Prof Dr H Ahmad Zahro, saat menyampaikan materi dalam seminar nasional Hukum Keluarga Islam, yang diselenggarakan di Unhasy, Minggu (13/08/17). (Foto: Masnun)

Tebuireng.online- Dalam acara Seminar Nasional yang diselenggraklan oleh Mahasiswa Pascasarjana Unhasy dengan tema ‘Inklusifisasi Hukum Keluarga Islam dalam Bingkai Islam Indonesia sebagai Upaya Menuju Masyarakat Madani dalam Perspektif Kitab Kuning’ pada Minggu (13/08/17) di Auditorium Unhasy, Prof Dr H Ahmad Zahro, MA hadir sebagai nara sumber yang menjelaskan tentang definisi Hukum Islam.

Dalam seminar tersebut, Rektor Universitas Pesantren Darul Ulum itu mengungkapkan bahwa hukum Islam adalah semua ketentuan yang bersumber atau tidak bertentangan dengan Al Quran maupun Hadis. “Walaupun tidak bersumber dari Quran dan Hadis tapi tidak bertentangan dengan keduanya, maka itu termasuk hukum Islam. Untuk lebih detailnya macam hukum dalam Islam, kita akan menemukan ihtihsan, yakni hukum yang dilandaskan oleh akal sehat dan hati taat. Walaupun tidak sama dengan teks. Misalnya Zakat dalam Islam menggunakan uang dan tidak menggunakan beras itu bukan berasal dari teks kitab suci, tapi tetap disebut hukum Islam,” terangnya.

Selain menjelaskan tentang ihtihsan, Ia juga menjelaskan tentang maslahah. Beliau memisalkan kewenangan pemerintah meminta dana secara khusus karena menghadapi keadaan darurat, hal tersebut menurutnya tidak bisa dirujukkan kepada ayat zakat atau ayat sedekah dalam Al Quran, tapi harus dikembalikan pada kaidah tasyaroful imam ala ro’iyah man’utun bil maslahah.

Menanggapi tema yang diambil dalam kesempatan tersebut, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya itu berpendapat bahwa kitab kuning yang diambil contoh misalnya ‘Uqud Dilijain-nya Syekh Nawawi tidak akan inklusif. “Hukum Islam tersebut nantinya membingungkan, benar secara pemikiran berasal dari Syekh Nawawi, tapi redaksi yang tidak terstruktur dan mbuleti sebenarnya bukan berasal dari beliau. Saya juga membaca kitab kuning, tapi kitab-kitab kuning madzhab Hanafi, Maliki, bahkan Syafi’i. Dalam kitab Al ihkam Fi Usuli Ahkam karya Izuddin Bin Abdusalam ada ungkapan menarik yang dalam bahasa Indonesianya kira-kira begini: ‘Kalau berbicara masalah Muamalah, jangan mikir maslahah Tuhan, karena Tuhan tidak memerlukan jasa kita’. Ini jelas Radikal. Inklusifis. Jika Kompilasi Hukum Islam sekarang berbicara tentang ungkapan tersbut, jelas shohih,” yakinnya.

Dalam kesempatan yang sama, Prof Zahro menegaskan kembali jika KHI adalah hukum yang bersumber kepada maslahah, yang ditulis dalam KHI adalah bentuk Ijma’, Ittifa’, kesepakatan ulama baik yang bersifat global maupun yang khusus.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Secara pribadi Ia menyatakan bangga kepada Unhasy yang selalu konsisten meregenerasi dan melahirkan para akademisi yang ahli dalam membaca kitab, sebab pemikiran hukum Islam selalu ada dalam kitab, termasuk kitab kuning yang dipakai sebagai rujukan KHI, terutama sebagai inklusifikasi hukum Islam dalam keluarga. Beliau menyatakan akan nonsense menekuni hukum Islam tanpa menguasai baca kitab.

“Saya welcome dengan pemikiran manhaji, pemikiran kontemporer termasuk dalam kaidah hukum Islam dan keluarga. Tapi perlu kita ingat rambu-rambunya, jangan kebablasan, seperti lelaki harus memiliki ‘Iddah atau wanita boleh bersuami lebih dari satu. Saya berharap siapa pun yang berfikir tentang hukum Islam, berpendapatlah sebebas-bebasnya, kalau bisa berani mengkritik, tapi takutlah neraka. Artinya, berani berfikir dan kritis dengan hukum Islam, tapi jangan melawan arus dengan yang sudah ditetapkan oleh baginda Rasulallah Muhammad SAW.” pungkasnya.


Pewarta : Khosshol Fairuz

Editor : MS

Publisher : Rara Zarary