KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) menjelaskan perkembangan pesantren di Indonesia dan bagaimana perannya dalam pengembangan kesehatan, Sabtu (9/3). Dalam seminar nasional Peran Pesantren dalam Pembangunan Kesehatan, di Pesantren Tebuireng. (Foto: Kopi Ireng / Bagas)

Oleh: KH. Salahuddin Wahid*

Saya ingin menyampaikan secara amat ringkas perkembangan pesantren di Indonesia. Pendidikan Islam dimulai hampir 1000 tahun lalu. Pesantren tertua yang masih ada sekarang adalah Pesantren Sidogiri Pasuruan yang berdiri pada 1740. Sekolah Belanda yang menjadi cikal bakal sekolah di Indonesia Islam berdiri pada 1840. Perkembangan pesantren tidak dibantu pemerintah Hindia Belanda bahkan dihambat. Sekolah Belanda tentu banyak dibantu pemerintah Hindia Belanda.

Setelah proklamasi kemerdekaan, sekolah Belanda beralih menjadi sekolah negeri. Sekolah swasta juga banyak didirikan terutama Sekolah Rakyat. Banyak anak dari keluarga pesantren yang belajar di sekolah negeri dan swasta. Pendidikan nasional berkembang dengan pesat. Sekolah negeri punya mutu yang baik karena gurunya adalah hasil didikan Belanda. Pesantren belum diperhatikan oleh Pemerintah? Peran pesantren mulai menurun tetapi para kiai dan santri tetap tekun dalam mengembangkan pesantren.

Pada 1951 Menteri Agama KH. A. Wahid Hasyim dan Menteri Dikbud Bahder Djohan membuat nota kesepahaman yang mengatur berdirinya madrasah dan membuat aturan untuk memberi pelajaran agama di sekolah negeri. Dualisme pendidikan di Indonesia yang sudah ada didalam kenyataan, kini diresmikan. Satu berkiblat ke Kemenag dan satu berkiblat ke Kemendikbud.


Pesantren mengalami kondisi jalan di tempat dalam waktu cukup lama bahkan sejumlah pesantren mengalami penurunan. Proses itu terjadi baik dalam jumlah maupun mutu. Kondisi pesantren semacam itu dikritik oleh BK saat menerima gelar Doktor HC dari IAIN. Beliau mengatakan bahwa pesantren diibaratkan seperti gudang yang apek karena tidak ada jendelanya. Menteri Agama KH. Saifuddin Zuhri menanggapi kritik itu dengan jawaban bahwa BK tidak bisa melihat dimana jendelanya, padahal jendelanya ada. Artinya tidak mudah bagi tokoh di luar pesantren untuk bisa memahami kekuatan dan kelemahan pesantren.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada akhir 1970-an jumlah pesantren mendekati 5.000. Pada akhir 1990-an jumlah pesantren mendekati 10.000. Pada akhir 2010-an jumlahnya mendekati 29.000. Ternyata selama 50-60 tahun terjadi proses yang tidak terlihat yang mendorong peningkatan jumlah pesantren. Mutu pesantren pun mulai meningkat.

Kini pesantren menjadi pilihan masyarakat di luar komunitas pesantren sebagai tempat belajar putra/i mereka. Banyak pesantren mempunyai sekolah dan madrasah yang baik. Bahkan sekitar 10 pesantren mempunyai universitas dan srkitar 100 pesantren nempunyai sekolah tinggi. Pesantren Tebuireng mendirikan Universitas Hasyim Asyari. Walaupun sekolah dan madrasah berinduk pada dua kementerian berbeda, ternyata kedua lembaga itu tidak bertentangan, bahkan saling melengkapi.


Kalau sekitar 60-70 tahun lalu kita bicara tentang pendidikan di Indonesia, maka asosiasi kita langsung teringat pada Taman Siswa, INS Kayutanam di Sumatera Barat dan Sekolah Willem Iskander di Sumatera Utara. Kini ketiga nama itu tersaingi oleh beberapa pesantren terkemuka di Indonesia.


Bapak dan Ibu yang saya hormati.
Pada pertengahan 1970-an Menteri Agama Prof Mukti Ali membuat program pembinaan pesantren dengan menyelenggarakan pendidikan kejuruan, tetapi kurang berhasil. Pada akhir 1970-an LP3ES membuat program pembinaan pesantren di Guluk-guluk, Cipasung, Pabelan, Tebuireng, dan lain-lain. Beberapa pesantren menerima penghargaan Kalpataru karena prestasi dalam melestarikan lingkungan alam. Bahkan beberapa tahun lalu sebuah pesantren di Lombok menerima Magsaysay Award untuk prestasi menghijaukan puluhan ribu lahan gersang.


Pada 1970-an Pemerintah memulai program KB. Program tersebut tidak berhasil karena mendapat penolakan dari para ulama. Lalu Pemerintah mohon dukungan kepada KH. Bisri Syansuri, Rais Aam Syuriyah PBNU. Beliau mendukung program KB dengan merujuk pendapat Imam al Ghazali yang membolehkan program tersebut demi kemaslahatan umat. Tentu yang diperbokehkan adalah program KB yamg sesuai dengan ketentuan agama Islam. Peran kiai pesantren amat besar dalam keberhasilan Program KB.


Potensi pesantren dalam bidang ekonomi juga menarik perhatian banyak pihak. Melihat sukses Pesantren Sidogiri dan beberapa pesantren dalam kegiatan ekonomi membuat BI dan OJK mendorong sejumlah pesantren untuk meningkatkan kegiatan ekonomi mereka yang sudah berjalan. Universitas Hasyim Asyari mengirim 35 sarjana yang baru diwisuda untuk magang di sebuah pabrik sederhana pengolahan buah kelapa menjadi produk yang lalu diekspor. Setelah itu mereka ditempatkan di 9 pesantren yang mendirikan pabrik pengolah buah kelapa dengan bantuan BI. Tetapi dibutuhkan kerja keras dan kesabaran dalam ikhtiar menggali potensi ekonomi pesantren.

Kelebihan pendidikan di pesantren ialah tersedianya waktu yang cukup banyak untuk memanfaatkan potensi santri dan ustadz. Pesantren Tebuireng melihat banyak potensi yang bisa digali untuk menumbuhkan minat dan bakat santri serta ustadz dalam berbagai bidang. Kami mendirikan Kumpulan Dai Tebuireng yang aktif menyelenggarakan lomba dakwah seluruh Jawa, Komunitas Photographi Tebuireng, dan Rumah Produksi Tebuireng yang memproduksi film cerita dan film pendek. Kami mendirikan Pustaka Tebuireng yang menerbitkan sekitar 25 buku setahun. Kami juga mendirikan Sentra kuliner yang melayani pemesanan makanan. Kami mendirikan BPR Syariah yang selama enam tahun terakhir menjadi bank terbaik dalam aspek ROE. Banyak pesantren lain juga melakukan hal yang sama.


Pesantren juga telah menghasilkan banyak sekali alumni yang berhasil menjadi orang yang berhasil dalam karier di berbagai bidang kehidupan, tidak hanya sebagai uatadz, kiai, dan juru dakwah. Ada yang berhasil menjadi penulis, penyair, aktor, sutradara, pengusaha, ilmuwan, eksekutif swasta maupun pemerintah, politisi, pejabat negara, menteri, bahkan presiden.

Bapak dan Ibu yang saya hormati,
Kini saya ingin menyinggung potensi pesantren dalam pembangunan sektor kesehatan. Pesantren Tebuireng telah lama menerapkan larangan merokok kepada santri dan guru. Kami selalu mengawasi supaya santri tidak merokok secara sembunyi-sembunyi. Kami memberi sanksi yang bersifat mendidik kepada santri yang merokok. Kami juga mengadakan kerja sama dengan Komnas Pengendalian Tembakau dalam sosialisasi bahaya merokok.

Di pesantren banyak ustadz dan ustadzah yang menjadi juru dakwah bagi masyarakat sekelilingnya. Mereka bisa dimanfaatkan untuk kampanye masalah kesehatan. Lomba dakwah oleh Kumpulan Dai Tebuireng bisa mengambil tema masalah kesehatan.

Kami sudah menjalankan program promosi kesehatan yang meliputi prolanis, bimbingan Unit Kesehatan Sekolah, Penyuluhan Kesehatan, Pelatihan Santri Husada, Pembinaan Kantin Sehat, Roan (Kerja bakti) kebersihan, Medical Check. Prolanis dilakukan satu bulan sekali untuk pasien kronis (senam, penyuluhan, pemeriksaan gratis). Penyuluhan kesehatan meliputi pembinaan kader juru basmi jentik, penyakit TBC, penyakit menular, penyuluhan demam berdarah dan kesehatan remaja. Pembinaan kantin sehat meliputi penyadaran untuk tidak menggunakan bahan pengawet, pemanis, perasa, dan pewarna.

Kami mendirikan klinik pada tahun 2008. Klinik ini selain melayani santri/siswa juga melayani masyarakat sekitar. Data tentang 10 penyakit yang paling bamyak diderita pasien di klinik pada 2918 ialah: ISPA (1744); GEA (542); Scabies (472); OF (342); Dermatitis (339); Gastritis (312); Tonsilitis (287); Dyspepsia (248); Vulnus (123); Clavus (111). Jumlah BOR pasien rawat inap pada saat libur antara 12-17% dan pada saat setelah libur diatas 40%, pada bulan lain sekitar 26-30%. 6 besar penyakit pasien rawat inap adalah typhoid fever (28); OF (27); GEA (20); Gastritis (19) Dyspepsia (10) dan Suspect DF (8).

Saat ini kami baru mulai membangun Rumah Sakit Hasyim Asyari bekerja sama dengan Dompet Dhuafa dengan kapasitas 100 tempat tidur. Diharapkan pada akhir 2019 RS tersebut sudah dapat beroperasi. Untuk pasien tidak mampu akan dibiayai oleh Dompet Dhuafa. Sejak 2013 kami bekerja sama dengan Persatuan Dokter Gizi dalam peningkatan dan pemantauan status gizi santri. Santri baru diukur tinggi badan dan ditimbang berat badan. Ternyata jumlah santri baru yang berat badannya dibawah standar di berbagai sekolah dan madrasah beragam, paling tinggi 12,5% dan paling rendah 3,2%. Yang berat badannya diatas standar juga tidak beda bsnyak. Tinggi dan berat badan yang diatas dan dibawah standar dipantau setiap bulan. Kami melakukan perbaikan menu gizi sesuai arahan dokter gizi. Kami memberikan pil anemia kepada santri yang membutuhkan.

Selain itu kami juga bekerja sama dalam Pelatihan Gizi (TOT) untuk meningkatkan peran Pesantren TBI sebagai Pusat Program Percepatan Perbaikan Gizi bagi pesantren lain di Jawa Timur. Pelatihan itu dilakukan di kabupaten Jombang, Nganjuk, Bojonegoro, Ponorogo, dan kota Surabaya. Kami juga melakukan penyuluhan gizi di beberapa sekolah Islam di Jombang. TOT ini bermanfaat karena banyak pesantren yang pengetahuan dan kesadarannya masih kurang tentang kesehatan khususnya masalah gizi.

Disamping itu mulai 2018 kami melakukan Program Pendampingan Balita di sekitar Pesantren TBI dalam kerja sama dengan LSPT. Sasarannya ialah Balita yang berat badannya dibawah garis merah. Pendampingan berupa pemberian makanan tambahan seperti susu, biskuit, dll yang diberikan setiap bulan. Selain itu dilakukan pengukuran BB dan TB serta pemeriksaan kesehatan. Saat ini ada 6 bayi yang ikut dalam program ini. Saya sampaikan kepada semua ustadz dan santru bahwa program ini ialah penerapan ajaran Islam seperti tercantum di dalam Surah al Maun.

Menurut pengalaman kami, tidak mudah untuk menyadarkan santri supaya makan sayur. Cukup banyak santri yang enggan sarapan sehingga mengantuk di sekolah. Sebagian santri sudah merokok sejak di rumah sehingga tidak ada jaminan bahwa setelah meninggalkan pessntren, mereka tidak merokok lagi. Tetapi kami yakin bahwa yang merokok lagi tidak terlalu banyak.

Kita melihat fakta bahwa tidak mudah bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dana BPJS yang tiap tahun makin meningkat. Kita juga melihat fakta bahwa program pencegahan penyakit masih perlu ditingkatkan. Berdasar uraian diatas tentang potensi pesantren, maka menurut saya pemerintah pusat (dalam hal inj Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama) serta pemerintah daerah perlu bekerja sama dengan pesantren dalam program promosi preventif bidang kesehatan.

Menurut kami, pesantren merupakan lembaga yang berpotensi untuk dijadikan mitra dalam mengkampanyekan kesadaran dalam upaya pencegahan penyakit. Tetapi tidak mudah untuk menggali potensi itu. Yang perlu mendapat perhatian ialah bagaimana cara yang efektif dalam menumbuhkan kesadaran itu. Peran psikolog dan ahli komunikasi dalam mengatasi masalah tersebut amat penting.

*Disampaikan dalam Seminar Nasional Peran Pesantren dalam Pembangunan Kesehatan, di Pesantren Tebuireng, Sabtu 9 Maret 2019.