Kiai Syansuri Badawi sedang mengajar kitab (sumber: facebook penulis)

Oleh: Ibhar Cholidi

Kiai Syansuri Badawi memahami betul dan menangkap getaran nuansa santri belakangan tak serupa dengan ketulusan dan tekad santri pada masanya. Sehingga tak jarang terlihat dan dijumpai wajah santri yang seakan hilang kepercayaan diri dan optimismenya. Tampak raut wajah yang rendah diri dan setengah hati studi di pesantren.

“Anak anaku, coba perhatikan santri-santri terdahulu yang kini banyak menjadi orang, kehadirannya bermanfaat di tengah tengah masyarakat dan menempati kedudukan terhormat. Termasuk banyak yang menjadi kiai. Mereka memiliki himmah saat di pesantren, tetapi yang jauh lebih penting adalah semangat thalab al-ilm-nya. Fokus dan secara sungguh-sungguh dijalankan, perkara kelak bakal menjadi apapun, semua itu mengikuti ketekunan dan riyadhah di pesantren”, arahan Kiai Syansuri.

Terkadang, santri lupa jejak empiris dan historisnya. Kealpaan ini justru lantaran pergeseran cara pandang dan keyakinan terhadap dirinya sendiri. Padahal, di pentas nasional dan lokal, berderet panjang contoh keberhasilan santri ditorehkan. Bahkan, secara akademik di level internasional-pun, tak terbantah prestasinya.

Seperti nama-nama yang menebar wangi aroma keilmuan baik di tanah air maupun di mancanegara. Sebutlah di antaranya Syaikh Nawawi al Bantani, Syaikh Ahmad Khatib al Minangkabawi, Syaikh Ahmad Khatib as Syambasi, Syaikh Abdul Wahab al Bugisi, Syaikh Abdus Samad al Falimbangi, Syaikh Arsyad al Banjari, Syaikh Sholeh Darat as Samarani, Syaikh Yasib ibn Isa al Fadangi, Syaikh Ihsan al Jampasi, Syaikh Mahfudz at Tarmasi, Syaikh Hasyim Asy’ari al Jumbangi dan seterusnya yang karya karyanya tak cuma dikenal oleh kalangan pesantren, namun juga menjadi rujukan akademisi.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Berapa lama ente di sini? Sudah banyakkah kitab yang dikhatamkan? Pernah nyantri di pesantren lain? Bagaimana keistikamahan dan riyadhah ente ?”. Bertubi-tubi pertanyaan Kiai Syansuri ditodongkan kepada saya saat sowan ke Dalem belau. Sontak jiwa bergejolak dan dada terasa sesak, karena sadar betapa ceteknya investasi ilmu ini dan sedikitnya kitab yang telah saya khatamkan.

“Kuncinya, tak pelik dan sangat jelas bila ingin menjadi santri yang berhasil itu,” tambahnya. Kiai Syansuri menjelaskan, “Thalab al ilmi secara sungguh sungguh”.

Benar, dengan kapasitas keilmuan yang luas dan pemahamannya yang mendalam, semuanya akan menyertainya. Paralel dengan, “Man arad ad dunya fa’alaihi bi al ‘ilmi waman arada al akhirata fa’alaihi bi al ilmi waman aradahuma fa’alaihi bi al ‘ilmi“. ada yang menyebut ungkapan di atas adalah hadis riwayat Thabrani, tetapi dalam kitab al Majmu’ dijelaskan sebagai pernyataan Imam Syafi’i,

Natijah-nya, dengan ilmu, keberhasilan yang kita idamkan bakal teraih. Artinya, thalab al ‘ilm, cukup! Bukankah dari sini bisa dirunut munculnya ungkapan “knowledge is power” itu. Itulah spirit santri. Maka, aneh jika ada santri tak percaya diri dan skeptis menatap masa depannya.