BERAGAMA BERMUARA PADA AKHLAK
Pada zaman Nabi, Islam berwajah akhlak dan personifikasinya begitu kuat dalam diri Nabi. Porsi terbesar dalam keseluruhan kerasulan Nabi Muhammad adalah akhlak itu sendiri. Karena, “perubahan akhlak merupakan orientasi dan misi diutusku”, kata Nabi. Makanya, wajah Islam di era Nabi memantik magnet yang luar biasa. Meluluh lantakkan watak sekeras seperti Umar ibn al-Khattab.
Demikisn cepat berkembang dan rentang waktu 23 tahun merambah ke mana mana. Mestinya, “titik tolak akhlak itulah manhaj al-fikr dalam memahami Islam dan akhlak pula yang menjadi inti kita beragama”, ujar Yai Kak dalam peringatan maulud Nabi di orda pesantren Tebuireng, IKSMA. “Lihatlah, bagaimana Islam ba’da Nabi, orientasi dan misi akhlak perlahan lahan semakin meredup. Politik di internal Islam menyita perhatian begitu besar, berikut disusul konflik aqidah. Ditambah lagi, umat Islam dinina bobokkan oleh saling beradu klaim dan pro dan kontra soal filsafat. Tak terelakan lahirlah fanatisme madzhab dan secara bersamaan masuklah serangan dari, jatuhlah Islam”, urai Yai Ka’.
Bisa dimengerti, jika dalam beragama Yai Ka’ tak bergemuruh, jauh dari hingar bingar formalisme dan menghindar dari mujadalah yang tak perlu. Karena Islam beliau berorientasi pada laku akhlak, bagaimana Islam dijalankan. Bukan bagaimana Islam menjadi konsumsi sport intelektual, tema diskusi dan melulu diusung sebagai diskursus yang nyaring disuarakan. Bahkan, demikian kencangnya hiruk pikuk dan menderu deru suara politisasi Islam yang dihela. Padahal, justru ketika akhlak direntang sebagai orientasi dan misi itulah aroma kebesaran Islam semerbak.
Tak kalah menarik, kajian sejarah Islam yang semula lebih berorintasi kepada politik dan kekuasaan, belakangan kalangan peminat kajian Islam di Barat mengalihkan atau mengambil porsi kian besar kepada “Islam akhlak”. Rasanya–seperti uraian Karen Amstrong dalam “Muhammad : S Biography of the Prophet”–layak disebut figur seperti Gibb, Corbin, Schimmel, Hogson dan Smith. Justru Michel H Heart lewat “The 100 : A Ranking of the Most Influntial Person in History” mentahbiskan Nabi Muhammad sebagai sosok nomor satu paling berpengaruh di dunia mengungguli 100 tokoh ternama. Ya, tak luput dari akhlak Nabi Nuhammad faktornya.
(Catatan: H. Cholidy Ibhar santri Tebuireng angkatan 1970-1980. Kini menjadi Dosen di IAINU dan Direktur Local Govermen Reseach dan Consulting, tinggal di Kebumen Jawa Tengah)