Menelaah aksi Syi’ah di tengah Masyarakat

Oleh: Luluatul Mabruroh*

Sunni-Syiah adalah sejarah panjang dalam Islam, baik dari sisi estimologis dan politis, yang membawa umat Islam dalam perbedaan yang tajam. Di mana jika tidak disikapi bijak maka terjadi apa yang ada di Irak, Suriah, Libanon, atau di dalam negeri sendiri seperti kasus di kota Sampang, Jember, dan lain sebagainya. Pertentangan yang melahirkan berbagai benturan fisik antara Syi’ah dan Sunni acap kali terjadi dan semakin menjadi-jadi. Kemudian lantas bolehkah memerangi golongan Syi’ah dan balik mencaci maki serta mencercanya? Dalam hal ini penting untuk mengetahui bagaimana seharusnya kaum muslimin menyikapinya dengan benar berdasarkan tuntunan ahlussunnah wal jamaah. Untuk dapat mengetahui bagaimana menyikapi kaum Syi’ah yang sebenarnya, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah telaah terhadap seluk-beluk dan memahami siapakah Syi’ah yang sebenarnya.

Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya tentang golongan Rafidhah, Rasulullah Saw telah memperingatkan kemunculan golongan Rafidhah ini dalam hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Daruquthni, dan Al-Thabarani dan banyak sahabat, termasuk dari Ali bin Abi Thalib r.a. berikut ini:

Akan datang sesudahku sekelompok kaum yang memiliki julukan nama al-Rafidhah. Apabila kamu menjumpai mereka, perangilah!. Sebab mereka itu musyrik. Ali Karramallahi wajhah berkata, “Saya bertanya, Wahai Rasulullah, apa tanda-tanda mereka?” Nabi SAW menjawab, “Mereka itu memuji-muji kamu dengan hal-hal yang tidak ada padamu dan mencela orang-orang salaf.”Dalam riwayat Al-Daruquthmi disebutkan dengan redaksi, “Mereka mengklaim cinta kepada kita, Ahlul Bayt, padahal tidak sama sekali. Tanda-tanda mereka adalah mencela Abu Bakar dan Umar.

Dalam hadits tersebut terdapat redaksi “perangilah!” yang memberikan ketentuan untuk memerangi golongan Rafidhah. Namun redaksi tersebut tidak lantas bisa ditafsirkan secara general meliputi seluruh golongan Syi’ah. Sebab Rasulullah masih memberikan ketentuan lain mengenai tanda-tanda golongan Syi’ah yang wajib dan boleh diperangi, yaitu redaksi “Mereka itu memuji-muji kamu dengan hal-hal yang tidak ada padamu dan mencela orang-orang salaf.” Dari redaksi tersebut dapat dipahami bahwa dewasa ini, ada golongan syi’ah memiliki banyak sempalan yang tidak melakukan aksi mencaci dan mencela para sahabat maupun ulama salaf.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

M. Quraish Shihab mengajukan pandangan alternatif bahwa kendati Syi’ah Zaidiyah berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Nabi yang termulia, bahkan melebihi kemuliaan Abu Bakar, Umar, dan Usman, namun mereka mengakui sahabat-sahabat Nabi itu sebagai khalifah-khalifah yang sah. Karena keengganan mereka menyalahkan para sahabat Nabi itu, apalagi mencaci dan mengutuk mereka, maka pengikut Imam Zaid dinamai dengan Al-Rafidhah, yakni penolak (untuk) menyalahkan dan mencaci. Meskipun demikian, ada juga yang mengartikan Rafidhah sebagai siapa yang menolak pandangan Imam Zaid tentang tidak wajarnya memaki Abu Bakar dan Umar sehingga siapapun yang memakinya, maka ia dinamai Rafidly.

Sedangkan Rafidhah yang dimaksudkan KH. Hasyim Asy’ari sendiri merupakan kaum Syi’ah yang senang mencaci-maki para sahabat dan ulama salaf. Misalnya, mereka mengkritik dengan sangat pedas pada Utsman bin Affan menyangkut kebijaksanaan beliau ketika menjadi khalifah ketiga. Juga ‘Aisyah, Thalhah, dan Zubair menyangkut sikap permusuhan dan perlawanan mereka terhadap Ali bin Abi Thalib. Mereka juga mengecam habis Mu’awiyah, ‘Amr bin Al-‘Ash, dan sahabat lainnya yang dianggap telah meruntuhkan bangunan yang telah dibangun Rasulullah.

Sedangkan pandangan Ahlussunnah wal Jama’ah, walaupun mempersalahkan Mu’awiyah dalam perang yang disulutnya melawan Ali bin Abi Thalib, mereka berprasangka baik dengan memberikan pernyataan bahwa Mu’awiyah telah berijtihad, tetapi keliru dalam ijtihadnya. Mereka juga menegaskan bahwa tidak ada gunanya mencaci, mengutuk, mencerca, ataupun mengkritik sahabat-sahabat Nabi SAW.

Dari penjabaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua golongan Syi’ah boleh diperangi dan diperlakukan secara sewenang-wenang. Pada dasarnya Ulama Ahlussunnah telah  memberikan rujukan untuk memperlakukan Syi’ah dengan sikap toleran. Namun yang dimaksudkan Syi’ah disini adalah Syi’ah yang tidak memiliki konteks makna Syi’ah yang senang mencaci maki ataupun memerangi golongan lain dan membuat kekacauan. Sebab faktanya, tidak semua Syi’ah adalah Rafidhah (senang mencaci dan mencerca). Kaum Aswaja di zaman modern ini, di mana dunia seakan selebar daun kelor, mestinya tidak ikut-ikutan cara kaum Nawaashib Wahabi memandang Syi’ah secara “gebyah uyah podo asine”. Jangan ikut-ikutan menggeneralisasi bahwa semua Syi’ah adalah Rafidhoh yang harus dimusuhi, sehingga nantinya akan menyebabkan golongan Syi’ah pun beranggapan bahwa golongan Ahlussunnah wal Jamaah adalah kaum Nawaashib sebagaimana kaum Wahabi.


*Mahasiswi Unhasy Tebuireng Jombang.

Tulisan ini disarikan dari Risalah Ahlussunnah wal Jamaah