia. Orang yang demikian itu termasuk golongan orang yang binasa, bodoh, dan tertipu oleh setan, dan kecil sekali kemungkinannya mau bertaubat, sebab ia telah merasa menjadi orang baik.
Referensi: kitab Bidayah Al-Hidayah karya Imam Al-Ghazali
*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari