ilustrasi: KH. Hasyim Asy’ari (doc. tebuirengonline)

Oleh: Aulia Rachmatul Umma*

Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari atau dikenal KH. Hasyim Asy’ari merupakan tokoh besar umat Islam di Indonesia, sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama. Selain itu, beliau juga muassis salah satu pondok pesantren tertua di Indonesia; Pondok Pesantrean Tebuireng, Jombang. Putra dari pasangan Kiai Asy’ari dan Bu Nyai Halimah ini, memiliki akhlak yang sangat mulia, sehingga orang lain segan terhadapnya.

Menginjak usia 15 tahun, KH. Hasyim Asy’ari muda sudah mulai berkelana menuntut ilmu. Diantara tempat beliau belajar yakni di Kademangan, Bangkalan, Madura. Disana beliau diampu langsung oleh Syaikhona Cholil.

Ketika menjadi santri Syaikhona Cholil, beliau senantiasa menaati perintahnya, bahkan hingga masuk ke dalam septic-tank. KH. Salahuddin Wahid (Cucu KH. Hasyim Asy’ari) dalam Kata Pengantarnya untuk bukunya Zuhairi Misrawi tentang KH. Hasyim Asy’ari (2013:xix) menceritakan suatu hari Syaikhona Cholil Bangkalan mengalami kesedihan yang mendalam sehingga terlihat jelas di wajah Beliau. KH. Hasyim Asy’ari yang waktu itu menjadi santri Beliau bertanya masalah apa yang membuat beliau begitu sedih.

Ternyata cincin Nyai Cholil yang amat beliau senangi jatuh ke dalam WC. KH. Hasyim Asy’ari tidak ragu-ragu untuk menghilangkan kesedihan gurunya. KH. Hasyim Asy’ari masuk dan membersihkan septic-tank untuk mendapatkan cincin itu, usaha beliau tidak sia-sia, Beliau menemukan cincin Nyai Cholil. Betapa senangnya seorang guru yang memiliki murid seperti beliau. Sehingga guru pun meridhoi seliap langkahnya menuntut ilmu.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dikisahkan pula dalam kitab Fiqhul Hikayat, saat turun hujan lebat pada malam hari yang dingin, di pelataran rumah Syaikhona Cholil Bangkalan ada seorang kakek yang lumpuh dan berjalan dengan tertatih dan ngesot.

Melihat hal tersebut Syaikhona Cholil langsung bertanya pada para santri. “Siapa yang bersedia menggendongnya?”

Tanpa pikir panjang Hasyim pun menjawab dengan lantang, “Saya bersedia wahai guru,”

Kemudian beliau menggendong kakek tersebut, sebagai seorang guru yang ‘alim, Syaikhona Cholil menyambutnya dengan takdzim dan penuh hormat pada tamu tersebut. Ketika selesai berbincang, Beliau meminta muridnya untuk menggendong tamunya dan digendong kembali oleh santri yang sama, sampai ke depan pintu.

Ketika tamu gurunya itu digendong oleh santrinya pergi, Syaikhona berkata kepada para santri. “Saksikanlah sesugguhnya ilmu-ilmuku sudah dibawa oleh dia (KH. Hasyim Asy’ari muda)!”

Seolah tidak ada habisnya, diceritakan pula saat KH. Hasyim Asy’ari sudah menjadi ulama masyhur dan disegani, pada setiap bulan Ramadhan banyak kiai dari pesantren lain mengaji terutama ilmu hadis kepada KH. Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng. Di antara banyaknya santri terdapat beberapa kiai yang menjadi guru sekaligus pengasuh pesantren tempat KH. Hasyim Asy’ari pernah menimba ilmu.

Mengetahui hal tersebut, KH. Hasyim Asy’ari keberatan jika kemudian mereka menjadi muridnya. Tetapi para kiai tetap bersikukuh untuk mengaji kepada Beliau. Karena KH. Hasyim Asy’ari juga tidak bisa mengahalangi siapapun untuk belajar agama maka dibuatlah kesepakatan diantara dua belah pihak, KH. Hasyim Asy’ari tidak berkenan dipanggil kiai oleh para kiai sepuh tadi. Ketentuan selanjutnya ialah para kiai sepuh tidak perlu memasak dan mencuci baju karena akan dilayani oleh para pengurus Pesantren Tebuireng.

Baca Juga: https://tebuireng.online/adab-kiai-hasyim-asyari-dalam-menghormati-istrinya/

Suatu malam, salah seorang kiai terbangun dan melihat ada seseorang yang sedang mengumpulkan baju-baju kotor milik para kiai sepuh. Sekilas terlihat tampak mirip KH. Hasyim Asy’ari dengan diliputi rasa penasaran kiai sepuh itu mengikuti orang tersebut. Ternyata orang tersebut sedang mencuci baju yang dibawa tadi dan setelah didekati begitu kaget dan kagum karena ternyata orang itu adalah KH. Hasyim Asy’ari  sendiri.

Sebagai seorang ulama besar, beliau tidak pernah merasa sombong ataupun ujub. Segala perilaku dan akhlak KH. Hasyim Asy’ari menandakan seorang yang berilmu luas dan memiliki pemahaman agama yang kuat. Diantara akhlak mulia beliau adalah sikap tawadhu terhadap sang guru.

Ketawadhuan KH. Hasyim Asy’ari sebagaimana kisah-kisah di atas, hendaknya menjadi teladan bagi kita bahwa, kadang kita merasa paling pintar padahal ilmunya baru segelintir. Kisah KH. Hasyim Asy’ari menunjukkan bahwa hormat pada orang lain terutama guru sebagai bentuk takdzim bukan untuk menjatuhkan derajat seseorang, melainkan sebaliknya derajat seseorang akan diangkat pada maqam yang lebih tinggi.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari.