ilustrasi: sang juara

Oleh: Nabila Rahayu*

Ada masa kau yang akan meraihnya. Masa di mana kau maju ke atas panggung untuk menyambut namamu sebagai sang juara. Semua membutuhkan proses, kau jangan hanya protes agar setelah kau terbentur parah, kau akan terbentuk dengan indah.

Lathifah namanya. Seorang yang tumbuh untuk menjadi utuh, meski sering terjatuh dan rapuh, semangat juangnya lah yang membuatnya bangkit tanpa kenal henti. Jejak demi jejak ia tapaki, perlombaan demi perlombaan lathifah ikuti. Tapi tetap saja namanya belum pernah menaiki panggung sang juara.

“Cukup sekian pidato yang dapat saya sampaikan, kurang lebih nya saya mohon maaf kepada allah saya mohon ampun. Waasalamualaikum waraohmatullahi wabaarokatuh.” Begitulah penutupan pidato dalam sebuah ajang kompetisi da’i dan da’iah yang disampaikan lathifah dengan semangatnya yang selalu berkorbar dalam mensyiarkan agama islam.

Penampilan peserta lainnyalah yang menjadi evaluasi bagi dirinya. Menurut lathifah, pengoreksian dalam diri sendiri itu sangatlah penting. Dalam berdakwah, tak pernah ia berharap apapun. Ia hanya berusaha dan berikhtiar atas apa yag telah allah berikan kepadanya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ini sudah ketiga kalinya lathifah mengikuti perlombaan pidato. Tapi memang hasil akhir dewan juri tak bisa di ganggu gugat. Tetap saja nama Lathifah Zahrani belum pernah maju ke atas panggung sang juara itu. Haru dan bahagia bila melihat teman temannya mampu meraih piala.

Ketika ia menduduki bangku kelas 2 SMP, ia berkesempatan lagi untuk mengikuti perlombaan pidato antarsekolah. Lathifah yang selalu semangat dalam mancari referensi. Buku buku yang ada di perpustakaan ia kemas menjadi catatan kecil ceramahnya. Mencuri kata per kata yang ada di internet. Bahkan ia selalu mencatat kalam mutiara yang selalu disampaikan oleh ustadz dan ustadzahnya. Semangatnya yang selalu penuh, meski terkadang keringat bermunculan peluh. Untuk utuh. Demi tumbuh.

Tapi, ketika senja telah terkubur dalam. Bergantian dengan sang purnama yang bermunculan. Ketika itu pula lah lathifah berjumpa dengan keputusasaan, ia kehilangan arah, buntu tanpa cahaya cerah. 

“Lathifah, mengapa kamu tidak berlatih nak?” ustadzahnya yang datang menghampiri mampu membuyarkan lamunan keputusasaan yang sedang bergelanyut manja bersama dirinya.

“Lathifah capek ustadzah, setiap waktu Lathifah latihan. Tak ada waktu yang terkecuali. Latihan, latihan dan latihan lagi. Sampai suara lathifah habis, hafalan quran terbengkalai, tapi lathifah belum pernah membanggakan orang tua lathifah dengan mendapatkan piala itu. Semua terasa sia sia. Lathifah capekk.” Semua yang terpendam akhirnya mampu meluap. Terlontar begitu saja olehnya. Diiringi dengan deras airmatanya di malam purnama itu.

“Astaghfirullah nak, ini adalah benturan bagi dirimu. Kamu di benturkan oleh allah, ditakdirkan untuk berproses. Diajarkan untuk sabar dan ikhlas. Ini langsung dari allah nak. Pengatur skenario kehidupan. Kita hanyalah pelakon-pelakon pilihan. Tata niatmu dengan hati yang tulus. Syiarkan agama islam seluas luas nya. Bukan karena hal hal duniawi, tapi karena allah lillahi ta’ala.”

Pesan ustadzahnya yang membuat haru suasana. Pelukan hangat yang di berikan oleh ustadzahnya, menjadikan kelelahan dan keputusasaan itu seketika pudar perlahan. Jiwa tenang yang tercipta sekarang, meski lathifah masih tersesak sendu akan tangis nya tadi. Tapi ia mampu bangkit melwan keputusasaannya. Hatinya kini mulai cerah. Secerah purnama malam itu. Meski awal nya gelap, perlahan redup, hingga akhir nya bercahaya indah.

“Lathifah, percayalah nak, bahwa tak akan pernah ada usaha yang dikhianati oleh hasil. Kalau kamu belum pernah memperoleh hasil, itu berarti garis finish belum kamu tapaki, masih ada perjuangan panjang yang terbentang. Bukan hanya hasil yang di nikmati, tapi juga proses yang harus kamu lalui. Ketahuilah lathifah, yang akan kamu kejar bukan hanya impian ataupun cita cita yang besar, tapi kebermanfaatan. Dan ingat, dimana pun kamu berada sertakanlah ridho dari orag tua mu jika kamu ingin diberi ridho oleh allah.” Tatapan lembut ustadzahnya yang membuat dirinya yakin bahwa ia mampu melalui kelelahan ini.

“Ustadzah, maafkan Lathifah. Lathifah berjanji akan terus berdakwah karena allah, lathifah mau berproses untuk menjadi jiwa yang kuat. Tanpa mengeluh dan putus asa, sabar dan ikhlas dalam menghadapi benturan proses. Serta diiringi dengan ridho dari orang tua dan juga doa dari ustdz ustdzah yang telah membimbing lathifah sejauh ini. Dan lathifah akan membuktikan dengan pembuktian yang sesungguhnya bahwa lathifah mampu untuk menjadi manusia yang bermanfaat,” ucapnya begitu mantap, hinnga menggetarkan kan langit purnama yang mulai tenggelam di taburi awan yang menawan.

Keyakinan Lathilah yang membuat dirinya mampu berbicara baik di depan publik. Dukungan dan doa yang selalu di berikan oleh orang tua dan ustadz ustdzahnya. Pengalamannya lah yang memberikan pengoreksian berharga bagi dirinya. Untuk tampil lebih baik lagi.

Setelah melewati malam yang panjang, akhirnya tibalah pagi yang dinanti oleh semua peserta lomba pidato. Meski pagi itu matahari masih malu untuk tampak, tapi tak pernah mengalahkan semangat kecintaan mereka terhadap dunia dakwah. Mengajak semua orang untuk berbuat kebaikan, memberi tahu kepada semua orang tentang fadhilah sholawat, fadhilah sedekah. Menunjukkan kepada mereka hukum haram dan halal. Dan masih banyak lagi ilmu agama islam yang harus mreka sebarkan agar masyarakat tahu dan mengerti bahwa agama islam adalah agama yang rohmatallil’alamin.

Satu persatu peserta tampil. Lathifah Zahrani mendapatkan nomor urut 12 dari 112 peserta. Tangan nya yang selalu bercengkrama bersama kertas, membuka tutup  hingga membuat kertas tersebut kelihatan kucel. Dibaca. Dipahami dan dihafalkan.

Namanya dipanggil untuk tampil. Detakkan jantung nya yang tak pernah berhenti bersholawat kepada kekasih allah, serta lisan nya mebaca kalam allah surah al insyiroh agar di beri kelancaran dan kemudahaan oleh allah.

Kokoh kakinya yang melangkah maju. Mantap dirinya memegang mic. Tersenyum indah nan anggun. Bercengkrama dengan sorot mata audiens. Berbicara membahas tentang fadhilah sedekah. Dikupasnya secara tuntas. Ditambah dengan guyon yang renyah membuat para audiens tertawa lepas.

Itulah gaya khas berpidato yang di bawakan olehnya. Tampilan yang terlihat lebih percaya diri. Membuat jiwanya menyatu bersama para audiens yang mendengarkan setiap untaian kata yang ia sampaikan. Lathifah menutup pidatonya, diiringi dengan tepukan tangan yang meriah saat ia menuruni anak tangga.

Setelah dirinya tampil, seperti biasa ia mengamati peserta yang lain tampil sembari mengoreksi dirinya, memetik pelajaran yang disampaikan oleh para senior seniornya yang tampil, mencatat kata-kata yang perlu. Agar bisa diolah lagi menjadi referensi dakwahnya.

Saat yang telah ditunggu pun tiba, pengumuman juara lomba pidato. Dingin keringat yang berhasil lathifah hasilkan, ditambah tangannya yang gemetar. Betapa gugupnya lathifah. Satu per satu sang juara di panggil lantang oleh pembawa acara. Tak banyak harap lathifah, ikhlas apapun dan bagaimanapun takdirnya.

“Juara kedua di raih oleh Lathifah Zahrani” semangat mc yang memanggil namanya untuk maju ke atas panggung. Rasa gemetar itu perlahan pudar, rasa bahagia yang ia ciptakan. Ada sedikit tetesan bening yang berhasil diusap olehnya. Gagah lathifah melangkah menuju panggung meraih piala sang juaranya. Lathifah berjanji akan selalu mendakwahkan agama islam. Membimbing masyarakat untuk menjadi lebih baik lagi.

Begitulah, cerita ini bergulir…

Ketika kita di posisi Lathifah yang telah terombang ambing di tengah lautan, apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan membiarkan perahu itu di telan oleh badai lautan kelelahan? Atau kita tetap mempertahankan tekad dan semangat kita hingga ke garis finish?

Jawabannya ada di diri kalian masing-masing. Setinggi apapun mimpi kalian, setinggi apapun harapan kalian. Yang kalian kira tak bisa untuk di gapai, kalian ternyata salah. Mimpi kalian bisa digapai melalui usaha yang telah kalian kerahkan. Dan kalian harus bersahabat dengan kegagalan. Karena kegagalan adalah kunci kesuksesan. Orang yang tidak pernah gagal adalah orang tak akan pernah sukses. So, mulai cintailah kegagalan!

*Santriwati Pondok Pesantren Putri Walisongo