Ilustrator: (zul/to)

Oleh: Dimas Setyawan*

Keberagaman dalam beragama, tradisi, suku dan budaya yang ada di Indonesia sejatinya membawa dan merupakan sebuah rahmat dan kasih sayang tersendiri bagi masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak elemen. Namun, kekayaan perbedaan atau keberagaman itu belum sepenuhnya dipahami dengan baik dan tepat. Salah satunya masih marak terjadinya kehancuran karena kefanatikan.

Fanatisme yang mengatasnamakan agama acap kali menjadi alasan guna melaksanakan tindakan-tindakan anarkisme di tengah-tengah kehidupan beragama di Indonesia. Lalu bagaimanakah cara seorang muslim Indonesia dapat menjadi sosok muslim yang kaffah secara lahir dan batin?

Hal yang perlu diingat atas tindakan-tindakan anarkisme oleh kaum muslimin di Indonesia, disebabkan karena hilangnya rasa toleransi antar umat beragama. Karena hal tersebutlah, menjadikan tidak sedikit dari kaum muslimin sangat mudah menyalahkan seseorang yang dianggap di luar dari akidahnya dan kepercayaannya (berbeda pandangan dalam beragama).

Untuk memahami nilai-nilai toleransi antar umat beragama yang berbeda-beda keyakinan, alangkah baiknya kita dapat mempelajari Sembilan (9) nilai utama KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) agar dapat menciptakan prinsip Bhineka Tunggal Ika tersebut, yakni;

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pertama, ketauhidan. Ketauhidan bagi Gus Dur adalah hal yang paling mendasar dalam menjalani kehidupan bersosial. Karena pada dasarnya nilai ketauhidan bersifat Ilahi yang harus diwujudkan dalam perilaku nyata terhadap perjuangan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan dalam menegakkan nilai-nilai kemanusian.

Kedua, kemanusiaan. Gus Dur memandang kemanusiaan bersumber dari pandangan ketauhidan, sehingga sejatinya manusia adalah mahluk tuhan paling mulia dan dipercaya untuk mengelola serta memakmurkan bumi. Di sisi lain, bagi Gus Dur memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya, dan demikian merendahkan dan menistakan manusia berarti juga merendahkan dan menistakan Tuhan Sang Pencipta. Dengan pandangan itulah Gus Dur membela manusia dari berbagai etnis dan latar belakang yang berbeda tanpa syarat.

Ketiga, keadilan. Gus Dur berpendapat bahwasanya keadilan bersumber dari pandangan bahwa martabat kemanusiaan hanya dapat dipenuhi dengan adanya sebuah keseimbangan, kelayakan, dan kepantasan dalam kehidupan masyarakat. Karena pada hakikatnya keadilan tidak dengan sendirinya hadir dalam realitas kemanusiaan sehingga hal itu harus diperjuangkan.

Keempat, kesetaraan. Dalam hal ini Gus Dur memandang bahwasanya setiap manusia memiliki martabat yang sama dihadapan tuhan. Sehingga tidak boleh adanya sebuah diskriminasi dan subordinasi terhadap sesama manusia. Bila mana semua orang memahami nilai kesetaraan ini, maka kelak akan terciptanya perilaku adil, hubungan yang sederajat antara sesama manusia.

Kelima, pembebasan. Dengan nilai pembebasan ini, Gus Dur selalu mendorong dan memfasilitasi tumbuhnya jiwa-jiwa merdeka yang mampu membebaskan dirinya dan manusia lain. Bagi Gus Dur pembebasan bersumber dari pandangan bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk menegakkan kesetaraan dan keadilan, guna membebaskan dari berbagai bentuk belenggu.

Keenam, persaudaraan. Gus Dur sangat menjujung tinggi persaudaraan yang tidak hanya sebatas kepada sesama muslim saja. Akan tetapi ia menjujung persaudaraan antar etnis dan beragam umat dengan latar belakang yang berbeda dengan dirinya. Sepanjang hidupnya Gus Dur memberikan sebuah suri tauladan dan menekankan pentingnya menjujung tinggi persaudaraan dalam masyarakat, bahkan terhadap yang berbeda keyakinan dan pemikiran.

Ketujuh, kesederhanaan. Dalam hidupnya, Gus Dur menempuh hidup dengan penuh kesederhanaan. Baginya kesederhanaan bersumber dari jalan pikiran subtansial. Sikap dan perilaku hidup yang wajar dan patut. Dari kesederhanaannya inilah bagi Gus Dur dapat menjadi budaya perlawanan atas sikap berlebihan, materialistis, dan koruptif.

Kedelapan, kesatriaan. Guna menempuh dan mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan serta toleransi, Gus Dur memiliki sifat kesatriaan yang baginya bersumber dari keberanian untuk memperjuangkan dan menegakkan nilai-nilai yang ia Yakini dalam mencapai keutuhan tujuan yang ingin diraih. Sifat kesatriaan yang dimiliki oleh Gus Dur mengedepankan kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani proses.

Kesembilan, kearifan tradisi. Gus Dur menggerakkan kearifan tradisi dan menjadikannya sebagai sumber gagasan dan sosial, politik, budaya dalam membumikan keadilan, kesetaraan dan kemanusiaan, tanpa menghilangkan sikap terbuka dan progresif terhadap perkembangan peradaban.

*Peserta Kelas Pemikiran Gus Dur dari Jombang.