Oleh: KH. Salahuddin Wahid

Idul Fitri adalah bentuk salah satu hari raya bagi umat Islam. Di hari itu, semua manusia diharapkan menang setelah berperang dalam medan Ramadan sebulan sebelumnya.

Di Indonesia, Idul Fitri dirayakan dengan sangat indah dan bahkan momennya tak akan didapatkan di negara lain selain Indonesia, bahkan negara Arab sekalipun.

Di Indonesia kita mengenal momen mudik sebelum lebaran datang. Semua orang berlomba-lomba dan bersusah payah kembali ke rumahnya untuk sekadar merayakan lebaran bersama. Meski sulit pun, kita merayakannya dengan suka cita.

Namun siapa sangka, mudik juga membawa berkah, dari sanalah ekonomi bisa menyebar dan merata secara baik tanpa kita sadari. Karena semua orang kota yang kembali, akan membawa serta uang mereka ke desa.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Budaya ini pun jadi sangat menarik menurut saya dan memang harus dipertahankan dan juga tak dimiliki masyarakat Arab, misalnya.

Di Indonesia pula kita mengenal Halalbihalal, momen di mana kita saling meminta maaf, dan di waktu yang sama juga harus saling memaafkan. Momen ini terasa sangat hangat karena di negara ini, halalbihalal bukan hanya perayaan monopoli umat muslim saja.

Idul Fitri dengan budaya halalbihalal, merupakan momen komunikasi lintas agama, lintas budaya bahkan momen komunikasi tingkat strata sosial. Momen kita untuk berdamai sebagai sesama manusia hingga momen untuk bertemu antara seluruh strata sosial yang selama ini tak setara.

Di sebuah instansi misalnya, bawahan bisa bertemu atasan secara langsung, dan bahkan menyampaikan keluhannya secara terbuka yang tak mungkin dilakukan selain di momen Idul Fitri. Dan kedua belah pihak dapat sama-sama saling mengoreksi. Buat bawahan ini momen wadul, sebaliknya bagi atasan, ini adalah saat untuk bisa mendengar kritik dengan baik dan tak mengulangi kesalahan.

Ini kesempatan jika selama ini kita mau minta maaf namun terhalang malu dan pekewuh, momen ini kesempatan yang baik untuk bisa saling memaafkan. Meminta maaf itu tidak mudah, memberi maaf juga tidak mudah. Namun Idul Fitri ini semua jadi dipermudah dan ini kesempatan emas bagi banyak orang.

Ramadan dan Idul Fitri juga harusnya jadi momen kita berbenah diri. Saya berharap kita semua mampu meneruskan puasa setelah Ramadan, bukan saja puasa secara lahiriyah namun juga puasa secara batiniyah.

Dalam Ramadan, kita dilatih untuk jujur. Hampir setiap inchi nilai-nilai Ramadan ini mengajarkan kita untuk jujur dan perbuatan baik lainnya. Bisa tidak kejujuran ini kita pertahankan sampai Ramadan tahun depan.

Dan hanya orang-orang yang menang dalam berpuasa itu adalah orang yang bisa berpuasa setelah Ramadan, artinya memperbaiki dirinya setelah bulan Ramadan.

Akhirnya, selamat Idul Fitri semoga kita benar-benar menjadi orang yang kembali ke fitrah seperti spirit Idul Fitri pada seharusnya. Minal aidin wal faizin , mohon maaf lahir dan batin. (*)


*Pernah dimuat di Radar Jombang (Jawa Pos) pada 17 Juni 2018, dimuat ulang untuk kepentingan pendidikan.