Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk-Nya yang lain. Kelebihan manusia ini terletak pada jasmani dan ruhaninya. Manusia juga memiliki hati yang dengannya seseorang dapat diketahui apakah termasuk orang yang baik atau sebaliknya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
“Ingatlah, dalam tubuh itu ada mudhghah (segumpal daging). Jika daging itu baik maka baiklah seluruh tubuhnya. Namun, jika daging itu rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Segumpal daging yang dimaksud adalah hati.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dalam redaksi hadis yang lain, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya di dalam diri manusia ada sebuah organ. Jika ia baik, maka seluruh amalnya akan baik. Jika ia rusak, maka seluruh amalnya juga akan rusak. Ketahuilah, ia adalah hati (HR.Ahmad).”
Secara fisik, hati adalah segumpal daging yang berbentuk bundar memanjang, terletak di tepi kiri dada. Di dalamnya terdapat lubang-lubang yang terisi darah hitam. Hati berfungsi sebagai penyimpan energi, pembentukan protein asam empedu, pengatur metabolisme kolestrol dan penetral racun dalam tubuh.
Sedangkan secara psikis, hati adalah sesuatu yang halus atau lathifah rabbaniyah (substansi lembut yang bersifat ketuhanan) yang punya hubungan erat dengan jantung sebagai organ pineal yang bersifat fisikal, juga dengan otak serta sinyal-sinyal sensorik dan saraf serta hal-hal lainnya yang hanya diketahui oleh Allah.
Hati memiliki peran penting dalam kehidupan manusia setiap saat, karena hatilah yang merasa, mengetahui, mengenal segala hal dan sebagainya. Maka tak heran jika hati disebut-sebut sebagai pemimpin atau pusat anggota tubuh (hlm.51).
Hati memiliki kemampuan untuk membedakan antara yang hak dan yang batil, yang halal dan yang haram, bahkan sesuatu yang berada diantara keduanya, yaitu syubhat (tidak jelas). Hati yang bisa melakukan itu semua adalah hati yang kondisinya baik dan dipenuhi dengan keimanan kepada Allah. Maka dari itu hati harus ditata dan dihiasi dengan perilaku-perilaku yang terpuji.
Kenapa hati harus ditata? Karena ketika hati sudah ditata dengan baik maka hati akan siap untuk menghadapi dan menjalani berbagai keadaan yang harus dihadapi. Kenapa harus hati? Karena hatilah yang menentukan manusia itu baik atau tidak. Hati juga memiliki potensi dasar yang mengandung dua kecenderungan, yaitu baik dan buruk. Jika hati cenderung baik, maka seseorang akan baik, begitu juga sebaliknya.
Untuk membuat hati cenderung pada kebaikan, maka seseorang harus benar-benar mampu menata dan mengarahkannya. Karena pada fitrahnya, hati setiap hamba yang lahir memang diciptakan dan disesaki rasa mahabbah kepada Allah. Mengagungkan dan mengesakanNya. Lahir dalam keadaan suci sebagai hamba. Tetapi, manusia sebagai ‘pemilik’ hati, ketika dihamparkan kepadanya beragam pernak-pernik dunia, maka dia lekas menyimpang dari jalan yang telah digariskan Allah. Hawa nafsu menjalar, menerkam setiap fitrah penciptaan.
Kondisi hati manusia pun bermacam-macam. Setidaknya ada tiga macam kondisi hati manusia yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya yang monumental yaitu Ihya’ Ulumuddin, diantaranya: Pertama, hati yang shahih (sehat) yang bisa menjadi salim (selamat), ini yang dijanjikan akan dapat bertemu Allah.
Kedua, hati yang maridh (sakit), yang di dalamnya ada iman, ibadah, pahala, tetapi juga ada kemaksiatan dan dosa-dosa, kecil ataupun besar. Ketiga, hati yang mayyit (mati), yang telah mengeras dan membatu karena banyaknya dosa-dosa yang telah dilakukan sehingga menghalangi datangnya petunjuk Allah.
Sama halnya dengan jasmani, hati juga memiliki amalan atau perbuatan yang luhur bahkan mengungguli perbuatan-perbuatan jasmani. Dan juga amalan hati dapat berimplikasi kepada pahala dan dosa.
Sebagaimana definisi dalam buku ini, amalan hati adalah perbuatan yang tempatnya dalam hati dan selalu berkaitan dengan hati. Amalan hati tidak dapat dilepaskan dari seorang hamba. Sebenarnya perbuatan hati dan perbuatan badan tidak ada bedanya. Hanya saja perbuatan hati lebih mulia dan lebih unggul (hlm.61), dan juga perbuatan-perbuatan hati itu adalah pokok atau inti, sekaligus sesuatu yang diinginkan dan dituju.
Sedangkan perbuatan-perbuatan anggota tubuh adalah pengikut, penyempurna, dan pelengkapnya. Maka sepantasnya bagi kita untuk memperhatikan dan memperbaiki perbuatan hati kita, karena tidak ada yang sulit untuk diobati kacuali hati. Imam al-Hasan al-Bashri pernah berpesan,”Obatilah hatimu, sebab yang diperhatikan Allah dari para hamba-Nya adalah hati mereka. Sungguh Dia tidak pernah melihat tubuh dan rupa kalian. Dia hanya melihat hati dan amal kalian (hlm.27).”
Dalam hal memperhatikan perbuatan hati, kondisi manusia terbagi tiga kelompok. Pertama, mereka yang hanya fokus memperhatikan amalan hatinya, memperbaiki keadaan hatinya. Namun, mereka berani meninggalkan amalan lahir bahkan mengabaikannya.
Kedua, mereka yang sibuk dengan amalan-amalan lahir, seperti puasa, shalat, dan sebagainya. Namun, pada saat yang sama, mereka tidak mau memperbaiki hatinya. Tak heran jika dalam hati mereka muncul rasa dendam dan dengki kepada orang lain.
Ketiga, mereka yang seimbang, artinya mereka memperhatikan amalan hati dan amalan lahir (tubuh) secara adil. Tidak condong ke amalan hati juga tidak condong ke amalan lahir (hlm.81).
Dari pemaparan ini, kita harus menyeimbangi antara kebutuhan amalan lahir sekaligus amalan hati. Kita tidak boleh condong kepada salah satunya atau beranggapan kalau salah satu dari dua hal tersebut tidak penting. Ini adalah persepsi yang salah dan keliru serta harus diluruskan sejak awal.
Inilah yang ingin dipaparkan penulis kepada kita melalui buku ini mengenai perbuatan hati`dan aspek-aspek keunggulan hati dibandingkan dengan amalan jasmani. Tapi penulis hanya membatasi pembahasan amalan hati pada tiga macam, yaitu ikhlas, yakin, dan khusyuk.
Pada bagian awal kita akan disuguhkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan hati, mulai dari definisi hati, kedudukan hati, hal-hal yang dapat memperbaiki dan merusak hati, dan lain sebagainya. Setelah itu, Dr. Khalid Utsman Sabt memaparkan secara rinci mengenai tiga amalan hati yang telah disebutkan.
Dengan buku ini, kita dapat belajar memperbaiki hati. Memperbaiki hati merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan oleh setiap orang. Karena barangsiapa yang memperbaiki hatinya, maka Allah akan memperbaiki jasmaninya. Sebaliknya, siapapun yang merusak hatinya, secara tidak langsung Allah akan membuat buruk aspek lahirnya.
Kelebihan buku ini juga dapat memberikan pencerahan dan motivasi. Karena di buku ini, Dr. Khalid Utsman banyak mengupas kata-kata mutiara yang kemudian dilanjutkan dengan kisah-kisah para sahabat hingga para tabi’in yang kesemuanya mengandung pelajaran berharga bagi kita.
Buku ini juga menggugah kesadaran kita untuk memperbaiki amalan atau perbuatan hati kita. Karena kebanyakan manusia, ada yang hanya memperhatikan dan mengutamakan perbuatan tubuhnya secara dhahir. Terlebih dengan hati yang baik maka perbuatan lahir kita insyaallah akan baik juga. Dari sinilah pentingnya kita memperhatikan, menata, dan mengarahkan amalan-amalan hati kita masing-masing.
Betapa menyesalnya orang yang dalam hidupnya tidak pernah menyadari betapa pentingnya amalan hati baginya. Dan betapa beruntungnya orang yang sepenuhnya sadar akan pentingnya memperhatikan amalan hati yang perlu diimbangi dengan amalan (perbuatan) jasmani. Wallahu a’lam bisshawab.
Judul: A‘MALUL QULUB [PEKERJAAN- PEKERJAAN HATI]
Penulis: Dr. Khalid Utsman al-Sabt (Penulis Qawâ‘id al-Tafsîr)
ISBN: 978-602-5547-72-0
Halaman: 284 halaman
Cetakan: I, April 2020
Peresensi: M. Rizal*
*Mahasiswa Semester II, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Institut Ilmu Keislaman Annuqayah Sumenep Madura.