Tarawih di Masjid Hassan II Casablanca. Ribuan orang setiap hari ramai memadati masjid ini di Bulan Ramadan untuk menunaika Shalat Tarawih
Tarawih di Masjid Hassan II Casablanca. Ribuan orang setiap hari ramai memadati masjid ini di Bulan Ramadan untuk menunaika Shalat Tarawih

Oleh: Fakih Abdul Aziz*

Ramadan adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu kedatangannya oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Berbagai hal disiapkan, mulai dari ibadah, keperluan, macam makanan, hiasan, masjid dan lain-lainnya untuk menyambut bulan yang penuh berkah ini. Keberkahan itu terletak pada banyaknya pahala yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada umat Islam mulai dari puasa, shalat tarawih, tadarus Al Quran, sedekah dan malam Lailatul Qadar. Berangkat dari situlah, kaum muslimin di dunia menyambutnya dengan berbagai tradisi dan budaya yang berbeda-beda di setiap negara.

Seperti halnya kaum muslimin yang berada di Kerajaan Maroko atau dalam Bahasa Arab adalah al Mamlakah al Arabiyah al Maghribiyah. Kerajaan yang dipimpin trah Alawiyyin ini memiliki tradisi dan kebiasaan yang berbeda dari negara Islam lainnya. Ada beberapa keunikan yang bisa kita temukan ketika Bulan Ramadan di Negeri Seribu Benteng ini. Di antara yang paling unik adalah shalat tarawih dua shift, maidatur rahman (hidangan gratis untuk berbuka puasa), Choubbakia, Soufouf, Bighrir, Feqas, Ka’b Ghazal dan Harira (makanan khas Ramadan) dan Annafar (orang yang membangunkan sahur), dan penyambutan Lailatul Qadar.

Menyambut Ramadan dengan Sukacita

Aneka Takjilan di Maroko
Aneka Takjilan di Maroko

Pada hari-hari pertama bulan Ramadan biasanya Magharibah (sebutan untuk orang Maroko) memiliki sebuah ungkapan khas yang terucap sesama mereka, yaitu “Awachir Mabroukah“. Ibarat sebuah jargon, kalimat ini terucap oleh mereka dari lisan ke lisan dan juga bertebaran di lembaran-lembaran , iklan televisi serta terpampang jelas di berbagai tempat umum. Ucapan ini mengungkapkan kebahagiaan di mata mereka dalam menyambut bulan suci ini. Bahkan dalam satu daerah di Maroko, bulan suci ini dinamakan dengan “Sayyidina Ramadan“ sebagai rasa dan ungkapan bahwa bulan ini lebih mulya dari 11 bulan yang lainnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dulu, setiap kali dilaksanakan rukyatul hilal ramadan para ibu-ibu naik ke atas sutuh (atap) rumah mereka bersama-sama yang meluapkan kegembiraan mereka dengan suara khas “Zagharid“ ( suara sahara la, lala,,ui,oii ). Suara ini biasanya diucapkan oleh orang Maroko khususnya penduduk Fez, kota tua di Maroko. Dan sejak itu pula, orang Maroko biasa akan menghiasi rumah mereka dengan berbagai wangi-wangian kayu Oud, Nad, dan Boukhour sampai Ramadan selesai.

Membangunkan Sahur

Tradisi membangunkan sahur di Maroko
Tradisi membangunkan sahur di Maroko

Hari hari Ramadan di Maroko, sebagaimana layaknya di belahan dunia Islam lainnya, ada juga tradisi membangunkan masyarakat untuk sahur. Orang-orang ini disebut sebagai “Annaffar“ atau kalau di Mesir disebut Mesahhariat di Turki disebut Davulcu, di Indonesia dikenal dengan patrol sahur. Biasanya mereka membawa terbang (rebana) dan drum di tangan kirinya yang disebut sebagai Tabla. Sedangkan tangan kanannya membawa alat pemukul (stik drum). Annaffar adalah anak-anak muda desa. Mereka akan berjalan mengelilingi seluruh kota dan desa. Semisal di kawasan kami (mahasiswa Indonesia di Maroko) di Sekretariat PPI Maroko, para pemuda itu pasti lewat di depan rumah pada pukul 01:45 GMT. Anehnya, mereka tidak pernah terlambat.

Suasana ini mengingatkan kami kepada suasana di kampung saya dulu , dengan beberapa perlengkapan seadanya mulai bedug, kaleng bekas, dan ember menjadi sarana untuk membangunkan sahur. Tak hanya mendengarkan, kami (mahasiswa Indonesia) juga bersama mereka juga berkeliling kampung untuk menjadi “annafar ini.

Di Kerajaan ini, masyarakat tetap hidup dan aktif bergerak sampai menjelang subuh pada saat Ramadan. Ibarat kata siangnya menjadi malam, dan malam menjadi siang. Baru setelah subuh mereka tidur sampai pukul 10:00 GMT bangun dan beraktifitas di siang hari. Maka tidak heran, jika jam kantor Maroko di bulan Ramadan berubah menjadi pukul 09:00 sampai pukul 15:00 GMT sore.

Tarawih Dua Shift

Tarawih di Maroko dibagi menjadi dua shift
Tarawih di Maroko dibagi menjadi dua shift

Keunikan lain yang bisa ditemukan di negara Islam yang berbatasan Eropa ini adalah pelaksanaan shalat tarawih yang dibagi menjadi dua shift. Shift pertama dilaksanakan selesai Shalat Isya sebanyak 10 rakaat ( tergantung daerah, ada yang 8 ada yang 10 rakaat), kemudian dilanjutkan pada shift kedua sekitar pukul 2:00 GMT dini hari sesaat sebelum sahur tiba. Shift kedua ini berjumlah 10 rakaat. Jadi jumlahnya 20 rakaat. Keadaan yang berbeda ini sempat menimbulkan pertanyaan kenapa harus dua kali waktu. Mereka menjawab, karena seperti itulah esensi arti kata tarawih yaitu istirahat. Jadi, tidak terlalu ngoyo dan tergesa-gesa dalam melaksanakan ibadah shalat spesial Ramadan ini. Karena dia hanya dilaksanakan di bulan spesial, maka pelaksanaannya pun harus spesial.

Maidaturrahman

Mahasiswa Indonesia menjadapatkan jamuan makan buka puasa di salah satu rumah penduduk Maroko
Mahasiswa Indonesia menjadapatkan jamuan makan buka puasa di salah satu rumah penduduk Maroko

Satu lagi tradisi unik yang dimiliki Maroko ketika Bulan Ramadan, Maidaturrahman. Sebuah tradisi mulia yang berkembang di masyarakat Maroko yang menggambarkan Ramadan secara maksimal dengan semangat berbagi dan memberi dengan ikhlas. Secara Bahasa, Maidaturrahman bisa diartikan dengan “Jamuan Allah yang Maha Penyayang”. Dinamakan demikian, karena jamuan ini disediakan bagi hamba-hamba Allah SWT untuk berbuka puasa setelah seharian menjalankan perintah-Nya. Tradisi yang unik ini pun sesuai dengan apa yang sudah disabdakan oleh Rasulullah SAW pada 14 abad silam:

عن زيد بن خالد الجهني رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا) رواه الترمذي وابن ماجه وابن حبان، وصححه الترمذي وابن حبان

Artinya: “Siapa saja yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. at Tirmidzi).

Usut punya usut ternyata tradisi ini adalah suatu program dari para sekumpulan para dermawan (muhsinin) untuk memberikan buka kepada mereka yang berpuasa. Atau ada juga yang merupakan program dari organisasi-organisasi non-profit seperti Jam’iyyah al Khoiriyyah, Jamiyyah Jusurul Khoir dan berbagai lembaga social lainnya. Menu yang disediakan secara umum adalah kurma 3 biji, susu ½ liter, Choubbakia, Croissant (roti bulan sabit), telur, semangkuk bubur harira (bubur khas Maroko), dan zubdah. Namun ada juga yang levelnya lumayan enak untuk lidah orang asia seperti nasi kebuli dan kouskous (tumpeng yang terbuat dari gandum sayur dan daging) setiap hari jumat, seperti yang penulis alami ketika tinggal di Hay Alkhoir, Rabat.

Menambah Amal Ibadah

anak-anak-baca-al-quranSuasana ibadah Maroko tidak kurang menariknya untuk kita ambil manfaatnya di Indonesia. Ramadan sebagai bulan Al Quran betul-betul dapat dirasakan disini. Pada bulan ini umat Islam Maroko meluangkan banyak waktunya untuk membaca kitab suci. Mereka tidak hanya membaca Al Quran, di rumah, atau di masjid, tapi juga di kendaraan umum, seperti kereta, bus, taksi, dan tempat kerja, bahkan di pasar. Kita akan dapati dengan mudah para pembaca Al Quran bertebaran di negeri ini. Bahkan rasanya hampir setiap kendaraan beroda empat kita dapati Al Quran yang tersimpan untuk selalu siap dibaca oleh sang empunya.

Sepanjang bulan Ramadan , shalat lima waktu di masjid-masjid selalu dipenuhi jamaah. Keadaan yang berbeda jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Apalagi kalau sang imam adalah seseorang yang disegani dan qari terkenal, tak jarang-jarang jalan-jalan pun akan terisi penuh, bahkan sampai ditutup ketika shalat tarawih tiba. Setiap malam, imam hampir dipastikan akan menyelesaikan satu juz Al Quran dengan jenjang dua shift. Dengan demikian, seiring dengan berakhirnya Ramadan, imam telah mengkhatamkan seluruh isi Al Quran dalam shalat tarawih. Yang menambah nikmat dalam melaksanakan shalat tarawih di Maroko adalah bacaan imam dengan Qiraat Warch-nya yang tak bisa kita jumpai di Indonesia yang umumnya menggunakan Qira’at Hafs an ‘Ashim.

Di penghujung 10 hari terakhir Ramadan biasanya sebagian masjid mengadakan ibadah itikaf. Selain agar lebih meningkatkan kualitas ibadah, ternyata ibadah itikaf ini dapat menambah silaturrahmi dan wawasan, karena biasanya para mutakifin (para orang yang iktikaf) lebih bisa melaksanakan shalat lima waktu tepat waktu dan mengikuti pengajian-pengajian habis Ashar seperti di Masjid Sunnah Rabat dan masjid-masjid lainnya.

Tak Ada Ikhtilaf dalam Penentuan Awal Ramadan dan Syawal

Menariknya, yang bisa kita ambil ibrahnya di negara ini adalah bahwa umat Islam di Maroko tidak pernah berdebat dalam menentukan awal Ramadan (juga Bulan Syawal). Hal ini, sangat berbeda dengan kondisi tanah air Indonesia. Biasanya umat Islam di Maroko baru berpuasa setelah ada pengumuman resmi dari Wizarah al Auqaf wa Syu’un ad Diniyyah (Kementrian Wakaf dan Urusan Keagamaan)Kerajaan Maroko. Setelah itu, semua toko, café dan restoran di negara ini pasti akan tutup pada siang hari, karena ada peraturan undang-undang yang menetapkan dan mendenda mereka yang melanggar. Sebagai gantinya, mereka akan membuka toko mereka menjelang Maghrib sampai menjelang fajar Shubuh.

Tradisi Menyambut Lailatul Qadar

Dalam kepercayaan orang Maroko setiap tanggal 27 Ramadan adalah Lailatul Qadar. Pada malam ini biasanya para ibu-ibu merayakan anak mereka yang baru pertama kali puasa dengan menghiasinya di panggung-panggung yang siap sedia di setiap kampung. Anak kecil tersebut didandani dan memakai baju jellabah (laki-laki)/qafthan (perempuan), kemudian digiring di keranda, bak pengantin. Adat ini kata orang maroko adalah sebagai penghormatan kepada generasi baru kaum muslimin yang sudah bisa mewarisi dan melaksanakan rukun Islam puasa ramadan ini.

Jutaan Warga Maroko pada malam 27 Ramadan memenuhi masjid Hassan 2
Jutaan Warga Maroko pada malam 27 Ramadan memenuhi masjid Hassan 2

Itulah beberapa hal yang unik dan menarik dari pelaksanaan Ramadan di Bumi Tujuh Wali Maroko. Setiap negara punya tradisi dan budaya khas dalam menyambut bulan berkah itu. Tinggal bagaimana orang-orangnya dapat melestarikan dan menggunakannnya semaksimal mungkin untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mempererat hubungan sesama. Mudah-mudahan sajian tentang Ramadan di Maroko ini, yang baik dapat kita ambil untuk dijadikan sebuah sunnah hasanah yang akan menjadi ladang amal kita semuanya. Amin.


12931182_10206025845904594_85226090680248100_n

*Mahasiswa S2 Jurusan Maqashid Syari’ah Universitas Hassan II Casablanca Maroko, Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Maroko, dan Alumnus Ma’had Qudsiyyah Kudus.