kh amir jamiluddin
kh amir jamiluddin

Oleh: KH. Amir Jamiluddin*

أَلْحَمْدُ لِلهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، أَمَّا بَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، وَاتَّقُوْا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ،

Umat Islam yang dimuliakan Allah

Pertama, mari kita tingkatkan takwa kita kepada Allah. Dengan cara meningkatkan perintahnya menjauhi larangan-larangannya. Meninggalkan yang haram itu bagian dari jiwa kita. Membersihkan ibadah kita dari syirik itu diawali salah satunya dari makanan harus halal. Bagian dari takwa juga membersihkan hati dari penyakit-penyakit hati.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Meninggalkan perkara haram termasuk jalan untuk membersihkan penyakit hati. Di dalam Islam para fuqaha’ sudah mempunyai teori dalam menentukan halal dan haram, khususnya di dalam makanan.

Ada dua Imam besar, Al-Syafi’i dan Hanafi. Imam Syafi’i telah menentukan satu qaidah fiqhiyyah. Cara menentukan halal dalam makanan (math’umat) dan muamalah yakni menggunakan teori “Al-Ashlu fi al-Asya’ al-Ibahah, illa ma dalla dalilu ‘ala tahrimihi” yang berarti pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkan. Beliau berdalil dengan ayat:

هُوَ ٱلَّذِی خَلَقَ لَكُم مَّا فِی ٱلۡأَرۡضِ جَمِیعࣰا

“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu.” (QS Al-Baqarah: 29)

Jadi, ketika ada ayat Quran atau hadis yang menunjukkan bahwa makanan tersebut haram, baru makanan itu mendapat hukum haram. Contoh:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al-Baqarah: 173)

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْغُرَابُ وَالْحُدَيَّا وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ

“Aisyah RA, ia berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Ada lima macam binatang berbahaya yang boleh dibunuh di tanah haram, yaitu; tikus, kalajengking, ular, elang dan anjing gila.” (HR. Muslim)

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Rasulullah saw melarang (memakan) semua binatang buas yang bertaring, dan burung yang bercakar.” (HR. Muslim)

Kalau Imam kedua, Imam Hanafi berbeda. Beliau memegang kaidah “Al-Ashlu fil Asya’ Haram, illa ma dalla dalilu ‘ala halalilhi” yang berarti semua sesuatu itu haram dimakan, sampai ada dalil yang menghalalkan. Beliau berpegan pada ayat:

أَلَمۡ تَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ لَهُۥ مُلۡكُ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِۗ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِن وَلِیࣲّ وَلَا نَصِیرٍ

Tidakkah kamu tahu bahwa Allah memiliki kerajaan langit dan bumi? Dan tidak ada bagimu pelindung dan penolong selain Allah. (QS. Al-Baqarah: 107)

Konsekuensi dari perbedaan kaidah ini mengakibatkan perbedaan hukum pada hewan, misal Jerapah. Jerapah menurut Syafi’iyyah itu halal, namun menurut Hanafiyah itu haram.

Yang terpenting bagi kita adalah apapun yang kita makan itu memengaruhi ibadah, jiwa, dan hati kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga diri kita dari makanan-makanan diharamkam.

أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ،  مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسآءَ فَعَلَيْهَا وَمَارَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ مِنَ اْلأٓيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ


*Pengasuh Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang


Pentranskip: Yuniar Indra Yahya