sumber foto: muslimatnu.or.id

Muslimat Nahdlatul Ulama adalah sebuah organisasi sosial dan keagamaan yang merupakan salah satu badan otonom di bawah Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Organisasi ini didirikan pada 26 Rabiul Akhir, yang bertepatan dengan 29 Maret 1946, di Purwokerto. Pada Muktamar NU ke-13 di Menes, Banten, Nyai Djuaesih dan Nyai Siti Sarah tampil sebagai pembicara di forum tersebut mewakili jamaah perempuan.

Nyai Djuaesih sebagai wanita pertama yang secara tegas dan lantang menyampaikan urgensi kebangkitan perempuan dalam kancah organisasi sebagaimana kaum laki-laki. Terlahir dari keluarga yang sederhana, tidak membuat Nyai Djuaesih berkecil hati. Perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat yang lahir pada Juni 1901 ini memiliki keberanian yang besar dan rasa percaya diri yang tinggi. Nyai Djuaesih merupakan anak dari R. O. Abbas dan R. Omara S.

Semasa hidupnya, Nyai Djuaesih tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Dia hanya dibekali dengan ilmu agama yang kuat, budi pekerti, dan pengetahuan rumah tangga oleh kedua orang tuanya dan belajar dari lingkungan sekitarnya. Nyai Djuaesih menikah dengan Danuatmadja atau yang dikenal dengan H. Bustomi yang pada saat itu menjadi salah satu pengurus NU di Jawa Barat. Kepribadiannya pun semakin terbentuk dengan baik setelah ia menikah. Dalam pernikahannya, Nyai Djuaesih dikaruniai tiga orang putra dan dua putri.

Dengan pengalaman yang diperolehnya dari sering terlibat dalam kegiatan organisasi bersama suaminya, Nyai Djuaesih memiliki keberanian yang lebih besar dibandingkan perempuan-perempuan sebaya pada masa itu.Nyai Djuaesih semakin bertekad kuat untuk mensyiarkan agama Islam dengan berceramah mengitari Jawa Barat. Tatapan matanya tegas ditambah dengan gaya retorika yang luwes, Nyai Djuaesih menyuarakan Pendidikan dan hak-hak perempuan khususnya dalam urusan agama. 

Tak hanya pandai mengajak perempuan bangkit dari keterpurukan pendidikan, khususnya dalam persoalan agama di masa penjajahan, Nyai Djuaesih juga pandai menyulut gelora perjuangan fisik kaum perempuan di Jawa Barat, khususnya pada masa perang kemerdekaan di tahun 1950-an.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurutnya, didalam Islam bukan saja kaum laki-laki yang harus dididik mengenai pengetahuan agama dan pengetahuan lain. Kaum wanita pun wajib mendapatkan didikan yang selaras dengan kehendak dan tuntutan agama. Sehingga, wanita-wanita yang tergabung dalam NU harus bangkit.

“Di dalam agama Islam, bukan saja kaum laki-laki yang harus dididik mengenai pengetahuan agama dan pengetahuan lain. Kaum wanita juga wajib mendapatkan didikan yang selaras dengan kehendak dan tuntutan agama. Karena itu, kaum wanita yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama mesti bangkit,” pidato Nyai Djuaesih dilansir dari NU Online pada Selasa (17/9/2024) dalam forum permusyawaratan tertinggi NU.



Penulis: Helvi Livia Putri