Oleh: KH. Abdul Hakim Mahfudz*
Al Qur’an merupakan sumber hukum utama dalam Islam. Jika sudah dihafal, maka akan menjadi modal untuk mempelajari hukum-hukum Islam seperti pelajaran diniyah. Begitu pentingnya ilmu itu, terdapat di dalam potongan ayat surat mujadilah ayat 11, disitu penggalan ayatnya:
يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ
Allah akan meninggikan orang orang yang beriman diantara kalian, yang diberikan ilmu berupa derajat.
Kemudian kalau kita membuka yang ada dalam kitab Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Adabul Alim Wal Muta’allim, di situ digambarkan ada 7 derajat tingkatan manusia yang di tinggikan oleh Allah, dan setiap derajat masing masing memiliki jarak 500 tahun.
Sehingga, kita tidak bisa menggambarkan perjalanan 500 tahun yang menjadi jarak antara satu derajat dan satu derajat lainnya. Tetapi itu menggambarkan begitu pentingnya ilmu tersebut. Bagi mereka yang sudah menghafalkan Al Qur’an dan memiliki modal, maka akan lebih mudah mempelajari suatu ilmu.
Kebetulan pondok putri lebih tekun dibanding pondok putra, jadi kalau saya memberi motivasi lagi, maka semakin ketinggalan pondok putranya. Tapi yang namanya motivasi, fastabiqul khoirot (berlomba dalam kebaikan), karena itu saya akan tetap memotivasi, semoga ke depannya semakin banyak yang hafal di tempat ini, sehingga semakin besar rahmat Allah SWT.
Al Qur’an yang dihafal kemudian ilmu-ilmu syariat diberikan oleh ustadz-ustadzah dalam kelas, adalah suatu modal jika sudah saatnya terjun ke masyarakat. Modal yang sangat mahal dan luar biasa. Di Masyarakat saat ini banyak perubahan-perubahan yang begitu cepat, sehingga seringkali orang ketinggalan, yang kemudian jadi bingung. Kecepatan perkembangan ini yang harus bisa dibatasi dengan ketinggian ilmu.
Hal ini yang juga merupakan pesan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, bahwa ilmulah yang menjadikan satu umat itu akan menjadi hebat, nah ini wejangan Hadratussyaikh tentang begitu pentingnya ilmu. Kalau kita membuka kembali kitab Adabul Alim, di situ semuanya menuju bagaiman cara kita untuk mengasah hati.
Ini juga sangat penting, karena memang semuanya kembali kepada hati. Dan hatilah yang bisa digunakan untuk berkomunikasi serta menjangkau Allah SWT. Sehingga semuanya kembali kepada Allah SWT, lewat perantara yang pertama yaitu pikiran kemudian melalui hati dan sampai kepada ilahi robbi.
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Jika Allah menghendaki seseorang itu menjadi baik, maka diberikan pemahaman soal agama.
Banyak hal yang bisa kita pikirkan, tapi juga banyak hal yang tidak kita pahami. Allah memberikan kefaqihan, Allah yang memberi kepahaman kepada kita. Oleh sebab itu kemudian kiai Hasyim, menulis dalam kitab adabul alim wal muta’allim, untuk mengasah hati.
Dengan demikian mudah-mudahan seluruh santri yang sudah hafal, ditambah pelajaran di kelas, kemudian dengan petunjuk dari Allah SWT. Nanti di masa yang akan datang, pada saat terjun ke masyarakat menjadi orang orang yang memberikan manfaat kepada masyarakat. Sebagaimana liriknya hymne Tebuireng, “menjadi manfaat di dunia dan bahagia akhiratnya”, nah ini tujuannya pendidikan di Pesantren Tebuireng.
Kita semua menyadari, perubahan zaman begitu cepat. Kita akan sangat kebingungan. Bahwa dalam faktanya Islam akan semakin banyak jumlahnya, dimana-mana banyak yang masuk Islam, tapi memiliki pemahaman agama yang tidak kuat. Sehingga terombang-ambing, bagaikan buih di lautan.
Karena itu kita harapkan, alumni Tebuireng, khususnya yang ada di sini mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat. Maka itu sangat penting, karena tidak banyak yang hafal Al Quran dan diberi kepahaman oleh Allah SWT di masyarakat.
Mudah-mudahan bisa mengamalkan ilmunya di masyarakat dan mudah-mudahan mampu menjadi tokoh masyarakat. Alumni pondok pesantren putri pasti akan menjadi pemimpimn di masa yang akan datang, dan akan menjadi manusia yang sebaik-baiknya manusia.
***Disampaikan di depan 351 Wisudawati bilghoib, bin nadhor, dan purna siswa kelas akhir Pondok Putri Pesantren Tebuireng.
*Pengasuh Pesantren Tebuireng.
Pentranskip: Soni Fadjar A.