Mantan Mendikbud, Mohammad Nuh menjelaskan tentang pemikiran KH Salahuddin dalam launching buku baru beliau, “Memadukan Keislaman dan Keindonesian, Esai-esai Kebangsaan” di The Alana Surabaya Hotel pada Ahad (22/10/2017). (foto: Masnun)

Tebuireng.online– Acara Launching Buku dan Bedah Pemikiran Dr. (HC). Ir. KH. Salahuddin Wahid “Memadukan Keislaman dan Keindonesiaa, Esai-esai Kebangsan” banyak mendapat apresiasi. Acara yang diadakan oleh Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (Ikapete) dan Pustaka Tebuireng itu, dihadiri beberapa tokoh nasional yang menjadi pembicara.

Sebut saja mantan Mendikbud 2009-2014, Prof. Dr. Mohammad Nuh, Dea, CEO Jawa Pos Dahlan Iskan, Irjen Kemenag RI Prof. Dr. H. Nurkholis Setiawan MA,  Guru Besar Farmasi dan mantan Rektor Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. H. Fasichul Lisan, Apt., di Hotel Alena Room Cendana Ketintang Surabaya, Ahad (22/10/2017).

Dalam penyampaiannya, Prof Nuh mengutarakan bahwa Gus Sholah merupakan sosok yang termasuk pada level “Ethical Mind”, yakni pola pikirnya berdasarkan etika. Menurutnya, ada banyak tingkatan pola berpikir seseorang dan Gus Sholah pada tingkatan tertinggi.

“Gus Sholah mindset-nya pada level tertinggi yaitu level kelima. Level pertama yaitu Discipline Mind artinya dalam kehidupan ia hanya mempunyai pemikiran hanya pada satu disiplin saja. Kedua, Synthesizing Mind menggunakan pendekatan antara satu disiplin dengan disiplin lain. Ketiga, Creative Mind pola pikir yang menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang baru pasti menimbulkan konflik. Keempat, Respectful Mind pola pikir menghormati perbedaan itu belum cukup juga. Bagamana saya menghormati tapi ada di pihak lain menjadi provokator. Kelima, Etical Mind, yaitu Pola pikir yang didasarkan ethika,” ungkapnya.

Lanjutnya, pemikiran seseorang dipengaruhi oleh tiga hal yakni logika etika dan estetika. “Karena dalam kehidupan selain ada kebenaran juga ada kebaikan juga keindahan. Begitu juga dengan pejabat publik jika hanya mengandalkan logika maka tidak akan (ada) kebijakan,” imbuhnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Terkait buku Gus Sholah yang berisi tentang Memadukan Keindonesiaan dan keislaman. Prof Nuh menjelaskan bahwa arti perpaduan itu bisa dimaknai hanya sekedar ditumpuk atau bleanded (diaduk) antara keindonesiaan dan keislaman itu. “Kalau hanya ditumpuk ya akan mudah terpisah. Dunia sekarang itu konvergensi yang berasal dari berbagai perpaduan,” terangnya.

Hal itu juga selaras dengan yang disampaikan oleh Guru Besar Farmasi dan mantan Rektor Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. H. Fasichul Lisan, Apt. bahwa konvergensi keislaman dan keindonesiaan harus dirawat. “Konvergensi keislaman dan keindonesiaan harus dirawat dengan pendidikan. Oleh karena itu kita bersatu untuk menjaga pancasila dan pendidikan yang bermutu,” ungka tokoh Muhammadiyah itu.

Sedangkan Irjen Kemeng RI Prof. Dr. H. Nurkholis Setiawan MA menambahkan bahwa Gus Sholah adalah sosok yang telah mengenal dirinya sendiri. “Disamping orang yang sudah mengenal dirinya. Saya melihat ada kegelisahan yang luar biasa baik sosial maupun politik pada Gus Sholah ketika melihat kondisi bangsa saat ini. Wajib meneladani ketokohannya, kearifannya,” ujar alumnus Pesantren Tebuireng sejak bangku MTs hingga MA tersebut.

Untuk diketahui, acara tersebut dipandu oleh H. Mas’ud Adnan, M.Si, Direktur BBS TV, Harian Bangsa, dan Bangsaonline. Hadir pula pada kesempatan tersebut Bu Nyai Hj. Faridah Salahuddin Wahid, Ketua Ikapete Pusat, Ainur Rofiq, Bupati Trenggalek Emil Dardak, Prof. Dr. KH Ridwan Nasir, M.A., Dr. KH. Muhammad, sejumlah tokoh lainnya dan para alumni Pesantren Tebuireng.


Pewarta:             Rif’atuz Zuhro

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin