Ada perempuan memintal kuas, mencari curi warna pelangi untuk menghias takdirnya sendiri
air matanya cat paling mahal mewarnai kanvas kehidupannya yang sunyi
ia tersenyum sendiri menepuk telapak tangannya yang berantakan memisahkan kertas-kertas gambar dan merobek sedikit ujung bingkai
Katanya itu akan lebih indah
malam-malamnya pendek
tidurnya tak sempat meminta mimpi dan esok sudah pagi lagi
ia semakin mahir merakit luka dengan menyingkat waktu, melipat jarak di mana kenangan dan doa tak lagi satu seru
di keningnya dingin kecap ingatan yang tak pernah benar-benar berakhir
di dalam matanya masih hidup orang-orang yang memberinya bahagia sekaligus luka paling kaya
ia peluk lukisan tak utuh
ia hapus peluh seluruh
ia duduk menikmati kebingungan dan kecemasan yang tak bisa dirahasiakan lagi
harusnya sudah selesai
dan tak ada lagi luka dunia yang membuatnya hanya hapal warna putih abu dan merah
kelihatannya,
ia telah lelah menunggu langit usai hujan yang menjanjikan pelangi, tetapi dalam pelukku kubiarkan ia mengerti bahwa semua tak perlu lagi ia usir pergi
biar semua berjalan semestinya
berhenti getir
mencintai takdir.
Yogyakarta, Mei 2023
Oleh: Rara Zarary (Pegiat Komunitas Pesantren Perempuan)