Sumber gambar: https://ritaelfianis.com/pengertian-hukum-dan-tata-cara-khitan/

Assalamu’alaikum Wr Wb

Apa sajakah persyaratan sah dalam melakukan khitan?

Suandri Sanjaya Samosir, Jakarta Barat


Wa’alaikumsalam Wr Wb

Terima kasih kepada penanya, Bapak Suandri Sanjaya Samosir. Semoga Allah senantiasa memberikan limpahan rahmat dan rezeki kepada kita semua. Amiin yaa rabbal ‘alamiin. Adapun ulasan jawaban sebagai berikut:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Khitan merupakan bagian dari syari’at Nabi Ibrahim. Ia merupakan representasi dari jiwa pengorbanan dan sekaligus kebersihan atau kefitrahan manusia. Sebagaimana keterangan sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim sebagai berikut: “Fitrah itu ada lima; khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong kumis.”

Khitan secara etimologis ialah bentuk fiil madhi dari “khatana” yang memiliki makna memotong. Sedangkan secara terminologi menurut ulama fikih madzhab Syafi’i ialah memotong “kulfah”, kulit yang membungkus bagian ujung dzakar sehingga menjadi terbuka, khususnya bagi laki-laki. Sedangkan bagi perempuan ialah memotong bagian bawah kulit yang disebut nawat yang berada di bagian atas farj (kemaluan perempuan).

Lebih dari itu, khitan menurut pandangan ulama madzhab Syafi’i hukumnya wajib baik bagi laki-laki maupun perempuan. Sebagaimana pendapat ulama madzhab Hambali. Sedangkan menurut pendapat ulama madzhab Hanafi dan Maliki hukumnya sunnah bagi laki-laki dan dianjurkan bagi perempuan.

Lalu, apa saja persyaratan sah dalam melakukan khitan? Dalam kitab-kitab fikih tidak ditemui persyaratan sah dalam khitan secara eskplisit, akan tetapi terdapat cara dalam khitan tersendiri. Sebagaimana pendapat ulama madzhab Syafi’i, bahwasanya khitan itu wajib dilaksanakan setelah baligh (dewasa). Namun, pelaksanaannya juga sunah dilakukan pada saat bayi berumur tujuh hari dari kelahirannya, terkecuali keadaan bayi tersebut lemah yang dikhawatirkan akan berdampak buruk padanya, maka pelaksanaannya bisa ditunda sampai ia dewasa.

ويستحب عند الشافعية أن يكون الختان في اليوم السابع من ولادته، لما أخرجه البيهقي عن عائشة: « أن النبي صلّى الله عليه وسلم ختن الحسن والحسين يوم السابع من ولادتهما»

Menurut ulama madzhab Syafi’i disunnahkan melaksanakan khitan pada hari ke tujuh dari kelahiran bayi, sebagaimana hadis riwayat Imam Baihaqi dari Aisyah: sesungguhnya Nabi Saw mengkhitan Hasan dan Husain di hari ke tujuh dari hari kelahirannya.” (Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu juz 4 halaman 289)

Selain itu, disunahkan dalam mengkhitan bagi laki-laki adalah meliputi pangkal kuluf (kulit yang menutupi pucuk zakar sehingga tidak ada tersisa kulit yang tergantung). Atas dasar itu, maka mengkhitan laki-laki adalah memotong kulit kuluf yang menutupi pucuk zakar (hasyafah) sehingga tidak ada lagi kotoran yang berkumpul di bawahnya, dan manusia merasakan kebebasan dalam buang air. Sedangkan khitan bagi perempuan itu dengan memotong kulit yang menutupi bagian atas farjinya, di atas tempat masukanya zakar. Bentuknya seperti jengger ayam jantan. Yang wajib dipotong adalah kulit bagian atasnya tanpa mencabutnya (tanpa menghilangkan semuanya).

Sekian jawaban singkat kami. Semoga dengan melaksanakan anjuran agama seperti khitan ini dapat menambah kesempurnaan dalam beragama. Bahkan, khitan tersendiri memiliki banyak manfaat, misalnya lebih mudah membersihkan kotoran di kemaluan, mengurangi resiko infeksi bekas air kencing, dan lain-lain.

Wallahu ‘alam bisshawab.


*oleh Ustad Zaenal Karomi, Pesantren Tebuireng.