Prof. Masykuri Abdillah, Guru Besar Fikih Siyasah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta saat menyampaikan materi dalam Seminar Aktualisasi Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam Konteks Kenegaraan dan Kebangsaan di Pesantren Tebuireng pada Ahad (28/01/2018). (Foto: Kopi Ireng)

Tebuireng.online— Banyak pesan-pesan bijak yang disampaikan oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari di berbagai kitab yang ditulisnya. Dalam konteks kenegaraan dan kebangsaan, Hadratussyaikh banyak berpesan soal nasionalisme religius, persatuan, persaudaraan, persamaan, keadilan, kepahlawanan, sifat pengorbanan, dan jihad dengan dakwah.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Masykuri Abdillah pada seminar nasional “Aktualisasi Pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam Konteks Kenegaraan dan Kebangsaan” yang bertempat di Aula Gedung KH. M. Yusuf Hasyim Tebuireng pada Ahad (28/01/2018).

“KH. Hasyim Asy’ari sangat menekankan adanya nasionalisme, cinta tanah air. Dengan cinta tanah airnya itulah maka beliau sangat mendukung adanya jihad pada saat itu,” ungkap alumnus Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah (MASS) Tebuireng tahun 1977 itu.

Dalam kaitannya dengan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, ia menyampaikan kepada para hadirin dengan membacakan langsung kitab-kitab karya KH. Hasyim Asy’ari yang terkumpul dalam kitab kompilasi Irsyadus Syari’. Sesuai dengan tema seminar ini, Masykuri membacakan isi kitab mengenai kenegaraan dan kebangsaan khususnya etika sosial politik, nasionalisme dan jihad.

Dalam kitab tersebut, ia menemukan ada beberapa poin penting tentang pemikiran kenegeraan dan kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari, yaitu persatuan, persaudaraan, persamaan dan keadilan, kepahlawanan dan sifat pengorbanan

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Maksud dari persaudaraan ini, lanjutnya, KH Hasyim Asy’ari mengatakan orang yang berbeda dengan pun, harus diakui keberadaannya. “Ini adalah dasar adanya persatuan dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan berbangsa,” ungkap Guru Besar Fikih Siyasah atau Politik Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah itu.

Ia melanjutkan bahwa berjihad menurut Hadratussyaikh itu tidak harus dengan fisik. KH. Hasyim Asy’ari dalam kitabnya menyebutkan bahwa berdakwah adalah jihad, tetapi umat Islam juga wajib memerangi pihak lain yang lebih dulu memerangi umat Islam. Untuk itu, ia menganggap nasionalisme religius yang dibangun ini, tidak boleh berganti menjadi nasionalisme sekuler.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, salah  satu  pemikiran  Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang diteruskan oleh KH. Wahid Hasyim dan Gus Dur, yaitu untuk menjaga keutuhan NKRI dari Islam ekstrimisme. Pemikiran itu sekarang dilanjutkan dan diperjuangkan oleh KH. Salahuddin Wahid atau Gus Sholah dengan menjaga Islam Rahmatan il Alamiinn.

Berpindah topik, Masykuri menyinggung soal pemaknaan salafi yang sering disebut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab-kitabnya. “Yang menarik di sini yang kadang-kadang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan terutama bagi peneliti itu adalah istilah salafi. Karena beliau cukup banyak menggunakan istilah salafi di dalam bukunya, sampai-sampai menamakan pesantren ini adalah pesantren salafiyah,” tambahnya.

Masykuri menjelaskan, Salafi yang dikemukakan oleh KH. Hasyim Asy’ari itu sama dengan yang dikemukakan oleh Syaikh Ramadhan al Buthi. Salafi yang dipahami oleh KH. Hasyim Asy’ari dan Syaikh Ramadhan al Buthi itu merupakan fase yang oleh Rasulullah SAW disebut sebagai orang-orang Islam yang terbaik di dalam sejarah.

“Salafiyah itu bukan suatu mazhab. Akan tetapi hanya fase dalam perjalanan agama Islam. Memang sumbernya dari ilmu hadis. Kalau salafi yang kemudian sekarang dipakai oleh wahabi dan salafi itu memang memaknai ‘salafi’ hanya kepada Nabi dan sahabat,” terangnya.


Pewarta:            Nurul Fajriyah

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin