Sumber: Islami.co

Oleh: Silmi Adawiya*

Amal yang berkualitas hanya didapatkan oleh muslim yang berkualitas juga. Muslim yang melakukan amalnya dengan penuh keihklasan karena Allah. ia tidak mencampur baurkan antara amal dan pamer. Bahkan Ibn Katsir menyatakan bahwa diantara sifat-sifat mukmin adalah mereka memberikan dan melakukan sesuatu, namun ia takut akan tidak diterimanya amal perbuatan tersebut.

Pernyataan tersebut bersumberkan langsung dari ayat QS Al-Mu’minun:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sering kali kita lupa dengan cara Allah menuntun kita membuka jalan menuju ladang amal kebaikan. Allah membentangkan banyak kesempatan untuk menunaikan janji, mengabdi dan mengamalkan apa yang Tuhan ajarkan.

Lantas Allah memberikan ganjaran kepada hamba yang mau melaksanakan. Sebenarnya semua itu karuniaNya kepada kita karena Dia lah yang menciptakan amal untuk kemudian kita turut mengerjakannya. Maka pada setiap amal pekerjaan kita, niatkanlah sebagai bentuk pengabdian kita untukNya. Mengapa demikian? Amal itu bermula dariNya dan kita kembalikan hanya kepadaNya. Dia lah yang Awal dan Dia pula yang Akhir. Inilah teologi amal.

Dalam konteks amal yang berkualitas, Ibn Athaillah As-Sakandari menyampaikan kalam hikmahnya dalam kitab al-Hikam sebagai berikut:


حُسْنُ الْأَعْمَالِ نَتَائِجُ حُسْنِ الْأَحْوَالِ وَحُسْنُ الْأَحْوَالِ مِنَ التَّحَقُّقِ فِي مَقَامَاتِ الْإِنْزَالِ

Berkualitasnya amal merupakan buah dari kualitas kondisi manusia; dan kualitas kondisi manusia muncul dari kesungguhannya menapaki derajat-derajat dalam menempuh perjalanan meraih ridha Allah.”

Menurut beliau, amal yang berkualitas itu tidak jauh jatuh dari kualitas kondisi manusia itu sendiri. Jika manusia memiliki kondisi hati yang bersih, rasa cinta yang tinggi, dan mengagungkan Allah maka ia berpotensi untuk melahirkan amal yang berkualitas. Adapun kualitas kondisi manusia itu bisa ditempuh dengan berbagai level dalam perjalanan meraih ridha Allah.

Karena itu, dibutuhkan kualitas kondisi diri sendiri sebelum memiliki amal yang berkualitas. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan menjelaskan bahwa kondisi diri yang berkualitas itu bisa terlihat dari kondisi hati manusia seperti cinta, ikhlas dan takut kepada Allah. Misal saja seseorang melakukan ibadah sunnah sepanjang malam, jika ia murni karena cintanya kepada Allah atau karena taat menjalankan ajaranNya maka ia ikhlas melakukan amalan tersebut murni karena Allah. Tanpa update status dilanda rasa kantuk di pagi hari karena kurannya tidur atau merasa paling keren diantara yang lainnya.

Kalam hikmah Ibn Atha’illah As-Sakandari tersebut meninggalkan pesan yang begitu indah. Pesan dimana seorang hamba yang melakukan ibdah bisa dianggap berkualitas dan diterima oleh Allah jika melakukannya denga penuh keikhlasan dan terhindar dari berbangga diri. Tentunya amal yang berkualitas tersebut ditempuh dengan cara yang konsisten menapaki satu persatu derajat dalam meraih ridha Allah, mulai dari taubat, sabbar, ridha dan seterusnya. Seiring dengan firman Allah:

وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan tobatlah kepada Allah kalian semua wahai orang-orang beriman, agar kalian beruntung.” (QS. an-Nur: 31)


*Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Alumnus Unhasy dan Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang.