Buku Wasathiyyah, Moderasi Beragama dalam Pandangan M. Quraish Shihab

Wasathiyah atau moderasi beragama sudah menjadi kepentingan seluruh umat beragama di negeri ini. Kemajumukan kehidupan berbangsa yang telah terjalin harmonis selama ratusan tahun, akhir-akhir ini seakan terusik oleh kejadian-kejadian yang menodai keharmonisan tersebut.

Banyaknya pemikiran dan pemahaman-pemahaman ekstrem yang telah masuk ke negeri ini tentunya menjadi ancaman bagi keberlangsungan kehidupan beragama yang selama ini telah terjalin dengan indahnya. Konflik dengan latar belakang agama memang menjadi suatu ancaman terbesar bagi kesatuan bangsa.

Di mana pun dan kapan pun, agama memiliki muatan emosi dan subjektivitas tinggi sehingga selalu memunculkan ikatan emosional yang besar. Bagi yang fanatik buta terhadapnya, agama merupakan suatu benda keramat dan angker yang kaku tanpa bisa dilenturkan. Agama yang harusnya membawa dan menuntun umatnya untuk kehidupan yang tentram, karena fanatisme ekstrem ini justru malah menyebabkan pertengkaran diantara mereka. Perbedaan tafsir yang tidak disikapi dengan bijak menjadi awal kemunculan konflik ini.

Daya rusak akibat konflik perbedaan pemahaman agama  tentu sangat kuat, karena dibelakangnya melibatkan emosi yang sangat dalam pada diri manusia. Kiranya sudah cukup banyak pengalaman pahit negara lain yang kehidupan sosialnya pirak poranda dan bahkan negaranya terancam bubar karena konflik keberagamaan ini. Oleh karena itu, moderasi atau wasathiyah merupakan suatu konsep yang paling tidak dapat meredam emosi keberagaman yang timbul karena perbedaan-perbedaan tadi.

Wasathiyah atau moderasi sebenarnya bukan barang yang baru dalam Islam. Semua orang Islam pun mengakui pentingnya wasathiyah atau moderasi ini, karena memang wasathiyah inilah yang digunakan Allah untuk menggambarkan ciri dari umat Islam sebagaimana yang tersebut dalam al-Quran.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Namun makna wasathiyah yang sangat luas ini kemudian menimbulkan semacam kekaburan makna, sehingga baik yang ekstrem dalam praktik agamanya maupun yang terlalu menggampangkan agama, sama-sama mengakui bahwa diri mereka telah menerapkan moderasi ini. Padahal keduanya sangat jauh dari apa yang dikatakan beragama secara ideal sebagaimana yang dimaksudkan dari moderasi ini.

Hal inilah yang melatarbelakangi cendekiawan muslim Indonesia, M. Quraish Shihab untuk mengupas mengenai wasathiyah atau moderasi. Melalui keluasan ilmunya, M. Quraish Shihab dengan teliti dan detail menjabarkan aspek-aspek yang terkandung dalam konsep wasathiyah.

Melalui buku yang berjudul “Wasathiyah, Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama” ini, M. Quraish Shihab mengajak kita para pembaca untuk mengenali wasathiyah dari segi filsafat keilmuan sehingga menghasilkan pemahaman yang sedalam-dalam mengenai hakikat makna dari kata ini.

Kepakaran M. Quraish Shihab dalam bidang tafsir menjadikan warna tersendiri yang khas dalam setiap tinjauan-tinjauannya mengenai hakikat dari makna dari wasathiyah. Mengenai kata wasathiyah dalam konteks moderasi beragama sendiri, banyak para pakar yang menghubungkannya dengan surat al-Baqarah ayat 143.

Dalam memaknai ayat ini, M. Quraish Shihab tampaknya juga tengah mempraktekkan wasathiyah dengan mengutip pendapat dari Ibnu Jarir al-Thabari dan Fakhrudin al-Razi. Al-Thabari yang bergelar mahaguru para penafsir dengan karyanya yang berjudul Jāmiʻul Bayān fi Tafsīr al-Qur’ān merupakan rujukan utama para mufassir yang menaruh perhatian besar terhadap tafsir bi al-maʼṣur.

Karya ini disebut-sebut sebagai buku tafsir paling besar dan luas yang belum pernah ada yang menyamainya dalam memaknai Al-Quran dengan Al-Quran atau berdasarkan keterangan Nabi dan riwayat-riwayat yang sahih tentangnya. Sementara Fakhrudin al-Razi dengan karya yang berjudul Mafātiḥ al-Gaib menjadi rujukan bagi aliran tafsir yang memaknai ayat Al-Quran dengan pendapat ilmiah yang bukan dari Al-Quran sendiri atau dari riwayat Nabi, yang disebut dengan tafsir bi al-ra’yi.

Kedua aliran tafsir inilah yang sering dihadapkan untuk saling dipertentangkan dalam sejarah panjang mengenai penafsiran Al-Quran. Setelah menghadirkan pendapat-pendapat tersebut kemudian M. Quraish Shihab dapat menyimpulkan bahwa wasathiyah adalah keseimbangan dalam segala persoalan hidup duniawi dan ukhrawi, yang selalu harus disertai upaya menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan kondisi objektif yang sedang dialami. (hal. 43)

Setelah menyimpulkan apa yang disebut wasathiyah M. Quraish Shihab menguraikan gambaran wasathiyah ini dari berbagai aspek. Analisa wasathiyah dari berbagai aspek menjadi pembahasan paling luas dalam buku ini sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami hakikat dari wasathiyah dengan seutuhnya. Selain menjabarkan dengan detail dan teliti mengenai hakikat dari wasathiyah, M. Quraish Shihab juga menjelaskan mengenai mengapa wasathiyah ini penting dan bagaimana penerapannya dan upaya-upaya untuk mewujudkannya. Secara singkat kemudian beliau menuturkan dalam penutupnya bahwa wasathiyah ini tidak dapat terwujud tanpa ilmu pengetahuan, kebajikan dan keseimbangan.

Baca Juga: Silang Pendapat Makna Radikalisme

Judul buku      : Wasathiyah, Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama

Penulis             : M. Quraish Shihab

Penerbit           : Lentera Hati

Tahun              : 2019

Tebal               : 204 halaman

ISBN               : 978-602-7720-94-7

Peresensi         : Alfan Maghfuri