Oleh: Nurika Alifah Lathiif*

“Buta awam naluri dunia, mendengar surga layak teater, belaka penuh drama
Derita apa terpikirkan sang pendosa, jika malamnya selalu terjaga
Mengingat kesepian hatinya.”
…….

Akhir-akhir ini maraknya desas desus wabah flu burung sampai ke kampung Maling Mati. Pagi itu, kehebohan terjadi setelah rutinitas Pak Jalal menyapa ayam-ayamnya. Orang-orang berhamburan keluar rumah menyaksikan Pak Jalal berteriak-teriak histeris seperti orang kesurupan. Beberapa warga memasang mimik heran melihat pemandangan itu. Sebagian lainnya berbisik mengira Pak Jalal sedang depresi karena cintanya ditolak Robiah (anak Pak RT) yang kesekian kalinya. Robiah merupakan kembang desa dikampung itu. Sudah menjadi rahasia umum, mereka semua menganggap perjuangan Pak Jalal kebalikan dari kisah Zulaikha mengejar cinta Yusuf, namun naasnya syahid ditengah jalan.

Mereka diam menyaksikan seolah-olah tontonan gratis atraksi seni tari jaranan. Sambil terus berteriak histeris kesetaanan, mulut minimalis Pak Jalal bersuara “Dan anugerah Tuhan mana lagi yang akan akan aku sia-siakan?…..” serangkaian kata itu diulang bagai dzikir pagi. Anak-anak yang berlari-larian turut menyaksikan menyoraki Pak Jalal.

“Jalal Patah Hati…….Jalal Patah  Hati….Ditolak cinta Robiah…”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dari arus berlawanan  manusia sok tampil paling gagah memecah kerumunan, dia Udin, sang juara pembuat masalah di kampung Maling Mati.

            “Demi apa…kamu merusak pagiku dan mereka dengan atraksi konyolmu ditegah jalan pak…” pertanyaan sekaligus pernyataan disiramkan kepada Pak Jalal. Membasahi suasana riuh sebelumnya menjadi hening seketika.

            Sadar  dengan  dihujani pernyataan berkedok pertanyaan dari Udin, Pak Jalal menghentikan aksinya, “Mohon maaf, aku tidak menganggu mereka. Mungkin mereka ingin menyaksikan aksi kaget atas kematian ayam-ayam kesayanganku, yang rasanya lebih sakit dari cintaku yang ditolak Robiah, nyatanya mereka senang sampai ada yang ikut sorak sorak serasa meramaikan agustusan. Mungkin aku tadi ngga sengaja shodaqoh.” Jawabnya cengengesan.

            Udin sang raja pembuat masalah terpancing umpan Pak Jalal, “Kematian ayammu itu hal sepele pak, dan itu bukan masalah dan tidak usah membuat ribut sekampung. Dan apa hubungan nya dengan shodaqoh?”

Para penonton diam tanda tak mengerti, mereka meyaksikan dengan begitu khidmat dialog bukan debat pemilu Pak Jalal bersama Udin. Pak RW yang baru datang belakangan segera menuju pusat perhatian dan berusaha membubarkan keramaian itu.

            “Sebenarnya apa yang terjadi, apa untungnya mauidoh hasanah di sini, lebih manfaat lagi mending saya buatkan panggung sekalian untuk acara isro’ miroj, agar tertata rapi enak dilihat.”

            “Saya tidak mencari keuntungan pak RW, kalo dihitung-hitung hilang nanti usaha ikhlas saya. Mohon maaf sebelumnya, saya tidak niat mengganggu. Saya hanya kaget secepat inikah ayam-ayam meninggalkan tuannya sendiri. Ekspresi kaget saya mungkin lucu makanya mereka sampai sorak-sorak bergembira pak. Dan memang Allah tidak ingkar dengan firmanya inna ma’al’usri yusro , dibalik kesulitan ada kemudahan. Mungkin adanya ayam-ayam itu  Allah cemburu kepada saya pak. Makanya saya di kasih anugerah ayam-ayam saya mati dan diajari shodaqoh dengan aksi konyol saya ini. Justru itu saya senang kalo mereka tersenyum sampai sorak sorak bergembira kaya tadi. Coba kalo pak RW yang ditinggal pas lagi sayang sayangnya? Sakit ngga pak?”

Pak Jalal cekikian. Pak RW mesam-mesem kebaperan. Udin mengumpat dengan segala pertanyaan. Apa-apaan ini aku kalah start.

            “Wah ya tentu sakit mas, lebih menyakitkan daripada sakit gigi. Apalagi kalo liat dia dengan yang lain.”

            “Jokes pak RW bisa masuk nominasi audisi pak kalo didaftarin, keren.” Pak RW dan Pak Jalal  tertawa.

            “Kalo sudah dengan ngelawak kalian, bangkai ayam-ayammu itu bisa kau bereskan agar tidak menganggu yang lain.” Udin berulah lagi.

            “Sebenarnya yang terganggu dirimu sendiri Din, mengapa kamu atas namakan mereka untuk menutupi keegoisanmu.” Romi memperhatikan alur pembicaraan dari tadi dan maju kedepan untuk angkat bicara.

            “Loh kok kamu bilang begitu Rom? Bukannya ucapanku benar?” Protes Udin dengan gaya alis menyatu.

            “Bentar, kamu belum mandi ya Din. Kok badanmu bau kaya ayam-ayamnya Jalal.” Romi cekikikan.

            “Enak saja kamu ini  Rom badan bau kasturi misk gini kok disamakan dengan ayam.” Sanggah Udin tidak terima.

“Kamu mengatakan ayam tadi bau? Secara tidak langsung kamu menganggap remeh Tuhanmu Din? Apa kamu ngga sadar sebenarnya kamu ini menuhankan bangkaimu sendiri?.” tawa renyah Romi menyatu dengan hisapan rokoknya.

“Aku ngga sejalan dengan pikiranmu Rom.” Udin bingung mencerna pertanyaan Romi yang terkesan mencekik.

“Memang ngga sejalan Din, tapi pikiranmu yang jalan-jalan menilai orang lain.” Romi masih sama dengan gaya sebelumnya.

“Maksudmu apa sih Rom?” Udin penasaran. Pak RW dan Pak Jalal hanya menggeleng terheran-heran.

“Kayanya belum ngopi kamu pagi ini Din, malah keduluan liat atraksinya Jalal. Cepat-cepat nikah sana kamu Din biar ada yang buatin kopi setiap pagi.” Romi cekikian keras. Pak RW dan Pak Jalal masih setia dengan gaya mereka tadi.

“Aku tanya serius ini Rom, kamu malah ngelawak…” Udin mencoba mengerem emosinya agar bisa mendapatkan jawaban dari Romi.

“Kamu yakin ingin mendapatkan jawaban dariku, tak punya adab aku jika memberi nasihat kepadamu yang alumni pesantren Din.” Romi menerawang, berpikir sejenak lalu menghisap rokoknya pelan.

“Kamu jauh di atasku Rom…” Balas Udin seraya menepuk pundak Romi dengan gaya sok tawadhu’.

“Kamu tau irob Jer di dalam kitab Nahwu itu Din?” Romi bertanya santai.

“Taulah, tandanya kasroh itu kan Rom?” Jawab Udin sok tahu.

“Pinter kamu Din, Kenapa kok kasroh tempatnya di bawah?” Romi bertanya kembali masih dengan gaya santainya dengan sesekali menghisap rokoknya.

“Memang tempatnya udah diatur di bawah Rom.” Jawab Udin dengan muka penuh penasaran. Kurang ajar Romi menjebakku. Setelah itu Udin membatin, selang beberapa detik Romi bersuara kembali.

“Jer itu melambangkan kehinaan dan kerendahan. Din makanya itu tempatnya di bawah. Tapi jangan kamu anggap penting pertanyaanku membebani pikiranmu apalagi menjebakmu”. Tutur Romi namun dengan cekikian.

Udin semakin salah tingkah.  Romi serasa membaca pikirannya.

“Apa hubungannya denganku Rom?” Udin berusaha memahami perbincangannya bersama Romi.

“Apa kamu merasa sempurna? Apa kamu merasa paling tinggi?” Tanya Romi dengan mengangkat satu alisnya.

“Ndak Rom. Tapi manusia memang makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah, karena manusia dilengkapi dengan akal, qolbu dan nafsu.”

“Apakah dengan gelar itu kamu akan bangga? Sejatinya kamu hanyalah bangkai Din, menuhankan bangkai dirimu sendiri.”

Pak RW dan Pak Jalal begitu juga  warga kampung Maling Mati yang sempat melihat aksi konyol Pak Jalal masih khidmat mendengarkan berbincangan Udin bersama Romi.

“Aku masih hidup kamu samain sama bangkai Rom? Ada ada aja-aja kamu ini..” Udin merasa Romi sedang tidak baik hari mungkin karena lama menjomblo atau ketularan virus patah hatinya Pak Jalal.

“Kamu itu bangkai Rom, akupun juga akan menjadi bangkai, pak RW dan Jalal pun juga akan menjadi bangkai.Orang kaya, orang miskin, raja bahkan rakyat biasapun akan menjadi bangkai. Apa yang dibanggakan oleh orang kaya atas rumah bagusnya? Jika akhirnya menjadi bangkai. Lalu apa yang dibanggakan oleh orang-orang pintar jika ilmunya hanya untuk menipu orang lain dan akhirnya mereka juga akan menjadi bangkai. Banyak dari mereka merasa paling benar sampai mereka lupa diatas langit masih ada langit. Banyak dari mereka merasa sempurna dan lupa jika Pencipta nya lah yang membuatnya jadi sempurna. Banyak dari mereka merasa sok paling hebat sampai mereka lupa jika mereka diciptakan dari tanah yang harusnya memiliki sifat membumi tidak melangit. Nah, yang sebenarnya bangkai itu ayamnya Jalal atau manusia yang akal, qolbu dan nafsu nya yang sama dengan ayam? Seharusnya mereka selalu merasa hina dan dan merasa selalu tidak memiliki apa-apa dan sungkan kepada penciptanya. Untung saja penciptamu baik, bayangkan jika beliau sensi akan sikap langitmu dan menghubungi malaikat izrail untuk menjempetmu saat itu juga. Bagiamana nasibmu? Apa bekal yang akan kamu bawa untuk oleh oleh bertamu dengan-Nya?” Tutur Romi sambil menghisap putung rokok terakhirnya.

“Aku minta maaf Rom, kamu benar. Aku perlu diingatkan.” Ucap Udin merasa bersalah.

“Aku saja yang minta maaf, karena ulahku waktu ngopi pagi ini terganggu. Ayo aku traktir. Seumpama beli 2 gratis 1.” Romi cekikian dan berlari meninggalkan kerumunan.

****

“reinkarnasi 99 api egoku, terbingkai adalah perang gejolak batinku
Syahdan,
Bagaiamana aku tanpa agungmu?”

****

*Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Arab Universitas Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.