ilustrasi budaya konsumtif

Oleh: Moh Syafik Hoo*

Bulan Ramadhan adalah bulan tarbiyah, bulan pendidikan, dan pengajaran untuk kaum muslimin. Salah satu yang diajarkan adalah bagaimana bersikap sederhana serta bisa berempati dengan nasib saudara-saudara yang kurang beruntung dalam urusan duniawi. Dengan berakhirnya tarbiyah di bulan Ramadhan, diharapkan kaum muslimin akan menjadi umat yang lebih baik dan semakin baik.

Sayangnya, ada sebuah paradoks yang terjadi di bulan ini. Secara logika, dengan berpuasa, yakni adanya larangan makan dan minum di siang hari, tentu akan berdampak pada berkurangnya pengeluaran. Bukankah jatah makan, minum, serta jajan menjadi berkurang dari biasanya.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Di masa ini, tingkat konsumsi meningkat, yang berimbas pada besarnya pengeluaran. Alih-alih berhemat, yang terjadi malah pemborosan di mana-mana. Kaum muslimin pun terlihat lebih konsumtif di bulan ini.

Inilah salah satu fenomena berpuasa di zaman ini. Puasa tak lagi sekadar menahan lapar dan haus di siang hari. Ada godaan yang lebih hebat dari dua hal tersebut, yakni serangan budaya konsumerisme. Godaan ini memang tidak membatalkan puasa, tetapi budaya ini bisa menjebak dan membuat  kaum muslimin terperangkap di dalam pusarannya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lihat saja, ketika bulan Ramadhan tiba, setiap saat iklan-iklan tampil menggoda di layar kaca, di media cetak, bahkan di layar ponsel yang selalu ada di genggaman. Belum lagi, tawaran promo dan diskon di sana sini. Semuanya sukses memaksa kaum muslimin mengeluarkan isi dompet lebih banyak dari biasanya.

Nafsu manusia memang bisa diibaratkan seperti air, ia akan terus mengalir tanpa henti. Namun, bukan berarti nafsu ini tidak bisa ditahan atau dikendalikan. Inilah salah satu esensi dari dihadirkannya bulan Ramadhan. Bulan yang seharusnya menjadi pengendali nafsu-nafsu manusia yang tak berkesudahan. Bukan justru sebaliknya, menjadikan kaum muslimin terperangkap dalam jebakan konsumerisme.

Gaya hidup konsumtif terlihat dengan jelas di bulan ini. Dengan dalih untuk mengapresiasi mereka yang berpuasa, dihidangkanlah segala jenis makanan yang lebih istimewa dibanding hari-hari di luar bulan Ramadhan. Porsinya pun lebih banyak dari biasa, seolah-olah orang yang berpuasa tersebut tidak makan selama sebulan. Tentu saja, semua itu menghabiskan dana yang lebih besar dari biasanya.

Dan, hal ini akan semakin banyak terjadi di penghujung bulan Ramadhan. Dengan dalih menyambut datangnya hari Idul Fitri, harta pun dibelanjakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Bukannya fokus meningkatkan amal ibadah karena di penghujung Ramadhan akan hadir satu malam yang sangat istimewa, yakni malam Lailatul Qadar. Kebanyakan kaum muslimin justru melewatkan malam tersebut karena disibukkan dengan hal-hal lain yang melalaikan.

Tentu saja, umat Islam tidak dilarang untuk menghormati bulan Ramadhan dan bergembira menyambut datangnya hari kemenangan, Iedul Fitri yang mulia. Namun, tetaplah dalam kesederhanaan. Berbuka puasalah dengan makanan yang sederhana dan tak perlu berlebihan. Bukankah tujuan makan dan minum dalam Islam adalah agar bisa bertahan hidup dan bisa beribadah.

Semoga kita dan diberi kekuatan serta kemudahan untuk berlomba-lomba mengerjakan sebanyak mungkin amal kebaikan di bulan suci ini. Aamiin

Rumah Nisor Barongan Jum’at 05/04/2024

Baca Juga: Menyambut Lebaran, Apa Saja yang Perlu Disiapkan?


*Kamad MI Alkarimi Gresik/Jurnalis Media