Prof. Dr. Amin Abdullah saat menjadi pembicara di diskusi yang diadakan oleh Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari (19/8).

Tebuireng.online-  Prof. Dr. M. Amin Abdullah, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, mengungkapkan pentingnya ekstramental daripada hanya sekadar ijazah S2-S3 dalam acara diskusi yang diadakan oleh Pusat Kajian Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari. Diskusi terbatas ini bertempat di aula lantai 1 gedung Yusuf Hasyim, Senin, (19/08/19).

Tidak lebih dari 40 orang, akademisi Pesantren Tebuireng, Ma’had Aly Hasyim Asy’ari dan Universitas Hasyim Asy’ari mengikuti diskusi berjudul “Membangun Pemikiran Islam Metodologis: Model Alternatif dalam Membangun Peradaban Pemikiran” ini.

Prof. Amin, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) ini mengawali dengan menunjukkan contoh proses inovasi yang terjadi dalam kehidupan manusia. Mulai dari menggelindingnya kayu, kemudian berpikir dan menghasilkan gerobak. Setelah itu sedikit maju menjadi dokar, hingga berkembang menjadi mobil saat ini. Semua itu tidak lepas dari pemikiran inovasi manusia.

Pemateri menyebutkan lima metode pendekatan yang harus diterapkan untuk menciptakan kader yang bisa menciptakan inovasi. Pertama, kegelisahan akademik. Pengajar harus terus menambah pengetahuannya, tidak merasa cukup dengan ilmu yang sudah dimiliki. Kedua, metode pembelajarannya harus dialogis argumentatif, multi kritik, dan tidak mengedepankan doktrinasi.

Ketiga, multi atau cross reference. Dalam keilmuan tidak cukup hanya membidangi satu ilmu saja, namun harus diintegrasi dan dikoneksikan dengan ilmu yang lainnya. Keempat, silang budaya. Mengkombinasikan beberapa budaya, agama, maupun antar budaya. Pengajar harus bisa memahami dan menjelaskan keragaman budaya yang ada. Bagusnya zaman sekarang adalah pakaian adat bisa masuk ke istana presiden. Itu menunjukkan penghormatan terhadap budaya yang ada di Indonesia.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kelima, menarik dan merubah perilaku. Proses pembelajaran yang ada harus dilaksanakan semenarik mungkin. Bisa dengan menggunakan slide presentasi ataupun yang lainnya.

Alumni Universitas McGill ini mengungkapkan, “Pancasila itu termasuk produk cross reference”. Karena di dalamnya ada beberapa persilangan, di antaranya Jawa (Hindu), Muslim, Barat, dan Oriental. Para pendiri bangsa seperti Soekarno pasti banyak membaca buku tentang itu semua.

Kelenturan kognitif dan pemikiran kritis hanya akan terwujud bila seseorang membaca dan menulis. Santri harus bisa membaca kitab putih, kitab kuning, dan kitab Inggris. Dengan begitu pemikirannya bisa cross reference dan memunculkan inovasi baru. Kemampuan untuk berinovasi inilah yang disebut dengan ekstramental.

“Untuk menjaga Indonesia harus medahulukan konsep. Local wisdom perlu dibangkitkan. Mudah-mudahan dengan begitu kita bisa survive. Jangan-jangan kita tidak punya teman lain, selain yang ada di organisasi internal,” pungkasnya.


Pewarta: Masnun

Publisher: MSA