Sumber foto: http://mucizedualarim.blogspot.co.id/2017/06/kaside-i-burde-ask.html

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya”. (Q.S Ali Imron: 185).

Perlu disadari bahwa hidup hanyalah sementara.  Setelah kehidupan di dunia akan ada kehidupan kedua di akhirat yang kekal.  Tidak sedikit dari manusia yang terlalu memikirkan urusan dunia daripada urusan akhirat,  sehingga menyebabkan lalai ibadah, dan lebih mementingkan pekerjaan lainnya. Sebaiknya kita sebagai manusia memahami bagaimana cara untuk menyeimbangkan keduanya. Ingatlah bahwasanya kita semua diciptakan untuk kembali kepada Yang Maha Menciptakan.

Imam Al-Ghazali mengatakan: “Sebaik-baik manusia adalah jika mengingat kematian dengan hati yang sibuk,  tidak tampak bekas (kesibukan) di dalam hatinya.  Dengan cara mengosongkan hatinya dari yang selain (mengingat kematian) itu dan merenungkannya.  Sebagaimana dia memikirkan perjalanan yang direncanakan di darat atau di laut,  (tapi lebih unggul mengingat kematian) karena yang menguasai hati adalah merenungkan kematian dan mempersiapkan untuk menghadapinya. “

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menjalankan hidup bukan semata-mata untuk kesenangan dunia saja,  tidak hanya untuk kepuasan yang bersifat sementara,  dan tidak pula untuk sekedar berhura-hura.  Akan tetapi bagaimana kita beramal saleh sebagai bekal di akhirat nanti dan tidak tergoda dengan tipu daya dunia yang hanya bersifat sesaat.  Karena amal kita yang akan dibawa dan dipertanggung jawabkan, bukan rumah mewah, kendaraan mahal, berhektar-hektar tanah, ataupun jabatan tinggi yang akan mengiringi kita ke akhirat nanti.

Dalam kitab La Tahzan dijelaskan bahwa orang yang paling berakal adalah yang senantiasa melakukan sesuatu untuk akhirat dengan keyakinan bahwa akhirat itu lebih baik dan kekal abadi. Sebaliknya,  manusia yang paling bodoh di dunia adalah mereka yang memandang dunia ini sebagai segalanya: tempat dan tujuan akhir dari semua harapan. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak manusia yang tampak gelisah ketika menghadapi persoalan yang bersifat duniawi  menyedihkan, merugikan, ataupun menyakitkan.

Padahal apabila kita mampu merubah kerugian tersebut menjadi keuntungan,  menjadikan setiap musibah yang terjadi sebagai nikmat yang dihadiahkan Allah kepada kita supaya sabar dan kuat.  Maka ingatlah pada surga yang seluas langit dan bumi yang akan menjadi rumah abadi dan memberikan kesenangan yang sempurna,  kegembiraan yang agung,  dan semerbak wangi yang membuai hidung. Maka dari itu, marilah untuk selalu berbuat kebaikan, beriman dan bertakwa menuju surga Allah,  dan bertemu dengan-Nya.

Allah SWT berfirman

سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

“Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” QS Ar-Ra’d : 24.

Wallahua’lam.


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.