Oleh: Ustadz Jaelani*

Assalammualaikum wr.wb

Pak ustadz saya ingin bertanya ada seorang pelacur atau pezina yang bertaubat bersungguh-sungguh apakah taubatnya akan diampuni dan siapa yang akan menjadi suaminya di akhirat nanti?

Ada hadis yang menjelaskan, “Putriku, sabarlah. Zubair adalah laki-laki saleh. Bisa jadi ia adalah suamimu kelak di surga. Sebuah hadits sampai kepadaku, ‘Laki-laki yang mengambil keperawanan seorang perempuan kelak akan menjadi suaminya di surga,” kata Abu Bakar.

Sedangkankan wanita pezina itu belum pernah menikah dan misalnya perempuan itu menikah apakah suaminya yang sah atau tetap sesuai yang dikatakan hadist tersebut yang mengambil keperawanannya?

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Riana

Jawaban:

Wa’alaikumussalam wr.wb

Semoga penanya senantiasa dalam lindungan Allah SWT.

Saudara yang budiman, Syekh Ibrahim bin Abdullah dalam kitab nya (Mausu’ah Fiqhul Qulub) menyebutkan, bahwa setiap orang yang bertaubat dari dosa yang telah ia lakukan pasti akan diampuni oleh Allah SWT, baik dosa kecil maupun dosa besar, termasuk di antaranya dosa zina.[1] Hal itu berdasarkan ayat-ayat yang telah disebutkan dalam firman nya sebagaimana berikut:

فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ، أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Maka barangsiapa bertaubat setelah melakukan kedzaliman dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS. Al-Maidah ayat: 39 40)

Dalam ayat lain disebutkan:

قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah (Muhammad) “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi MahaPenyayang. (QS. Al-Zumar ayat: 53)

Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan, ayat ini memberikan harapan terbesar bagi para hamba yang ingin diampuni dosanya. Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan:

هَذِهِ الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ دَعْوَةٌ لِجَمِيعِ الْعُصَاةِ مِنَ الْكَفَرَةِ وَغَيْرِهِمْ إِلَى التَّوْبَةِ وَالْإِنَابَةِ، وَإِخْبَارٌ بِأَنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا لِمَنْ تَابَ مِنْهَا وَرَجَعَ عَنْهَا، وَإِنْ كَانَتْ مَهْمَا كَانَتْ وَإِنْ كَثُرَتْ وَكَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

“Ayat mulia ini merupakan ajakan bagi orang-orang yang bermaksiat, baik orang kafir maupun yang lainnya untuk bertaubat dan kembali kepada Allah. Dan berisi informasi bahwa Allah mengampuni semua dosa bagi siapa yang mau bertaubat dan kembali ke jalan Allah. Apapun bentuk dosanya, meskipun sangat banyak, sebanyak buih di lautan”.[2]

Kemudian bagaimanakah cara bertaubat? Imam An-Nawawi dalam kitabnya Riyadl ash-sholihin mengatakan :

Para Ulama mengatakan: Taubat hukumnya wajib dari setiap dosa, maka jika kemaksiatan yang dilakukan adalah kemaksiatan antara hamba dengan Allah SWT, tidak berhubungan dengan hak Adami (hak sesama manusia),  maka syaratnya ada tiga:

Pertama, harus menjauhkan diri dari maksiatnya.

Kedua, harus menyesal atas dosa yang telah dilakukannya.

Ketiga, harus ber’azam (niat) tidak akan mengulangi selamanya.

Maka jika salah satu dari tiga syarat ini tiada maka taubatnya tidak sah.

Kemudian jika kemaksiatan yang dilakukan adalah kemaksiatan yang berhubungan dengan anak Adam maka syarat taubatnya ada empat yaitu, Tiga syarat tersebut dan keempat , berlepas diri dari hak pemiliknya. Oleh karena itu jika hak tersebut berupa harta, maka bisa dengan cara ia mengembalikan kepada pemiliknya.  Jika berupa had qodzaf (hukuman menuduh zina), maka ia menggantikan atau menanggungnya serta meminta maaf. Jika berupa ghibah, menggunjing maka ia meminta halalnya.

Setiap hamba wajib bertaubat dari semua dosa yang telah diperbuat.  Jika ia bertaubat dari sebagian dosa saja, maka taubatnya dari sebagian dosa tersebut sah menurut Ahlul Haqq dan masih tersisa dosa yang belum ditaubati.

Dengan demikian telah jelas dalil dari Al-Quran, Sunnah dan Ijma’ Ulama’ yang menunjukkan wajibnya taubat.[3]

Lalu siapakah kelak di akhirat yang akan menjadi pasangan bagi seorang wanita yang taubat dari zina, mengingat ia pernah melakukan  hubungan seksual dengan beberapa lelaki semasa hidupnya?

Perlu diketahui, Mengenai redaksi terjemahan hadis yang dicantumkan oleh penanya dalam diskripsi, yang menjelaskan bahwa yang akan menjadi pasangan sorang wanita kelak di akhirat ialah lelaki yang mengambil keperawanannya, tidak tedapat dalam kitab hadis.

Namun terdapat redaksi hadis  yang menjelaskan jika seorang wanita bersuami beberapa kali semasa hidupnya, maka yang akan menjadi pasangannya kelak di akhirat ialah suami yang terakhir, sebagaimana diriwayatkan Abu Darda’ sebagaimana berikut.

عَنْ عَطِيَّةَ بْنِ قَيْسٍ الْكِلَابِيِّ قَالَ: خَطَبَ مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ أُمَّ الدَّرْدَاءِ بَعْدَ وَفَاةِ أَبِي الدَّرْدَاءِ، فَقَالَتْ أُمُّ الدَّرْدَاءِ: إِنِّي سَمِعْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «أَيُّمَا امْرَأَةٍ تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا، فَتَزَوَّجَتْ بَعْدَهُ فَهِيَ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا» وَمَا كُنْتُ لِأَخْتَارَكَ عَلَى أَبِي الدَّرْدَاءِ فَكَتَبَ إِلَيْهَا مُعَاوِيَةُ: فَعَلَيْكِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ مَحْسَمَةٌ.

Diriwayatkan dari ‘Athiyah bin Qais Al-Kilabi, ia berkata bahwasan nya Mu’awiyah bin Abu Sufyan meminang Umu Darda’ setelah wafatnya Abu Darda’ (suaminya). Kemudian Umu Darda’ berkata, sesungguhnya Abu Darda’ berkata: saya mendengar rasulullah SAW, bersabda: wanita manapun yang ditinggal mati oleh suaminya, kemudian ia menikah lagi setelahnya, maka ia (di akhirat) akan menjadi pasangan bagi suami yang terakhir.

Kemudian Umu Darda’ berkata kepada Abu Sufyan, saya tidak akan memilihmu daripada Abu Darda’. Lalu Abu Sufyan mengirim surat kepada Umu Darda’ yang berisi, “Jika demikian maka hendaklah kamu berpuasa, karena hal itu dapat mengurangi syahwat. (HR. Al-Tabrani, Mu’jam Al-Wasith, No. 3130)

Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa yang akan menjadi pasangan wanita tersebut ialah suami yang paling shalih, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، الْمَرْأَةُ مِنَّا يَكُونُ لَهَا فِي الدُّنْيَا زَوْجَانِ، ثُمَّ تَمُوتُ فَتَ‍دْخُلُ الْجَنَّةَ هِيَ وَزَوْجَاهَا لِأَيِّهِمَا تَكُونُ لِلْأَوَّلِ أَوْ لِلْأَخِيرِ؟ قَالَ: «تُخَيَّرُ أَحْسَنَهُمَا خُلُقًا كَانَ مَعَهَا فِي الدُّنْيَا، فَيَكُونُ زَوْجَهَا فِي الْجَنَّةِ يَا أُمَّ حَبِيبَةَ ذَهَبَ حُسْنُ الْخُلُقِ بِخَيْرِ الدُّنْيَا، وَخَيْرِ الْآخِرَةِ»

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ia berkata, Umu Habibah (istri Nabi SAW) berkata, Wahai Rasulullah, seorang wanita dari golongan kita pada masa hidupnya pernah bersuami dua kali, kemudian ia mati dan masuk surga beserta kedua suaminya tersebut. Maka bagi siapakah wanita itu, apakah untuk suami yang pertama atau untuk yang terakhir? Maka Rasulullah menjawab. “wanita itu disuruh memilih, siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus tatkala hidup bersamanya di dunia. Maka lelaki yang bagus akhlak nya itu akan menjadi suaminya di Surga. Wahai Ummu Habibah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.”(HR. Abd Humaid, Al-Muntakhab Min Musnad Abd Humaid, No. 1212)

Dalam permasalahan pasangan bagi wanita di surga yang pernah menikah dua kali semasa hidup di dunia memang terdapat beberapa macam hadits:

  1. Yang akan menjadi pasangannya ialah suami terakhir, berpijak pada hadits riwayat Imam Thabrani dari Abu Darda’
  2. Ia memilih di antara suaminya yang paling baik akhlaknya semasa hidup bersamanya di duani, berpijak pada hadis yang diriwayatkan Umu Habibah.

Sebenarnya tidak ada pertentangan antara hadis yang diriwayatkan Abu Darda’ maupun Umu Habibah. Imam Ibn Hajar menjelaskan dalam kitab Al Fataawaa Al haditsiyyah,  bahwa terdapat beberapa kemungkinan yang bisa dipahami dari kedua hadis tersebut, di antaranya :

  1. Wanita yang menikah lebih dari satu kali, kemudian dia ditalak oleh semua suaminya maka kelak di akhirat dia disuruh memilih yang terbaik akhlaknya dari para mantan suaminya
  2. Wanita yang ditinggal mati suaminya dan dia menetapkan untuk tidak menikah lagi, artinya ia lebih memilih bersama suaminya yang terakhir kelak di s [4]

Dari keterangan yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang akan menjadi pasang seorang wanita kelak di surga ialah seorang lelaki yang sah menjadi suaminya semasa hidup di dunia, baik itu yang terakhir ataupun dipilih sesuai dengan ke salihannya. Bukan lelaki yang pertama kali berhubungan seksual bersamanya. Allahu A’lam.


 

[1] Ibrahim bin Abdullah Mausu’ah Fiqhul Qulub Juz 4 halaman 3046.

[2] Imam Ibnu Katsir Tafsir Ibnu Katsir, Juz 7 halaman 106.

[3] Imam An-Nawawi Riyadl ash-sholihin Halaman 14.

[4] Al Fataawaa Al haditsiyyah Li Ibni Hajar I/36.