sumber foto: http://2.bp.blogspot.com/-ujia5CS1foY/VW-nxYGgWGI/AAAAAAAAAgE/ZFgdBdPS8y0/s1600/bendera-indonesia_1.jpg

Oleh : Luluatul Mabruroh*

Aswaja bukan hanya terancam disini saja (Madura), namun diseluruh dunia.

Berikut adalah salah satu pernyataan dari Drs. KH. Abdul Warits Ilyas, Pengasuh Pondok Pesantren Annuqoyah Lubangsa, Madura. Bukan hal yang asing lagi, bahwa secara geneologis aswaja terlahir dari berbagai kecamuk aliran pada masa itu. Kondisi sosial, politik dan kekuasaan menjadi pemicu terlahirnya aswaja ditengah kelompok-kelompok sempalan yang dimulai oleh Khawarij, Jabariyah, Qodariyah, Murji’ah dan bahkan Muktazilah. Zaman dibenturkan dengan teks, agama ditunggangi berbagai kepentingan penguasa dan pembelaan yang membabi buta terhadap agama.

Adalah Abu Hasan al-Asy’ari pelopor pertama aswaja yang keluar dari Muktazilah dan membuat lompatan baru dalam islam dengan menciptakan jalan tengah di tengah pergulatan Muktazilah yang rasionalis dan Jabariyah yang fatalisme, menjadi penyambung antara Qadariyah dan Jabariyah yang seakan tak pernah bisa berada dalam satu jalan dan juga menjadi jembatan yang bisa menghubungkan antara teks dengan zaman dan tradisi yang terus berkembang. Aswaja berhasil memikat berbagai kalangan hingga pada akhirnya berhasil sampai dan memberikan eksistensi di bumi nusantara hingga saat ini.

Aswaja mulai dirintis di nusantara sejak sebelum lahirnya Nahdlatul Ulama. Saat itu, Indonesia sedang berada dalam masa kebangkitan nasional. Semua negara islam sedang berusaha untuk membangkitkan umat. Apalagi pasca runtuhnya dinasti Ottoman, Turki, umat islam menyadari bahwa mereka sedang terpuruk. Oleh sebab itu, semua elemen sedang berusaha untuk kembali bangkit dengan perlahan untuk menyelamatkan umat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Seiring berjalannya waktu, berbagai persoalan muncul untuk menguji keberlangsungan aswaja utamanya di bumi nusantara. Munculnya faham wahabisme yang menginginkan kebangkitan islam melakukan berbagai cara yang terkadang cukup ektrim untuk mewujudkan negara yang dicita-citakan. Mereka memiliki keyakinan bahwa jika ingin islam kembali bangkit, maka semua elemen harus kembali pada al Quran dan al Hadits. Semua aktifitas yang tidak bersumber dari kedua sumber tersebut dianggap bid’ah dan haram untuk dilakukan. Wahabi pada masa lalu mewakili islam kemudian dikenal sebagai puritan. Keinginan besar mereka adalah kembali memurnikan ajaran agama dan abai terhadap tuntutan modernitas yang secara realita tidak dapat dihindari. Faham ini mendapatkan tempat di Indonesia dengan beragam bentuk organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatannya. Karena visi misinya adalah membangun negara khalifah atau negara islam, terkadang tindakan aliran kanan ini cenderung ekstrem dan anarkis. Diantara bentuk tindakan ekstrem tersebut adalah melakukan bom bunuh diri yang diklaim sebagai jihad. Padahal kenyataannya, hal ini hanya memperburuk citra islam dalam pandangan agama lain yang mana mereka hanya akan menganggap bahwa bunuh diri karena agama hanyalah sebuah tindakan frustasi dalam menghadapi tantangan zaman.

Selain itu, lahir pula sebuah faham yang berangkat dari gerakan sederhana barat akibat revolusi Perancis. Gagasan ini ingin meneguhkan dan mengangkat kaum proletar dalam melawan kaum borjuis. Liberalisme, pada mulanya berangkat untuk menghilangkan sekat antara rakyat maupun birokrat. Namun dalam perkembangannya, liberalisme mulai menjalar dan menggerogoti masalah agama. Hingga pada akhirnya dalam pandangan orang yang liberal semua agama dianggap sama. Bahakan liberalisme meniadakan sekat kehidupan sosial masyarakat lainnya. Tidak hanya itu, liberalisme bahkan juga menyerang sektor budaya maupun ekonomi. Bahkan parahnya, liberalisme mulai memasuki ranah ideologi nusantara, pancasila, undang-undang hingga peraturan daerah. Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara yang memang ideal dengan masyarakat Indonesia berusaha dihilangkan kesaktiannya.

Untuk itu nerupakan tugas para pemuda untuk menjaga eksistensi dan keberlangsungan aswaja agar tetap melestarikan faham aswaja di nusantara dengan senantiasa mengamalkan dan menjaga nilai-nilai yang menjadi tolak ukur faham Ahlussunah wal Jama’ah di tanah nusantara.


*Mahasiswi Universitas Hasyim Asy’ari dan santri Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir