Gus SholahOleh: Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid, Pengasuh Pesantren Tebuireng

Mendirikan pesantren lebih mempunyai makna karena meluruskan Islam. Jumlah anak usia kuliah di Jombang yang bisa kuliah ke kota besar, seperti Surabaya, Malang hanya 6-7 persen. Padahal di kota besar angka itu mencapai 27-28 persen. Jadi imtak Jombang dan ini membuat daerah akan tertinggal.

Menurut saya, bila saya jadi presiden atau menteri agama, saya akan mengimtak pesantren-pesantren, misalnya Lirboyo, Langitan, Sidogiri, terus yang lain mendirikan universitas yang juga memberikan kuliah mata pelajaran nonagama.

Mahad ‘Aly ini jumlahnya ada 13 yang diakui oleh pemerintah, termasuk Tebuireng. Rencananya nanti setiap provinsi ada. Di Jawa Timur ada Situbondo, Tremas, dan Tebuireng. Jawa tengah ada dua, Sarang dan Kajen. Jawa Barat ada dua, Cirebon dan Malungjati. Di Jakarta ada satu, Siddiqiyyah. Kemudian di Sumatera Barat ada satu dan di Kalimantan satu, dan lain-lain.

Sekarang dualisme, yaitu pendidikan satu dikelola oleh Kementrian Agama dan yang lain dikelola oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Saya bertanya kepada Anda, ini baik atau tidak? Ini lebih baik disatukan atau dipisahkan?

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dulu tahun 1998, saya pernah diminta Kementrian Agama. Ketika berdiri tahun 1940, yang diurus itu pernikahan, cerai, waris. Kemudian pendidikan, kemudian haji dan tentunya bimbingan masyarakat Islam dan lain-lain. Pada 1989, didirikan Peradilan Agama.

Awal itu saya berpikiran suatu saat nanti penyelenggaraan haji juga harus dikeluarkan menteri agama. Karena regulator yang mengeluarkan aturan dan menjalankan harus berbeda. Sekarang sudah ada badan penyelenggara haji, Undang-undangnya sudah ada tetapi belum dibentuk. Waktu itu pun saya begini, bahwa pendidikan tidak sebagai masuk Kemendikbud. Akhirnya Kementrian Agama hanya menentukan awal puasa, ngurus zakat. Itu terlalu kecil.

Dan waktu itu saya pikir ya sudah. Menteri agama menjadi menteri gerakan atau sekretaris agama. Di malaysia, sebagai sekretaris perdana menteri untuk urusan agama. Karena pendidikan Islam selama ini hanya diniyah. Saya ini bukan tamatan santri, saya sekolah SD, SMP, SMA. Dulu nggak ada TK. Jadi setelah saya di Tebuireng, saya ngaji. Jadi mengerti tentang agama.

Dan tahun 2003 ketika beliau sedang membahas Undang-undang Sisdiknas, ada pihak yang mengusulkan pendidikan agama dimasukkan ke dalam Dikbud. Padahal di Kementrian Agama Dirjen pendidikan agama Islam, Dirjen Pendis. Sekolah jumlahnya kurang lebih 180 ribu, madrasah jumlahnya 75 ribuan. Sekolah dan madrasah sebetulnya menjadi tugas pemerintah untuk didirikan untuk membayar kesejahteraan guru. Namun pemerintah belum mampu. Yang sudah mampu itu SD. 90 persen lebih SD adalah SD negeri. SMP dan SMA itu 50-50. Kalaupun madrasah ibtidaiyah 90 persen swasta, yang lain sama. Dan ini tugas pemerintah sebetulnya.

Kalau ikut Kemendikbud ya tetap seperti itu. Tahun 2003 membahas UU Sisdiknas, ada kelompok yang ingin memasukkan kebijakan, siapa itu? Pernah mendengar istilah kelompok nasionalis dan kelompok Islam? Itu dalam konteks politik. Dulu yang nasionalis banyak, yang islamis kecil. Kelompok nasionalis yang menginginkan pada saat ini, kita sebut nasionalis yang tidak pro-islam itu hanya PDI Perjuangan. Mungkin nanti Nasdem. Kalau partai lain masih memahami hubungan antara Islam dan negara itu seperti yang kita. Waktu itu masuk ke sana, tapi warga NU, warga Muhammadiyah dan warga HMI, yang ada di DPR sepakat untuk menentang digabungkannya pendidikan Islam ke dalam Kemendikbud. Saya yakin itu bisa terlaksana 20 tahun lagi. Sekarang belum.

Jadi ke depannya itu mendeklarasikan untuk mempertentangkan apa yang ada. Pengakuan pemerintah terhadap pondok pesantren baru dilakukan pada tahun 2000 dengan membentuk Direktorat Pendidikan Keagamanan Pondok Pesantren (PK Pontren). Namanya sekarang menjadi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren). Dan ini yang harus kita pertahankan. Bagaikan dua sisi dari mata uang yang sama. Agak menyimpang.

Pernah dengar ucapan bahwa kita ini bangsa Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang lahir di Indonesia. Menurut saya, dua duanya sama. Kita orang Indonesia yang beragama Islam sekaligus orang Islam yang tinggal di Indonesia. Itu tidak bisa dipisah, seperti disuruh milih antara bapak dan ibu.

Yang berlaku di Indonesia ini Undang-undang bukan Al Quran. Di negara Indonesia hukum Indonesia memang begitu. Hukum Islam baru bisa dipraktikkan bila sudah masuk Undang-undang atau impress atau peraturan pemerintah. Pada 1980 anak SMA nggak boleh pakai jilbab. Itu anti-Islam. Kalau di sekolah berjilbab atau mengharuskan jilbab. Tapi sekolah tidak boleh melarang. Terserah kepada yang bersangkutan. Mestinya anggota TNI boleh pakai jilbab atau polisi perempuan boleh pakai jilbab. Di luar negeri saja boleh, masak di sini tidak boleh.

Mbah Hasyim mendirikan bangunan ukuran 6×8 dari bambu dibagi dua. Yang satu untuk beliau dan Bu Nyai, yang satu untuk los. Saya tidak tahu santrinya di mana. Mula-mula yang masuk jadi santri itu empat orang. Kemudian berkembang menjadi 28 setelah beberapa bulan. Pendirian pesantren ini ditolak oleh masyarakat, khususnya para pekerja pabrik gula Cukir. Mereka biasanya jauh dari nilai-nilai agama. Begitu Mbah Hasyim mendirikan itu, ya ditolak. Dilempar batu kemudian santri diancam.

Oleh karena itu Mbah Hasyim perlu mengundang kawannya yang mengerti ilmu kanuragan dari Cirebon. Dan memberikan pelatihan kepada para santri selama delapan bulan. Sehingga sudah siap menghadapi kalau terpaksa bertempur. Pada 1910, santrinya menjadi 200 orang. Otomatis berkembang, untuk statistik berkembang. Tetapi tidak disukai. Dibakar oleh Belanda, yang kedua Jepang.

Mbah Hasyim ini orang yang punya pengaruh besar. Oleh karena itu, orang-orang terbaik, khususnya dari Jawa yang ingin belajar ilmu agama pergi ke Tebuireng. Tidak ada 5 persen orang yang punya kemauan yang tinggi. Orang-orang yang punya kecerdasan tinggi dimasukkan ke dalam kelas musyawarah, jadi diskusi. Sudah seperti mahasiswa.

Pemuda-pemuda ini punya argumen, yang kemudian pergi ke tempat lain. Dan mereka mendirikan pesantren. Jadi Kiai Abdul Karim ke Kediri menikah di sana dan didorong untuk mendirikan pesantren yang namanya Lirboyo. Kiai Jazuli pulang ke Ploso Kediri mendirikan juga pesantren. Kemudian Kiai Syafaat, pulang ke Banyuwangi mendirikan Pesantren Darussalam. Asem Bagus, Paiton, Denanyar, Darul Ulum. Dan mereka bahkan lebih besar dari Tebuireng. Lirboyo itu mungkin tiga kali lebih besar dari Tebuireng. Keilmuan agamanya lebih tinggi dari Tebuireng. Mubarrok, alumni pertama Mahad ‘Aly, dia ngaji di Lirboyo. Dan dia mendapatkan dasar pengetahuan dari Lirboyo. Di Tebuireng itu saya dapat ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu sosial. Bagaimana berinteraksi dengan masyarakat dan ini sesuai dengan yang saya inginkan. Saya ingin menerapkan Islam dalam kehidupan bersama. Ini sama dengan “santri yang baik adalah santri yang bisa menerapkan perilaku Islam ketika keluar dari pesantren.”

Belanda kalah dengan Jepang. Jepang masuk. Yang sudah menonton Sang Kiai tahu ya bahwa Kiai Hasyim dipenjara dan kemudian dibawa ke Surabaya. Orang Jepang beragama Islam. Jepang mengirim mata-mata untuk mencari informasi. Kemudian Mbah Wahid Hasyim dipertemukan dengan pimpinan Jepang. Akhirnya Mbah Wahid bisa meyakinkan pimpinan Jepang untuk melepaskan Mbah Hasyim dan berjanji akan membantu Jepang untuk mensejahterakan Indonesia.

Jepang setuju bahkan beliau diangkat menjadi kepala Kantor Urusan Agama untuk Jawa. Menurut catatan Jepang, ada 25 ribu ulama sebagian besar tamatan Pesantren Tebuireng. Tahun 1916 didirikan yayasan. Tahun 1917 didirikan madrasah oleh Kiai Maksum Ali, menantu atau suami dari putri pertama Mbah Hasyim, yaitu Bu Nyai Khoiriyah. Usianya jauh di atas saya. Kemudian di situ terdiri dari dua kegiatan, ada 7 kelas, shifir awal dan shifir tsani sebagai persiapan untuk dapat menempuh madrasah yang selama 5 kelas.

Pada tahun 1919 diajarkan juga matematika. Kemudian ada keponakan Mbah Hasyim, namanya Kiai Ilyas, yang namanya dipakai wisma. Beliau adalah sepupu Mbah Wahid Hasyim, keponakan dari Kiai Hasyim. Kemudian tahun 1931, Pak Kiai Ilyas dan Wahid Hasyim belajar ke Makkah selama beberapa tahun. Tahun 1934 mereka kembali ke Tebuireng dan meningkatkan program belajar menjadi enam tahun. Pak Wahid Hasyim mendirikan madrasah nidhzomiyah yang lebih banyak memberikan ilmu nonagama. Mbah Hasyim kemudian wafat tahun 1947. Jadi 1899 sampai 1947.

Kemudian diganti ayah saya. Tahun 1950 harus menjadi menteri agama. Waktu itu ada dua jenis sekolah. Yang pertama 70 persen agama dan 30 persen umum, dan juga 70 persen umum 30 persen agama. Setelah Pak Wahid Hasyim tinggal di Jakarta diganti Pak Karim Hasyim, ini ayahnya Gus Cecep. Hanya setahun. Beliau mendirikan sekolah formal madrasah tsanawiyah. Kemudian mendirikan madrasah mualimin enam tahun.

Kemudian digantikan oleh Pak Kiai Ahmad Baidhowi. Beliau adalah ayah dari Mahlan Baidhowi, yang suka mengimami Maghrib. Beliau kakeknya Bu Aisyah Muhammad. Sampai tahun 1965 dipimpin oleh Pak Abdul Kholiq Hasyim. Beliau ini kalangan militer ikut PETA. dan ahli kanuragan. Di tahun 1964 atau 1965, ketika melawan PKI, orang-orang diisi, diberi ilmu untuk melawan PKI.

Pak Kholik Hasyim lebih memperkuat madrasah. Sehingga pendidikan ini, kelas musyawarah itu melimpah. Tetapi karena titik beratnya pada madrasah maka jadi terabaikan. Kemudian Pak Kholik memformalkan madrasah aliyah. Di sini kemudian Pak Kholik mengundang Pak Idris Kamali dari Empek, Cirebon. Sebenenarnya beliau adalah menantu Kiai Hasyim, tapi setelah istri beliau wafat, beliau pindah ke Cirebon. Oleh Kiai Kholik Hasyim diundang lagi ke Tebuireng. Dan di Tebuireng sampai tahun 1971-1972. Ini kiai yang sangat luar biasa. Beliau memilih sendiri murid. Paling setiap angkatan tidak sampai 20. Dan dites dulu oleh beliau.

Saya sebagai murid, kehidupan sehari hari, makan segala macam di urus Kiai Idris. Di antara murid beliau Pak Tolhah Hasan, Menteri Agama tahun 1999-2001, dan prof. Ali Musthafa Ya’kub. Pak Tolhah ini mengatakan Kiai Idris ini betul-betul alim. Jadi suatu hari Pak Tolhah dipanggil disuruh membersihkan kamar. Kiai Idris ini senang sekali dengan Kiai Tolhah untuk pinjam uang atau meminta bantuan. Ketika Pak Kiai Idris mengambil uang dari bawah kasur, Pak Tolhah penasaran berapa uang Kiai Idris. Ternyata tak ada uang di situ. Beliau jadi bingung. Kiai seperti itu sudah hampir tidak ada.

Kemudian Pak Kholik meninggal tahun 1965. Beberapa bulan menjelang 30S. Kemudian diganti Pak Yusuf Hasyim tahun 1965 sampai 2006. Pak Yusuf Hasyim ini menjadi anggota Laskar Hisbullah dilantik oleh Jepang. Jepang membantu Pak Wahid Hasyim ingin mendirikan tentara untuk dikirim ke Malaysia. Kemudian oleh Pak Wahid Hasyim diarahkan untuk melatih tentara dari santri dan Pak Ud ada di situ. Beliau termasuk berpangkat Letnan 1, sampai tahun 195-an. Beliau dituduh mengikuti DI/TII, jadi ada santri Tebuireng yang ikut DI/TII di Jawa Barat. Dia lari, ketahuan dan ditahan.

*Tulisan ini adalah transkip ceramah Gus Sholah dalam acara diklat II di Gedung Lembaga Diklat Pesantren Tebuireng, Jombang.