Makam Kiai Usman, Kakek Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. (foto: ara/tebuirengonline)

Kiai Usman atau yang akrab dengan nama Mbah Usman merupakan guru sekaligus mertua dari Kiai Asy’ari Keras (Perintis Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah di Desa Keras). Beliau menikahkan muridnya yaitu Kiai Asy’ari  dengan putrinya yang bernama Halimah (Winih) saat Kiai Asy’ari berusia 25 tahun.

Dari pernikahan tersebut, melahirkan putra yaitu KH. Hasyim Asy’ari yang kita kenal sebagai tokoh pendiri NU. Secara garis besar, Kiai Usman merupakan kakek buyutnya Gus Dur. Dari nasab keturunan, Kiai Usman juga merupakan keturunan dari Joko Tingkir. Kiai Usman merupakan tokoh agama sekaligus pejuang Islam, yang berasal dari Demak putra dari KH. Hasan. Kiai Usman menikah dengan Nyai Layyinah, putri dari KH. Abdus Salam (Perintis Pondok Gedang tahun 1825).

Pada hari Ahad sore (05/01/2025), tim Tebuireng Online mewawancarai Mbah Fatih, juru kunci makam Mbah Usman. Diakui, bahwa Mbah Fatih masih termasuk keturunan Kiai Usman yang diamanahi untuk merawat makam tersebut. Berikut hasil wawancara;

Ada berapa putra Mbah Usman?

“Mbah Usman iku putrane ono 5, Mbah Winih, Mbah Tandur, Mbah Cukul, Mbah Lilir, Mbah Jebul. Nah iku keterangan nami ne iku jowo kok tekan tanduran, jenenge pak tandur, winih, cukul, lilir, jebul. Waktu niku, Mbah Usman njenengno putrane niku digawe samaran, jaman e Londo niko”. Mbah Usman memiliki 5 anak, yaitu Mbah Winih, Mbah Tandur, Mbah Cukul, Mbah Lilir, Mbah Jebul. Disitu keterangan nama anaknya dari bahasa Jawa namun dari istilah proses menanam tanaman, karena waktu itu Mbah Usman memberikan nama kepada anak-anak nya sebagai nama samaran, waktu jaman penjajahan Belanda.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Mengapa pada saat penjajahan itu Beliau memberikan nama-nama samaran pada anaknya, lalu apa arti nama samaran itu?

Ya lek mboten ngoten nggih mpun podo dibunuh i ambek Londo. Mbah winih iku Winihno agomo Islam, terus Tandur : nandur agomo Islam, Cukul : nyukulno agomo, Lilir : ngelilirno agomo, trus jebul iku panen. Lek wes mari nggari manen e”.

Kalau tidak diberi nama samaran seperti itu, nanti anak-anak Beliau dibunuh oleh para penjajah Belanda saat itu. Nama Winih itu maksudnya benih, menyebar benih agama Islam. Tandur itu maksudnya menanam agama Islam. Cukul maksudnya tumbuh, menumbuhkan agama Islam. Lilir maksudnya menyirami agama. Jebul maksudnya panen. Kalau sudah selesai tinggal memanennya.

Catatan silsilah keturunan Kiai Usman.

Apa ada nama asli dari nama-nama samaran tersebut?

“Nggih enten namine, Mbah Winih iku Halimah, Mbah Tandur iku Muhammad, Mbah Lilir iku Arif, Mbah Jebul iku Fadhil”.

Iya ada, Mbah Winih nama aslinya Halimah, Mbah Tandur nama aslinya Muhammad, Mbah Lilir nama aslinya Arif, Mbah Jebul nama aslinya Fadhil.

Sejak kapan Mbah Fatih ini diberi amanah untuk merawat makam ini ?

“Kulo milai njogo mriki nggih jaman e tasek menangi kiai Hasyim”

Saya mulai menjaga makam ini saat zamannya Kiai Hasyim

Apakah Mbah Fatih juga termasuk Dzurriyah dari Mbah Usman?

“Inggih, Kulo Dzurriyah saking jaler. Kulo saking Mbah Tandur, Mbah Tandur nggadah putro nomor 8 niku bapak Kulo”

Iya, saya termasuk Dzurriyah dari laki-laki, dari jalur Mbah Tandur, Mbah Tandur mempunyai putra yang ke 8 itu Ayah saya.

Apa saja karomah dari Kiai Usman?

“Biyen Mbah Usman iku ditembak Londo ae gak mempan, terus pas perang iku sangu kacang ijo, disebarno dadi tentara heleman ijo-ijo, biyen iku onok manuk mati ning dukur e makam Mbah Usman, mbasio pesawat iku gak wani lewat ning duwur e makam.”

Baca Juga: Kiai Usman, Moyang Gus Dur yang Ahli Thariqat

Dahulu Mbah Usman itu ditembak penjajah Belanda tidak mempan, lalu waktu perang membawa biji kacang hijau lalu pada saat disebarkan menjadi bala tentara yang memakai helm hijau. Dulu itu juga ada burung mati diatasnya makam Mbah Usman, pun pesawat itu tidak berani lewat di atasnya makam.

Dimana rumah (ndalem)nya Mbah Usman sekarang?

“Iku, wes dadi sekolah. Iku omah asline Mbah Usman”

Itu, sudah menjadi bangunan sekolah, itu dulu aslinya rumah Mbah Usman.

Pada hari apa makam Mbah Usman ramai didatangi peziarah?

“Kadang nggih Minggu pon, Minggu pon kan enten pengajian. Lek sing katah niku malah Jum’at Kliwon”

Terkadang saat Minggu pon, karena disini saat Minggu pon ada pengajian. Kalau yang paling banyak itu saat Jum’at Kliwon.



Pewarta: Amalia Dwi Rahmah