Tiga Hal Ini hanya Diberikan Allah kepada Orang yang Dicintai-Nya
ilustrasi hamba dicintai Allah

Rubrik ini diasuh oleh KH. Muthohharun Afif, alumni Tebuireng yang saat ini mengasuh Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin dan Al-Amin Mojokerto. Ketika di Tebuireng, beliau menjadi salah satu murid KH. Idris Kamali dan KH. Shobari. Tulisan ini merupakan hasil serapan dari apa yang beliau sampaikan ketika ngaji kitab Nasaih al-‘Ibad. 

Maqalah ke-39

وَعَنْ بَعْضِ الْحُكَمَاءِ أَنَّهُ قَالَ: ثَلَاثٌ مِنْ كُنُزِ اللهِ تَعَالَى لَا يُعْطِيْهَا اللهُ اِلَّا مَنْ أّحَبَّهُ: الْفَقْرُ، وَالْمَرَضُ، وَالصَّبْرُ

Beberapa ahli hikmah berkata, “Tiga perkara yang disimpan oleh Allah, yang tidak diberikan kepada hamba-Nya, kecuali yang dicintai-Nya; Kefakiran, Sakit, dan Kesabaran.”

Hamba yang dicintai oleh Allah pasti akan mendapat tiga hal tersebut. Ketiga hal tersebut semuanya bermuara pada satu kata, yakni ridha. Ridha itu ada yang menerima terhadap perbuatan Allah (lil qadha) dan Ridho kepada al-maqdhi (apa yang ditetapkan) seperti sakit. Orang yang mendekatkan diri kepada Allah ketika ada kefakiran, penyakit, dan kesabaran pasti menganggap sebuah kesempatan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Mereka tidak menganggap fakir dapat menurunkan derajat, justru mereka takut kaya, karena mungkin saja itu sebuah istidraj dan jauh dari dicintai Allah. Sebagaimana firman Allah:

وَٱلَّذِینَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔایَـٰتِنَا سَنَسۡتَدۡرِجُهُم مِّنۡ حَیۡثُ لَا یَعۡلَمُونَ

Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami biarkan mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. (Surat Al-A’raf: 182)

Begitupun ketika sakit, entah nanti seseorang merasa ada yang sakit di bagian telinga, hidung, qubul, atau dubur. Mendapat hal itu, ia merasa senang sebab masih diingat oleh Allah. Sebab segala sesuatu baik enak atau tidak adalah keputusan Allah. Kata Al-Ghazali al-Syakir Huwa al-Sabir, al-Sabir Huwa al-Syakir (ahli syukur itu adalah ahli sabar, ahli sabar juga ahli syukur). Tidak bisa melaksanakan kesabaran kecuali melaksanakan syukur, begitu pula tidak ada syukur tanpa melaksanakan kesabaran.

Maqalah ke-40

وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا حِيْنَ سُئِلَ: مَا خَيْرُ الْاَيَّامِ؟ وَمَا خَيْرُ الشُّهُوْرِ؟ وَمَا خَيْرُ الاَعْمَالِ؟ فَقَالَ: خَيْرُ الاَيَّامِ يَوْمُ الْجُمْعَةِ، وَخَيْرُ الشُّهُوْرِ شَهْرُ رَمَضَانَ، وَخَيْرُ الاَعْمَالِ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ لِوَقْتِهَا

Dari Ibn Abbad RA ketika dia ditanya mengenai hari apa yang paling baik, bulan apa yang paling baik, dan amal apa yang paling baik?. Ia menjawab bahwa hari yang paling baik adalah hari Jum’at, bulan yang paling baik adalah bulan Ramadan, dan Amal yang paling baik adalah shalat maktubah tepat waktu.

Hari Jum’at merupakan inti dari pada hari-hari yang diberikan kepada umat Muhammad. Kaum Yahudi dulu diberikan hari istimewa oleh Allah adalah hari Sabtu. Hal itu telah ditetapkan sejak zaman Nabi Musa.

Ketika itu, kaum Bani Israil tinggal di Ailah. Di dekat tempat tinggal kaum Bani Israil terdapat tepi laut. Di wilayah ini berkumpul ikan dalam jumlah yang banyak. Anehnya, ikan-ikan tersebut terlihat pada hari Jumat dan hari Sabtu. Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan kaum Bani Israil. Padahal mereka dilarang bekerja di hari Sabtu. Sabtu adalah hari khusus yang digunakan untuk beribadah.

Mereka mulai tergoda dengan ikan yang ada di tepi laut itu. Mereka tidak sadar bahwa Allah sedang menguji mereka. Allah menguji seberapa besar keteguhan mereka pada ajaran Nabi Musa dan Nabi Daud. Akhirnya, mereka tidak peduli dengan larangan bekerja pada hari Sabtu. Mereka menangkap ikan pada hari itu. mereka sangat senang karena hasil tangkapan ikannya cukup banyak. Kaum Bani Israil sibuk mengumpulkan harta.

Meskipun demikian, sebagian dari mereka masih ada yang menaati larangan bekerja pada hari Sabtu. Mereka menasihati golongan yang ingkar terhadap perintah Nabi Musa. Namun, golongan yang ingkar tetap tidak mengindahkannya. Bahkan, mereka ingin membagi wilayah menjadi dua bagian dengan mendirikan tembok pemisah.

Kekayaaan mereka bertambah banyak. Perbuatan maksiat di antara mereka makin menjadi-jadi. Golongan yang masih taat terus berusaha menasihati mereka. Namun, mereka tidak memperdulikannya. Hal itu berlangsung sampai beberapa saat.

Kemudian, Allah menimpakan azab kepada mereka. Kaum Bani Israil yang menangkap ikan pada hari sabtu dikutuk oleh Allah. Wajah mereka berubah menjadi kera.

Peristiwa ini terdapat dalam Al-Quran:

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ

“Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, Jadilah kamu kera yang hina.” (QS. Al- Baqarah : 65).

Sementara bulan yang mulai bagi umat Muhammad adalah bulan Ramadhan. Al-Warraq (guru Al-Ghazali) mengatakan bahwa Rajab itu bulan menanam, Sya’ban juga bulan menyiram, dan Ramadan itu bulan panen. Dan amal yang paling istimewa bagi umat Muhammad adalah ketika shalat lima waktu. Kalau ada muslim yang shalatnya yang sembrono, maka sulit kehidupannya. Di akhirat nanti, shalat wajib itu adalah amal yang dipertanggung jawabkan, dan yang sunnah itu amal yang digunakan untuk menambal.

Lain halnya dengan Ibn Abbas, Ali ibn Abi Thalib punya jawaban sendiri ketika ditanya tentang tiga hal tersebut. Amal yang paling istimewa itu adalah amal yang diterima oleh Allah, baik sedikit atau banyak. Bulan yang paling baik itu adalah bulan orang yang bertaubat kepada Allah dengan tubat nasuha. Dan hari yang paling baik itu adalah hari seseorang meninggalkan dunia dengan nikmat iman dan Islam.

Kunci utamanya menurut Ali adalah satu, yakni iman kepada Allah. Orang yang sekarang beriman tidak boleh menghina orang kafir. Karena bisa saja orang kafir setelah itu iman, dan dia menjadi kafir. Orang mukmin itu tidak boleh merasa aman. Seperti iblis yang hidup selama 8000 tahun bersama malaikat. Tapi karena tidak menuruti perintah Allah dia menjadi ingkar kepada Allah.

Imam Sufyan Tsauri itu menangis terus setiap malam. Ditanya apa karena dosa? Dosa itu bagi Allah ringan diampuni. Tapi aku takut imanku dicabut oleh Allah. Jadi kita harus bersyukur kita diberi iman. Maka dari itu ungkapan yang paling disenangi Allah adalah menyukuri keimanan,

الحَمْدُ للهِ اَنْعَمَ عَلَيْنَا وَهَدَانَا عَلَي نِعْمَةِ الْاِسْلَامِ

Mengapa iman perlu disyukuri terus menerus? Karena iman yang terletak di hati itu bisa saja dibolak-balikkan oleh Allah. Bahkan dalam suatu hadis:

روى مسلم عن عبد الله بن عمرو بن العاص أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:  إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian “jari” Allah Yang Maha Pemurah. Allah akan memalingkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah berdoa; “Ya Allah, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!”

Baca Juga: Nashaihul Ibad (5); Dokter Hati adalah Para Wali Allah


Pentranskip: Yuniar Indra