Oleh: Quratul Adawiyah*

“Mencuci mata” sudah menjadi kebiasaan dan budaya banyak orang terutama di kalangan para muda. Nongkrong di pinggir jalan untuk “mencuci mata”, menikmati pemandangan alam yang indah dan penuh pesona sudah menjadi adat sebagian orang. Namun yang menjadi pertanyaan adalah alam apakah yang sedemikian indahnya sehingga menjadikan para pemuda begitu banyak yang tertarik dan terkadang mereka nongkrong hingga berjam-jam?

Ternyata alam tersebut adalah wajah manis para wanita. Apalagi sampai terlontar dari sebagian mereka pemahaman bahwa memandang wajah manis para wanita merupakan ibadah dengan dalih, “Saya tidaklah memandang wajah para wanita karena sesuatu (hawa nafsu), namun jika saya melihat mereka saya berkata, “Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”

Ini jelas merupakan racun syaithan yang telah merasuk dalam jiwa-jiwa sebagian kaum muslimin. Pada hakikatnya istilah yang mereka gunakan (cuci mata) merupakan istilah yang telah dihembuskan syaithan pada mereka. Istilah yang benar adalah “ngotori mata”.

Kebiasaan yang sudah merebak seantero dunia ini memang sulit untuk ditinggalkan. Bukan cuma orang awam saja yang sulit untuk meninggalkannya bahkan betapa banyak ahli ibadah yang terjerumus ke dalam praktek “ngotori mata” ini. Masalahnya alam yang menjadi fokus pandangan sangatlah indah dan dorongan dari dalam jiwa untuk menikmati pesona alam itupun sangat besar.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menjaga pandangan mata dari memandang hal-hal yang diharamkan oleh Allah merupakan akhlak yang mulia, bahkan Rasulullah menjamin masuk surga bagi orang-orang yang salah satu dari sifat-sifat mereka dalah menjaga pandangan. Abu Umamah berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda yang artinya: “Berilah jaminan padaku enam perkara, maka aku jamin bagi kalian surga. Jika salah seorang kalian berkata maka janganlah berdusta, dan jika diberi amanah janganlah berkhianat, dan jika dia berjanji janganlah menyelisihinya, dan tundukkanlah pandangan kalian, cegahlah tangan-tangan kalian (dari menyakiti orang lain), dan jagalah kemaluan kalian.”

Menjaga pandangan dari hal-hal yang dilarang memang perkara yang sangat sulit, apalagi di zaman sekarang ini. Hal-hal yang diharamkan untuk dipandang hampir ada di setiap tempat, di pasar, di rumah sakit, di pesawat, bahkan di tempat-tempat ibadah. Majalah-majalah, koran-koran, televisi (ditambah lagi dengan adanya parabola), gedung-gedung bioskop penuh dengan gambar-gambar seronok dan porno alias para wanita yang berpenampilan vulgar.

Bagaimana para lelaki tidak terjebak dengan para wanita yang aslinya merupakan keindahan kemudian bertambah keindahannya tatkala para wanita tersebut menghiasi diri mereka dengan alat-alat kecantikan, dan lebih bertambah lagi keindahannya jika yang menghiasi adalah syaithan yang memang ahli dalam menghiasi para wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:

المَرْأَةُعَوْرَةٌفَإِذَاخَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَاالشَّيْطَانُ

“Wanita adalah aurat, jika ia keluar maka syaitan memandangnya.”

Berkata Al-Mubarok fuuri, “Yaitu syaitan menghiasi wanita pada pandangan para lelaki, dan dikatakan (juga) maksudnya adalah syaitan melihat wanita untuk menyesatkannya dan (kemudian) menyesatkan para lelaki dengan memanfaatkan wanita tersebut sebagai saran.”

Di antara penyebab terjangkitinya banyak orang dengan penyakit ini, bahkan menimpa para penuntut ilmu, karena sebagian mereka telah dibisiki syaitan bahwasanya memandang wanita tidaklah mengapa jika tidak diiringi syahwat. Atau ada yang sudah mengetahui bahwasanya hal ini adalah dosa namun masih juga menyepelekannya. Yang perlu digarisbawahi adalah banyak sekali orang yang terjangkit penyakit ini dan mereka terus dan sering melakukannya dengan tanpa merasa berdosa sedikitpun, atau minimalnya mereka tetap meremehkan hal ini.

Dari Ibnu Abbas r.a beliau berkata,“Datang seorang laki-laki ke Rasulullah dalam keadaan berlumuran darah, maka Rasulullah berkata kepadanya, “Ada apa dengan engkau?” Dia berkata, “Wahai Rasulullah seorang wanita lewat di depanku maka akupun memandangnya, aku terus memandangnya hingga akhirnya aku menabrak tembok maka jadilah apa yang engkau lihat sekarang (aku berlumuran darah). Rasulullah bersabda:

إِذَاأَرَادَاللهُ بِعَبْدٍخَيْرًاعَجَّلَ لَهُ عُقُوْبَتَهُ فِي الدُّنْيَا

“Jika Allah menghendaki kebaikan pada hambanya maka Ia menyegerakan hukuman baginya di dunia.”

شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعٍ سُوْءَحِفْظِيْ فَأَرْشَدَنِيْ إِلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي

 وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُوْرٌوَنُوْرُاللهِ لاَيُهْدَى لِلْعَاصِي

Berkata Imam As-Syafi’i Aku mengadu kepada imam Waki’ tentang buruknya hafalanku maka beliaupun mengarahkan aku untuk meninggalkan kemaksiatan. Ia mengabarkan kepadaku bahwasanya ilmu adalah cahaya…..dan cahaya Allah tidaklah diberikan kepada orang yang bermaksiat.

Para salaf juga mengatakan bahwa sebagian musibah yang menimpa mereka merupakan akibat dari kemaksiatan yang telah mereka lakukan, walaupun kemasiatan tersebut jauh telah lama terjadi. Hal ini dikarenakan mereka jarang melakukan kemaksiatan sehingga mereka ingat betul kemakisatan-kemaksiatan yang telah mereka lakukan.

Adapun sebagian orang zaman sekarang, jika ditimpa musibah mereka tidak tahu apa sebab musibah tersebut, bahkan sama sekali tidak terlintas dalam benak mereka bahwa musibah tersebut merupakan akibat ulah perbuatan (maksiat) mereka. Kalaupun mereka merasakan bahwa musibah yang menimpa mereka dikarenakan kemaksiatan, mereka tidak tahu kemaksiatan yang manakah yang mendatangkan musibah tersbut. Hal ini dikarenakan terlalu banyak dan beraneka ragamnya kemaksiatan yang telah mereka lakukan sampai-sampai mereka lupa dengan kemaksiatan-kemaksiatan tersebut.

Oleh karena itu setelah Allah memerintahkan kaum mukminin menundukkan pandangan Allah berfirman yang artinya: “Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung”(Q-S An-Nur :31).
Maka wajib atas kita untuk saling menasehati untuk bertaubat dan hendaknya saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya apakah seseorang di antara kita telah bertaubat ataukah masih senantiasa tenggelam dalam dosa-dosanya, karena Allah mengarahkan perintah untuk bertaubat kepada kita semua.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari