tebuireng.online™– Pada hari libur, kebanyakan dari santri memilih melancong keluar pondok.Tapi tidak bagi para peserta Sekolah Menulis Jilid III Kelas Fiksi. Di Jum’at kedua ini mereka begitu semangat menggebu-gebu mengikuti materi. Tepat jam 09.00 WIB kemarin pagi (03/15), para peserta sudah berkumpul di Perpustakaan Ahmad Wahid Hasyim Gedung Yusuf Hasyim Lt 1.

Para santri yang merupakan santri-santriwati Pesantren Tebuireng, Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an dan sejumlah santri dari pondok-pondok sekitar seperti Pesantren Putri Walisongo dan Masruriyah dengan saksama mengikuti materi menulis cerpen di bawah bimbingan Md. Aminuddin dari Sirikit Writing School Surabaya.

Sebelum benar-benar praktek bebas tentang membuat cerpen pemateri mengulang kembali teori-teori minggu lalu tentang langkah-langkah menulis cerpen. Mulai dari ide, premis atau tema, setting, penokohan dan juga dialog. Peserta dituntun untuk membuat alur cerita yang mengalir dan cara memulai cerita yang menarik.

“Bagi saya paragraf pertama adalah penentu untuk diterbitkan disebuah media cetak. Maka, buatlah pembukaan yang bagus”, ungkap Mas Aminuddin. Dia menjelaskan cara membuat cerpen adalah dengan membuat paragraf pertama yang menarik rasa penasaran pembaca.

Menjawab pertanyaan para peserta tentang kriteria sebuah cerpen yang bisa diterima di media, Aminuddin memberikan beberapa saran. Mulai dari bagaimana membuat alur cerita yang menarik dan ide yang matang. Selain itu menurutnya kriteria fisik tulisan seperti ukuran tulisan, EYD yang sesuai, serta jumlah karakter seperti yang media tersebut minta juga mempengaruhi tingkat nilai kompetisi dalam sebuah karya cerpen.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Peserta menjadi semakin aktif saat pemateri memberikan waktu selama 15 menit untuk menulis cerpen. Tempat mencari imajinasi pun tak di batasi oleh pemateri sehingga para peserta memilih tempat yang menurut mereka nyaman dalam menulis sebuah cerpen yang bagus.

Tak cukup disitu saja, para peserta juga dipanggil secara acak untuk mempresentasikan karya mereka di depan kelas. “Jangan sekali-kali kalian membuka cerpen dengan suara braaak, bruuuuk, deeem dan lainnya karena pembaca sudah pasti paham tentang bunyi barang jatuh, bunyi jam dan bom”, pesan pemateri sebelum mengakhiri materi.

“Jum’at depan rencananya kedua kelas, fiksi dan non fiksi akan menjadi satu kelas di perpustakaan dengan materi “Buku Islam Populer” bersama Iqbal Dawami dari Jogja”, terang Septian Peribadi, Ketua Pelaksana Sekolah Menulis Jilid III.© (Ittaqi/abror)