sumber ilustrasi: kompasiana.com

Oleh: Muhammad Ridwan*

Menurut Prayitno (dalam Ilyas, 2001) teknologi adalah seluruh perangkat ide, metode, teknik benda-benda material yang digunakan dalam waktu dan tempat tertentu maupun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhari)

Hadis tersebut merupakan perintah Nabi Muhammad secara langsung kepada setiap umatnya untuk menyampaikan kebaikan kepada orang lain sekecil apapun kebaikan itu. Hal ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita semua yang ingin mendapatkan suatu pengakuan menjadi umat nabi Muhammad untuk terus mengajak dan juga menyampaikan kebaikan sekecil apapun itu kepada orang lain, kemudian timbul pertanyaan dibenak kita masing-masing. Bagaimana caranya untuk mengajak dan menyampaikannya kepada orang lain pada era ini?

Jawabannya ada di genggaman kita setiap hari, yaitu teknologi. Di era globalisasi ini kita dapat melihat perkembangan dunia yang begitu pesat di setiap bidang, salah satunya yaitu teknologi. Sekarang kita semua bisa mengakses hal apapun hanya dalam genggaman jari, hal ini juga berpengaruh kepada dunia dakwah islam  yang semula hanya dengan metode belajar langsung di pondok pesantren, bertatap muka dengan guru secara namun sekarang kita bisa mengakses itu semua di jari kita kalau kita mau .ini menunjukan dengan jelas betapa mudahnya untuk mempelajari agama islam di era sekarang.

Lalu, apakah kita harus lari dari kenyataan ini? tentu tidak, sebagai seorang Muslim, Islam telah mengajarkan kepada kita untuk dapat mengimbangi kemajuan zaman, kita harus memanfaatkan perkembangan untuk kebaikan, semakin majunya ilmu pengetahuan seharusnya kita jadikan sebagai bahan untuk merenung betapa agungnya dan besarnya Allah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sebagai makhluk yang bersifat baharu, perubahan zaman tidak dapat kita hindari, perubahan masa tidak boleh kita benci, kita harus cerdas dalam menyikapinya, karena sesungguhnya pada satu sisi dibalik tantangan yang kita hadapi, terdapat pula keistimewaan yang dapat kita petik, karena semakin berat tantangan zaman yang kita hadapi, semakin tinggi pula nilai ibadah kita disaat kita mampu dan kokoh dalam keimanan.

Maka dari itu penulis mempunyai keyakinan bahwasanya umat nabi Muhammad  ﷺ sekarang bukanlah umat yang bodoh dan buta dalam menyikapi perkembangan digitalisasi di era sekarang ini ,kita umat islam adalah payung besar  yang  memayungi agama islam ini dalam setiap situasi dan kondisi apapun itu juga .

Hal ini diperkuat baginda Nabi Muhammad ﷺ dalam hadistnya:

قَدِمَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ المَدِينَةَ وَهُمْ يَأْبُرُونَ النَّخْلَ، يقولونَ: يُلَقِّحُونَ النَّخْلَ، فَقالَ: ما تَصْنَعُونَ؟ قالوا: كُنَّا نَصْنَعُهُ، قالَ: لَعَلَّكُمْ لو لَمْ تَفْعَلُوا كانَ خَيْرًا، فَتَرَكُوهُ، فَنَفَضَتْ -أَوْ فَنَقَصَتْ- قالَ: فَذَكَرُوا ذلكَ له، فَقالَ: إنَّما أَنَا بَشَرٌ، إذَا أَمَرْتُكُمْ بشَيءٍ مِن دِينِكُمْ، فَخُذُوا به، وإذَا أَمَرْتُكُمْ بشَيءٍ مِن رَأْيِي، فإنَّما أَنَا بَشَرٌ

Artinya: “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, para penduduk Madinah sedang menyerbukkan bunga kurma agar dapat berbuah yang hal itu biasa mereka sebut dengan ‘mengawinkan’, maka beliaupun bertanya: apa yang sedang kalian kerjakan?

Mereka menjawab: Dari dulu kami selalu melakukan hal ini. Beliau berkata: ‘Seandainya kalian tidak melakukannya, niscaya hal itu lebih baik.’ Maka merekapun meninggalkannya, dan ternyata kurma-kurma itu malah rontok dan berguguran. Ia berkata: lalu hal itu diadukan kepada beliau dan beliaupun berkata: ‘Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa, oleh karenanya apabila aku memerintahkan sesuatu dari urusan agama kalian, maka laksanakanlah dan jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian berdasar pendapatku semata, maka ketahuilah bahwa sungguh aku hanyalah manusia biasa.” (Hadis riwayat Imam Muslim).”

Al-Nawawi sebagai salah satu pensyarah kitab Shahih Muslim menjelaskan:

قَالَ الْعُلَمَاءُ قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ رَأْيِي أَيْ فِي أَمْرِ الدُّنْيَا وَمَعَايِشِهَا لَا عَلَى التَّشْرِيعِ فَأَمَّا مَا قَالَهُ

بِاجْتِهَادِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَآهُ شَرْعًا يَجِبُ الْعَمَلُ بِهِ وَلَيْسَ إِبَارُ النَّخْلِ مِنْ هَذَا النَّوْعِ

Artinya: “Para Ulama mengomentari perkataan beliau “pandanganku”, maksudnya adalah pandangan Nabi yang berkaitan dengan dunia dan penghidupannya, bukan hal yang termasuk pensyariatan. Adapun apa yang disabdakan Nabi dengan ijtihadnya dan pandangannya yang bersifat syara’ maka wajib dilaksanakan, sedang penyerbukkan kurma bukan bagian dari pensyariatan.

Implementsi dari hadist yang ada diatas kita dapat memahami dengan jelas,bahwa nabi Muhammad secara tidak langsung  memberikan kepercayaan yang luar biasa  kepada kita para umatnya terkait bagaimana menyampaikan agama allah ini kepada seluruh umat manusia dengan cara apapun itu.

Siapa diantara kita yang tidak bermain media sosial pada hari ini ? oleh sebab itu jadikan akun dan sosial media kita, menjad fasilatator untuk menyampaikan agama allah ini,  khususnya dalam ilmu syariat hanya dengan menggerakan jempol dan mengupload  suatu tafsiran ayat dari al – quran ataupun makna tafsir dari suatu hadist ,maka berapa banyak orang disekeliling kita  yang melihat dan juga membacanya  sehingga menjadi amal jariyah untuk kita semua.

Pernyataan ini juga didikung oleh hadist nabi Muhammad:

فروى مسلم في صحيحه عن أبي هريرة، قال رسول الله عليه الصلاة والسلام: (إِذَا مَاتَ الإنْسَانُ انْقَطَعَ عنْه عَمَلُهُ إِلَّا مِن ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِن صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو له).

Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim)

Namun dengan catatan ketika kita ingin menyebarkannya kepada orang lain maka harus menggunakan Bahasa yang baik dan mudah difahami untuk semua kalangan , terlebih hal yang ingin kita sebarkan harus ditashih dan dikoreksi terlebih dahulu supaya sesuatu kita sebarkan kepada orang lain mempunyai sanad yang jelas dan terjamin keorisinilannya.

Diperkuat Kembali oleh hadist Nabi Muhammad:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو الأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةً قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت   (رواه البخاري, رقم رقم الديث:)6018

Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Abu al-Ahwash telah menceritakan kepada kami, dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya; barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbuat baik kepada tetangganya, dan barangsiapayang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari no. 6018)

Konteks hadist ini berkaitan tentang bagaimana seharusnya seorang muslim itu bersikap. Dalam akhir hadist ini ada anjuran agar berbicara yang baik saja atau jika tidak bisa berbicara baik, lebih baik diam. Dan ini sangat relevan jika kita implementasikan dalam bermedsos untuk menjaga isi konten yang akan kita sebarkan.

Kembali penulis menekankan bahwasanya teknologi bukan suatu hal yang dilarang oleh agama namun tergantung bagaimana cara kita memanfaatkannya, teknologi di era ini bukti dari kemajuan zaman yang tidak bisa kita hindari namun harus kita hadapi dan manfaatkan sebaik mungkin , salah satunya untuk perkembangan dakwah islam yang ada.

Mari kita menjadi bagian dari agen-agen tersebut dengan cara membiasakan diri kita untuk memposting dan membagikan hal-hal yang berkaitan dengan agama islam dengan catatan yang sudah penulis berikan tadi. Wallahualam…



*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari.