tebuireng.online-Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Seblak Diwek menggelar pelatihan kesehatan reproduksi bagi santri atau PKRS. Kegiatan ini digelar berangkat dari kemajuan media massa dan media sosial yang sisi negatifnya dengan mudahnya masuk dalam diri para remaja, tak terkecuali para santri yang tinggal di pasantren. Terlebih, pergaulan remaja masa sekarang sudah sangat bervariasi. Bahkan cenderung bebas.

Acara yang berlangsung Sabtu-Selasa, 7-10 Maret 2015 ini digelar di aula Pesantren Seblak. Pemateri yang hadir adalah Nur Rofi’ah, Maman A. Rahman, Nur Khayati Aida dan Gomar Ferdinan Gimon.

Menurut ketua panitia Abdul Chakim. “Kegiatan ini bekerja sama dengan Rahima di Jakarta, sebuah LSM yang intens dengan dunia kesehatan reproduksi, terlebih di kalangan remaja,” ungkapnya

Abdul hakim melanjutkan, Peserta kegiatan ini merupakan perwakilan santri yang berasal dari tujuh pesantren. Mulai Pesantren at-Tahdzib Ngoro, Pesantren Darussalam Ngesong, Pesantren Kalimasada Plandaan, Pesantren Pesantren Kyai Mojo Tambakberas, Pesantren al-Ghazaliyah Sumbermulyo, Pesantren Babussalam Mojoagung. “Dan, Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Seblak selaku tuan rumah,” imbuhnya.

Ketujuh pesantren ini dipilih dan diundang sebagai tindak lanjut dari penelitian yang dilaksanakan akhir Januari lalu. “Rahima meneliti ketujuh pesantren tentang keberagamaan santri dikorelasikan dengan kesehatan, baik kesehatan lingkungan ataupun kesehatan diri, termasuk kesehatan reproduksi,” ujar salah satu fasilitator, Maman A. Rahman.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pria lulusan Pascasarjana Universitas Indonesia ini menambahkan bahwa hasil penelitian itu penting untuk diketahui semua pihak. “Sampai sejauh mana tingkat pemahaman para santri tentang ajaran agama dan dilaksanakan di lapangan,” ucapnya. Menurut rencana, hasil penelitian itu akan disosialisasikan dengan para pemangku kebijakan. “Sekitar akhir Maret nanti kita undang para stakeholders, baik kementerian agama, dinas pendidikan, dinas kesehatan, BKKBN dan teman-teman ormas lainnya,” ujarnya.

“Mengutip singkat hasil penelitian ini, ternyata masih belum ada korelasi kuat antara pemahaman terhadap ajaran agama dengan praktek di lapangan. Kondisi ini yang menyebabkan dunia pesantren masih perlu terus meningkatkan dalam usaha menjaga kesehatan,” imbuhnya. Dengan itu, diharapkan proses pengajian dan pembelajaran berlangsung secara lebih sehat dan nyaman. “Semua warga pesantren harus terlibat dalam menjaga kesehatan, terlebih para santri,” katanya.

Saat memaparkan materi, Nur Rofi’ah lebih menyoroti ajaran dalam Islam yang sebenarnya adil. Terutama dalam memandang hak dan kewajiban pria dengan perempuan. “Namun, pemahaman dan realita di lapangan masih banyak menempatkan perempuan sebagai pihak lemah, inilah yang menyebabkan ketidakadilan gender terjadi,” ujarnya.

Perempuan yang menamatkan pendidikan S2 dan S3 di Turki ini menuturkan bahwa dari perspektif Islam, ajarannya tidak melarang kaum perempuan untuk berperan dalam peran-peran sosial. Tentu ini diiringi dengan kesepahaman dengan pihak pria.

”Kita berharap para peserta mampu menularkan ilmu dari pelatihan ini kepada teman-temannya di pesantrennya,” ujarnya. Upaya sosialisasi ini, imbuhnya, tetap harus menghormati kearifan lokal dan tradisi yang berlaku di pesantrennya. “Disertai dengan analisis sosial tentunya,” ujarnya.

Saat menutup acara, pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Seblak Nyai Mahshunah menekankan pentingnya pelatihan ini. “Sekarang banyak pria yang tidak tahu kewajibannya, istrinya bekerja tapi dia malah santai-santai di rumah,” ujarnya.

Kondisi ini dimulai sejak pembentukan mental saat remaja. “Mereka ini pasti saat remajanya dulu tidak paham hak dan kewajibannya sebagai seorang pria,” ujarnya. Sehingga saat sudah menjadi kepala keluarga, pria seperti ini akan dengan mudah untuk tidak memenuhi kewajibannya. “Seolah tidak ada beban, apalagi merasa berdosa, sama sekali tidak,” ucapnya.

Perempuan dengan tiga putri ini berharap para peserta mampu mencerna dengan jeli materi yang disampaikan pada pelatihan ini. Mulai dari kesetaraan gender, pendidikan sebaya sampai kesehatan reproduksi. “Sehingga mereka tidak mudah terjerumus dalam sisi negatif dunia modern ini, karena sudah dibekali ilmunya lewat kegiatan ini,” pungkasnya. (aldo/muk)