Ketua MUI Medan, H. Mohammad Hatta saat memberikan sambutan atas nama rombongan pada Sabtu (26/08/2017). (Foto: Ibadillah)

Tebuireng.online— Sejumlah ulama yang merupakan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan bersilaturahmi ke Pesantren Tebuireng pada Sabtu (26/08/2017). Pertemuan dilaksanakan di Aula Bachir Ahmad Gedung KH. M. Yusuf Hasyim lantai 3. Selain bersilaturahmi, kunjungan ini adalah bagian dari tur studi banding MUI Medan ke berbagai tempat di Jawa Timur.

Rombongan yang tiba usai shalat Maghrib ini langsung disambut oleh Wakil Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz, Mudir bidang Pondok, H. Lukman Hakim, Kepala Pondok Putra Ustadz Iskandar, Wakil Kepala Pondok Putra Ustadz Slamet Habib, dan sejumlah pengurus pondok lainnya.

Ketua MUI Medan, H. Mohammad Hatta menjelaskan bahwa tujuan asal ke Pesantren Tebuireng hanya untuk berziarah ke makam Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dan Masyayikh Tebuireng lainnya. Namun, di luar dugaannya, Pesantren Tebuireng telah menyiapkan pertemuan untuk berdiskusi. “Saya sangat berterima kasih atas sambutan yang hangat ini dari Pesantren Tebuireng,” ungkapnya.

Dalam pertemuan itu, ia meminta kepada Pesantren Tebuireng agar mau berbagi tips dan cara mengelola pesantren sehingga terus berkembang dan dapat mempertahankan sistem halaqah, atau dalam bahasa pesantren disebut musyawarah dan bandongan yang nantinya bisa diterapkan di pondok pesantren yang ada di Sumatera Utara.

Wakil Pengasuh, KH. Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin mengucapkan selamat datang di Pesantren Tebuireng. Beliau mengatakan bahwa Pengasuh, KH. Salahuddin Wahid atau Gus Sholah tidak bisa ikut menyambut karena sedang berada di Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Gus Kikin menjelaskan bahwa perkembangan teknologi informasi (TI) sekarang ini turut serta merubah gaya hidup, sifat, budaya, tradisi, dan prilaku manusia. Beliau mengatakan peran MUI dalam masalah ini sangatlah strategis, yaitu untuk memilah mana dari TI itu yang manfaat dan mana yang mudarat, lalu menginformasikannya kepada masyarakat. Untuk itu beliau berharap agar MUI dapat terus mengikuti perkembangan TI, sehingga dapat memberikan fatwa yang tepat.

Mudir bidang Pondok, H. Lukman Hakim menjawab beberapa pertanyaan dari para pengurus MUI Medan terkait program pendidikan pesantren di Tebuireng, cara mempertahankan ciri khas kepesantrenan, dan perbedaannya dengan pesantren di Sumatera.

H. Lukman menjelaskan bahwa sebenarnya perbedaan antara pesantren di Jawa dan Sumetera hanya ada pada kulturnya saja. Kultur pesantren itulah yang menjadikan perkembangan dan pendirian pesantren di Jawa lebih pesat ketimbang di Sumatera, sehingga di Jawa lebih mudah mendirikan pesantren.

Terkait dengan pendidikan pesantren salaf dan formal, H. Lukman menjelaskan bahwa itu tergantung pada semangat pesantren masing-masing. “Namun, saya kira kalau kita bisa memadukan antara sistem salaf dan formal, tentu bisa lebih diminati oleh masyarakat,” ungkap H. Lukman. Beliau juga tidak menampik fakta bahwa fasilitas dan Sumber Daya Manusia (SDM) pengajar di pesantren tersebut sangat menentukan iklim pembelajaran.

Soal tradisi halaqah yang masih bertahan di Tebuireng, menurut H. Lukman, itu dikarenakan halaqah merupakan tradisi ulama sejak dahulu yang harus dipertahankan. “Halaqah itu bisa mempermudah ilmu masuk, karena itu, maka harus dipertahankan,” pungkas pemilik grosir pakaian an Nur tersebut.

Sebelum pertemuan, rombongan sempat ziarah ke Maqbarah Masyayikh Tebuireng. Rombongan meninggalkan Tebuireng pada sekitar pukul 19.15 WIB untuk mengunjungi beberapa pesantren lainnya guna studi banding.


Pewarta:            M. Abror Rosyidin

Editor/Publisher: MAR