tebuireng.online– Pertemuan Halaqoh BEM Pesantren se-Jawa Timur untuk kedua kalinya dilaksanakan. Tahun ini sesuai dengan Muktamar perdana di Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim (STAIL) Pesantren Hidayatullah Surabaya menjadi tuan rumah. Berbagai kegiatan pun digelar, salah satunya adalah seminar tentang “Peran Pemuda Pesantren dalam Menghadapi Tantangan Zaman” pada Minggu (07/02/16).
Acara dimulai tepat pukul 09.00 Wib di Aula Gedung STAIL Surabaya lantai 4 setelah lantunan ayat suci al-Qur’an oleh mahasiswa STAIL. Dua Narasumber dari latar belakang yang berbeda dihadirkan, yaitu Dr. KH. Musta`in Syafi`ie, M.Pdi, pakar tafsir kontemporer sekaligus Mudir Pondok Pesantren Madrasatul Qur`an Tebuireng dan dan Menachem Ali. M.A., dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair.
Acara seminar ini sebagai salah satu rundown kegiatan yang ada. Tujuan tentang digelarnya seminar tentang pemuda pesantren ini adalah untuk membahas apakah para pemuda pesantren mampu bersaing dalam menghadapi era globalisasi.
Inti dari sesuatu yang disampaiakan kedua narasumber adalah pemuda pesantren harus cakap dalam menguasai semua bidang ilmu. Tak hanya ilmu agama saja yang dikuasai, ilmu non agama pun perlu. Para peserta halaqoh antusias sekali mengikuti acara seminar ini. Terbukti ketika dibuka sesi pertanyaan, banyak dari mereka yang mengangkat tangan untuk bertanya kepada para narasumber.
Dalam pemaparannya Kiai Ta’in, panggilan akrab KH. Musta’in Syafi’ie, mengatakan bahwa pemuda pesantren harus berada dalam garda depan membela agama Islam. Dosen Tafsir Ma’had Aly Tebuireng ini, juga mengatakan bahwa Peran pemuda ditakar sesuai dengan zaman dimana mereka hidup, karena tuntutan setiap zaman pasti berubah dan berbeda dari era ke era.
Pak Menachem Ali menjelaskan bahwa pemuda pesanten dalam menyuguhkan peran di tengah-tengah masyarakat tidak harus dia jago mengaji dan membaca kitab, melainkan juga mampu menguasai ilmu lain yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Namun hal tersebut aganya tidak disepakati oleh Kiai Ta’in yang menyanggah pendapat pakar perbandingan agama semith, Kristen, Yahudi dan Islam tersebut.
Kiai Ta’in berpendapat jika seorang santri ingin belajar ilmu selain ilmu agama, harus pergi kemana ilmu tersebut berada. Pak Menachem Ali memberikan titik temu dua pendapat yang seakan berbeda tersebut. Pria yang jago Bahasa Ibrani dan Suriani tersebut menanggapi pernyataan Kiai Ta’in bahwa yang ia maksud adalah santri harus mampu menguasai ilmu selain ilmu agama, karena jika santri menguasai ilmu agama seperti ilmu akidah, ditambah ilmu lain akan memperkaya piranti-piranti dakwah Islam.
Pak Menachem Ali juga memberikan contoh konkrit hasil karya yang bermanfaat bagi dakwah Islam adalah tiga eksemplar al-Qur’an Bahasa Jawa yang ditulis pada tahun 1835 M pada masa Keraton Surakarta oleh dua orang abdi dalem bernama Mas Ngabehi Wiro Pustoko dan Ki Rono Suboyo. Adanya al-Qur’an ini tentunya mempermudah masyarakat awam
untuk belajar agama Islam. Kreatifitas seperti ini yang dibutuhkan pemuda pesantren memahami tuntutan zaman dalam berdakwah.
Acara ini selesai pukul 12.30 WIB, yang dilanjutkan dengan foto bareng bersama para narasumber dan semua peserta halaqoh. Selain acara ini nantinya akan diadakan beberapa acara seperti Bedah Novel dan Seminar Motivasi. (fatih/nana/abror)