Oleh: Dian Bagus*
Nama Syekh Abdullah Ahmad, mungkin terasa asing di telinga kita. Sebagai tokoh pembaru, namanya meemang tidak setenar Kyai Ahmad Dahlan dan Cak Nur. Namun percayalah, reputasinya sebagai pembaru Islam tidak kalah dengan pembaru lainnya. Beliau adalah seorang pembaru di bidang pendidikan Islam. Ide-ide revolusionernya telah berkontribusi besar bagi kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan Islam di Indonesia, Khususnya di Sumatra (sebagai basis geraknnya).
Tidak diketahui siapa nama lengkap beliau, tetapi beliau dikenal dengan nama Syekh Abdullah Ahmad. Lahir di Padang Panjang, tahun 1878. Beliau keturunan dari pemuka agama. Ayahnya Haji Ahmad, seorang guru agama yang mengajar al-Quran di tempat tinggalnya. Sementara itu, kakeknya adalah seorang ulama terkemuka di Padang Panjang dan Padang yang bernama Syekh Abdul Halim. Karena berasal dari keturunan ulama, tidak heran bila Syekh Abdullah Ahmad juga menjadi salah seorang ulama dan pembaru Islam.
Pendidikan yang ditempuh Syekh Abdullah Ahmad sebagaimana halnya kebanyakan tokoh lainnya. Beliau mendapat pengetahuan dasar tentang agama langsung dari ayahnya. Kemudian, masuk ke sekolah khusus untuk pribumi yang ada di Padang Panjang. Pemikiran modern Syekh Abdullah Ahmad, sebenarnya tepengaruh oleh ayahnya karena sang ayahnya pada dasarnya sudah berpikiran modern katika itu. Haji Ahmad ingin agar putranya tersebut dapat menjadi orang terpelajar dan memiliki pengetahuan yang luas, khususnya ilmu agama.
Untuk mewujudkan keinginan sang ayah, pada usia 17 tahun, Syekh Abdullah Ahmad memutuskan melakukan pengembaraan intelektual ke Makkah. Selain menunaikan ibadah, beliau berniat memperdalam ilmu agama di tanah suci tersebut. Di Makkah beliau beguru kepada Syekh Ahmad Khatib seorang ulama Minangkabau (Sumatera) yang menjadi imam di Majidil Haram dan menjadi guru dari para ulama Nusantra. Selain berguru pada Syekh Ahmad Khatib, Syekh Abdullah Ahmad juga berguru kepada ulama-ulama lain di Makkah.
Selain kehausan untuk memperluas ilmu, ada alasan lain balik pengembaraan intelektual Syekh Abdullah Ahmad Abudullah Ahmad ke Makkkah, yaitu karena di Nusantara tepatnya di Padang Panjang. Ketika itu belum ada sekolah yang baik. Disisi lain saat itu Makkah merupakan pusat penyebaran. Atas dasar itulah, banyak orang Minangkabau yang pergi ke Makkah guna menuntut ilmu.
Syekh Abdullah Ahmad berada di Makkah sekitar empat tahun lamanya. Dalam waktu yang cukup singkat itu, Syekh Abdullah Ahmad menggunakannya untuk memperdalam ilmu agama. Syekh Abdullah Ahmad juga sempat ikut gerakan Wahabi. Alasannya ikut gerakan tersebut ialah karena beliau berpandangan telah banyak terjadi penyimpangan dalam praktik ibadah, misalnya bid’ah, khurafat, dan takhayul. Ketiga hal itu merupakan hal-hal yang diperangi oleh kaum Wahabi.
Setelah dirasa cukup menimba ilmu di Makkah, Syekh Abdullah Ahmad akhirnya pulang ke Minangkabau pada tahun 1899. Ketika sampai ditanah kelahirannya, Syekh Abdullah Ahmad tidak berdiam diri, tetapi turut aktif menyebarkan ilmu yang diperoleh di Makkah. Nama tempatnya mengajar waktu itu dikenal dengan Surai Jembatan Besi Padang Panjang.
Mengingat Syekh Abdullah Ahmad selama di Makkah banyak bersinggungan dengan gerakan Wahabi, maka pemikirannya pun terpengaruh oleh aliran tersebut. Saat sampai ke tanah kelahirannya, beliau melancarkan serangan terhadap bid’ah dan tarekat. Beliau melanjutkan perjuangan gerakan Wahabi di Makkah, yaitu memerangi dan menentang segala bentuk bid’ah, khurafat, dan takhayul. Termasuk yang ditentangnya ialah tarekat karena golongan ini mengandung banyak sekali mistisisme atau takhayul. Penentang terhadap bid’ah inilah yang memicu ide pembaruan Syekh Abdullah Ahmad mulai termanifestasi.
Sebagai bagian dari pembaruannya, Syekh Abdullah Ahmad mendirikan sekolah modern dengan mengadopsi sistem sekolah Belanda pada tahun 1907. Inilah sekolah pertama di Padang yang bersistem modern. Nama sekolah itu adalah Adabiyah School dan bertranformasi menjadi Hoolands Maleische School (HMS), melalui sekolah ini Syekh Abdullah Ahmad menerapkan ide-ide pembaruannya di bidang pendidikan. Beliau berupaya untuk memodernkan sistem pendidikan Islam yang tradisionalis.
Pendirian sekolah modern Adabiyah School awalnya mendapat penentangan keras dari kalangan yang menolak sistem pendidikan baru. Namun, Syekh Abdullah Ahmad tidak menggubris penolakan mereka. Beliau terus melanjutkan proyek pembaruannya dengan menganggap penentang itu sebagai tantangan yang harus dihadapi.
Syekh Abdullah Ahmad meluaskan proyek pembaruannya hingga ke kota Padang. Ketika itu, beliau menggantikan pamannya yang meninggal dunia. Pamannya adalah seorang guru di daerah Padang, Syekh Abdullah Ahmad melakukan beberapa kontak intelektual dengan beberapa kaum terpelajar, seperti siswa-siswa sekolah menengah pemerintahan di Padang dan sekolah doktor di Jakarta.
Berkat perjuangannya, dunia pendidikan islam mulai mengenal sistem pendidikan modern. Syekh Abdullah Ahmad juga melakukan serangkaian perubahan dalam sistem pendidikan. perubahan-perubahan itu terjadi dibidang kelembagaan, metode pengajaran dan kurikulum.
Perubahan sistem pendidikan ini nampaknya sudah didengungkan oleh para pembaru Islam di Mesir, India, Pakistan, dan Turki. Tidak heran, bila ide ini tampaknya ada keterpengaruhannya dengan pembaru tersebut.
Perubahan yang dilakukan Syekh Abdulah Ahmad di tubuh pendidikan Islam meliputi:
Kelembagaan, metode pengajaran, dan kurikulum. Tulisan ini hanya terfokus pada ide Syekh Abdullah Ahmad dalam merekontruksi pembelajaran, semata agar tidak mengulang lagi pembahasannya pada tulisan-tulisan terdahulu. Karena pada hakikatnya, pembaruan yang diusung beliau tidak jauh berbeda dengan modernisasi yang dilakukan ulama-ulama pembaru.
Ide besar yang ditawarkan Syekh Abdullah Ahmad dalam metode pembelajaran adalah mengurangi ceramah dan memperbanyak musyawarah. Beliau mengkritik pendidikan tradisional yang menggunakan bandongan dalam proses belajar mengajar. Menurutnya, sistem tersebut membuat anak didik menjadi kurang aktif. Melalui model diskusi, selain menjadikan kritis dan kreatif, juga dapat mengasah mental anak didik. Metode diskusi atau musyawarah, diharapkan dapat mengasah beretorika anak didik, menemukan dan mempertanggung jawabkan pendapat dari berbagai masalah yang digulirkan.
Dari Syekh Abdullah Ahmad kita dapat pendidikan yang humanis di negeri in, pendidikan yang lebih fresh. Pendidikan yang menempatkan anak didik untuk memilih cita-cita sesuai diinginkannya, bukan melanjutkan visi misi orangtuannya atau gurunya. Pendidikan harus menyenangkan, anak didik yang datang ke sekolah tanpa perasaan terpaksa.
Pendidikan adalah media untuk belajar demokrasi, menghargai pendapat, mengerti keberagaman, beragumentasi yang santun, dan belajar untuk merumuskan kesepatan. Pendidikan bukan hanya tempat untuk mendengarkan, di mana guru adalah khatib, sementara anak didik adalah jama’ah shalat jum’at.
Referensi:
Djohan efenedi, Pembaru Tanpa Membongkar Tradisi:Wacana Kegamaan di Kalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gus Dur (Jakarta:Kompas, 2010)
Azizah Etek, Mursjid A.M., dan Arfan B.R., Koto Gadang Masa Kolonial (Yogyakarta: LKis, 2007)
Abuddin Nata, Tohoh-tokoh Pembaru Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)
*Mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari