sumber gambar: https://bincangsyariah.com

Oleh: Silmi Adawiya*

Kita membutuhkan sandaran terbaik dalam kehidupan ini. Hidup tak selamanya indah. Hidup tak seindah pelangi. Dan hidup tak selurus jalan tol. Allah sengaja mengutus kerikil-kerikil kehidupan agar manusia sadar akan kelemahan dirinya dan kembali lagi mengingat Allah, menyandarkan hati sepenuhnya bukanlah simbol dari kefanatikan seorang hamba, melainkan menunjukkan betapa dekatnya Tuhan dengan dirinya.

Menyandarkan hati sepenuhnya kepada Allah tidak dilakukan dengan pasrah begitu saja, melainkan harus diawali dengan usaha nan penuh totalitas. Jika seluruh tenaga sudah dikerahkan, maka langkah selanjutnya adalah menyerahkan dan menyandarkan semunya kepada Allah. Untaian ayat indah dalam QS At-Thalaq menyebutkan:

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ibnu Atha’illah As-Sakandari dalam kitab Al-Hikam berpesan  bahwa mengadukan setiap masalah dalam kehidupan ini hanyalah kepada Allah. Karena Allah semata yang menurunkannya. Bagaimana mungkin selain Allah dapat mengangkat musibah yang telah ditetapkan-Nya? Bagaimana mungkin orang yang tidak bisa mengangkat musibah dirinya sendiri bisa mengangkat musibah dari orang lain?

Kerikil kehidupan yang kau temui itu Allah yang mengutus. Masih percayakah dengan selain Allah untuk mengatasi kerikil tersebut? Karena itu apapun musibah yang ada, larilah langsung kepada Allah.

Allah yang menjadikan masalah itu, Allah juga yang punya kunci permasalahan tersebut. Dalam permasalahan yang terlihat sepele dan ringan saja, seorang muslim dianjurkan dan diperintahkan agar berdoa kepada Allah. Rasulullah bersabda:

لِيَسْتَرْجِعْ أَحَدُكُمْ فِيْ كُلِّ شَيْءٍ، حَتىَّ فِيْ شِسْعِ نَعْلِهِ، فَإِنَّهَا مِنَ الْمَصَائِبِ

“Hendaklah seorang dari kalian mengucapkan istirjâ’ (Innâ lillâh wa innâ ilaihi râji’ūn: sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya semata kita akan kembali) meskipun dalam hal tali sandalnya, karena hal itu adalah termasuk musibah.”

Hadits tersebut mengingatkan kembali bahwa untuk menuju Allah, tidak harus melalui masalah besar yang dirasa manusia sudah tidak mampu melaluinya. Masalah sekecil sandal saja juga bisa langsung berkoneksi kepada Allah.

Perlu diingat selalu bahwa setiap masalah adalah utusan Allah yangs sengaja diatur Allah untuk dijumpai. Oleh karena itu, jika menemukan masalah sekecil apapun, tak usah berpikir panjang untuk menghubungi Allah.

Disebutkan dalam kitab Al-Majmū’ah Al-Ilmiyyah karya Syaikh Bakr, juga disebutkan oleh Ibn Qayyim dalam kitab I’lam Muwaqqi’in bahwa Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah selalu memohon pertolongan dan menyandarkan hidupnya jika menemukan masalah ataupun merasakan kesulitan dalam menafsirkan suatu ayat dalam Al Quran. Beliau memohon kepada Allah seraya membaca:

الَلَّهُمَّ يَا مُعَلِّمَ آدَمَ وَإِبْرَاهِيْمَ، عَلِّمْنِيْ، وَيَا مُفَهِّمَ سُلَيْمَانَ فَهِّمْنِيْ

“Wahai Dzat yang mengajari Adam dan Ibrahim, ajarilah aku, dan Wahai Dzat yang memberi kepahaman kepada Sulaiman, jadikanlah aku paham.”


*Penulis adalah mahasiswa pascasarjana UIN Jakarta, alumnus Pesantren Walisongo Jombang.