Oleh: Drs. KH. Junaedi Hidayat
اَلْحَمْدُ لِلهِ، نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ، وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ، وَاَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، أَمَّابَعْدُ
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْ اللهَ، اِتَّقُوْ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، وَالْعَصْرِ، إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ، إِلَّا الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Maasiral Muslimin Jamaah Jumah Rahimakumullah
Melalui khutbah ini, marilah kita secara sungguh-sungguh meningkatkan amal ibadah kita kepada Allah SWT, dengan melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah secara imtitsal. Artinya adalah kepatuhan yang bersifat mutlak dan tidak bersyarat. Dalam situasi apa pun dan keadaan apapun, kita senantiasa di dalam ketakwaan kepada Allah. Inilah yang menjadi inti dari kebersamaan kita di hari Jumat ini, karena ketakwaan ini menjadi modal yang paling berharga dalam kehidupan kita ini.
Maasiral Muslimin Rahimakumullah
Hari-hari ini kita sedang memperingati peristiwa yang bersejarah dalam kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam yaitu peristiwa Isra’ dan Mi’raj nabiyullah Muhammad. Dua peristiwa tapi dilakukan dalam satu paket perjalanan. Isra’ dalam perjalanan dari masjidil Haram ke masjidil al-Aqsa. Mi’raj adalah perjalanan menuju ke Sidratul Muntaha.
Isra’ berdasarkan dalil yang sifatnya qha’iyyu ad-dilalah karena berdasarkan surah Isra’ ayat satu. Sedangkan mi’raj, para ulama berbeda pendapat terkait dengan landasan terjadinya mi’raj. Di dalam al-Quran menyebutkan di dalam surah an-Najm, juga ada di dalam hadis ahad tapi tidak sampai kepada hadis mutawatir. Sehingga posisi dalilnya adalah dzonniyyu ad-dilalah. Tetapi dua peristiwa itu diyakini telah terjadi oleh para ulama. Kejadian yang tentu diluar logika manusia. Oleh karena itu disebut dengan mukjizat.
Merupakan sesuatu yang khoriqatun li al-‘adah. Yang luar biasa, yang keluar dari kebiasaan. Dalam hidup ini Allah mempunyai hak untuk menciptakan segala sesuatu. Terjadinya itu bisa karena sebab yang ‘adiyyah, bisa karena sebab yang ghoiru ‘adiyyah. Kehidupan yang normal seperti yang kita lakukan ini, segala sesuatu terjadi karena sebab yang ‘adiyyah. Setiap kejadian yang sabab ‘adiyyah itulah hidup kita ini akan bisa menjadi tertib. Bisa memungkinkan kita untuk membuat sebuah perencanaan, agenda, yang harus kita lakukan dalam tahapan-tahapan kehidupan ini.
Sabab al-‘adiyyah ini, orang biasa menyebut sebagai apa yang didasarkan dari Allah dalam hukum-hukum alam atau sunnatullah. Kalau mau pintar, maka untuk menjadi pintar tentu sabab ‘adiyyah-nya adalah dengan belajar. Belajar itu mendengarkan, membaca, merenungkan, mengkaji, itu namanya sababun ‘adiyyah. Kalau orang mau sehat, tentu harus bisa menjaga keseimbangan dalam pola hidupnya. Baik dalam segi makanan, pola istirahat, dan lain-lain. Hal-hal seperti ini adalah sababun ‘adiyyah.
Kalau orang mau mendapat duit, maka harus bekerja. Sababun ‘adiyyah ini diberikan oleh Allah kepada siapapun. Dalam hidup di dunia ini, siapapun berhak (dalam sababun ‘adiyyah). Selama dia mampu melewati dan menjalani sababun ‘adiyyah tersebut. Mau mengikuti proses kejadian dalam alam semesta ini. Maka siapapun dia, baik muslim ataupun non-muslim, baik orang Indonesia maupun orang luar negeri, siapapun punya hak untuk mendapatkan sesuatu yang dia inginkan itu.
Orang Islam berhak untuk pintar kalau dia belajar dengan baik. Orang Islam berhak untuk kaya, kalau dia berkerja dengan baik. Ukuran baik itu ada sunnatullah-nya, ada ukuran-ukuran yang tentu harus memenuhi standar pekerjaan, standar usaha yang mesti dilakukan di dalam proses kehidupan ini. Itu namanya sababun ‘adiyyah. Jika kanjeng Nabi mengatakan,
إِنَّ اللهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّهُ وَمَنْ لَا يُحِبُّهُ
Allah memberikan persoalan yang menyangkut dunia ini kepada siapapun, baik orang itu dicintai oleh Allah maupun orang yang tidak disukai oleh Allah. Semua (orang) ini dikasih di dunia. Orang yang dibenci oleh Allah, dia bisa kaya dan sukses. Sebagai seorang pemimpin, dia bisa menjadi seorang pejabat.
Hal ini semua, ketika seseorang itu mampu melakukan sesuatu sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku dalam memperoleh hal yang dia inginkan tersebut. Tetapi untuk di akhirat, wa yu’thi ad-din li man yuhibbuhu. Untuk urusan agama dan akhirat, Allah memberikan kepada orang yang dicintai oleh Allah. Tentu yang dicintai oleh Allah adalah orang yang beriman dan senantiasa taat kepada-Nya. Itulah yang berhak mendapatkan kehidupan yang bahagia di akhirat nanti.
Di dunia ini berlaku hukum alam itu dan ia disebut sebagai sababun ‘adiyyah. Ada rumusan, kaidah, konsep, managemen, yang harus dilakukan di dalam setiap kita ingin mencapai sebuah apa yang kita inginkan.
Yang kedua, sesuatu itu bisa terjadi karena sababun ghoiru ‘adiyyah. Kedua hal ini jaizun fi haqqihi ta’ala. Sesuatu yang menjadi hak penuh dan kewenangan Allah untuk melakukan atau tidak melakukan itu. Mukjizat ini adalah sesuatu yang khoriqatun li al-‘adah. Isra’ dan mi’raj ini terjadi di luar jangkauan akal pikiran manusia.
Itu bisa terjadi karena asro bi ‘abdihi. Yang menghendaki terjadinya perjalanan itu adalah gusti Allah. Jangankan dua pertiga malam, lebih cepat dari itu pun Allah itu bisa ketika Dia menghendaki. Karena hal itu masuk dalam wilayah jaizun. Tetapi tidak kemudian sesuatu yang ghoiru ‘adiyyah, aneh-aneh itu semua terjadi secara berulang-ulang. Itu tidak bisa terjadi terlalu sering apalagi terus-menerus, nanti namanya bukan lagi ghoiru ‘adiyyah.
Dan tentu jika terjadi maka akan mengacaukan terhadap sistem kehidupan itu sendiri. Tuhan ingin menunjukkan saja (melalui isra’ dan mi’raj) bahwa Dia itu Maha Kuasa. Makanya ada Nabi Isa as. yang lahir tanpa seorang ayah. Ada Hawa yang lahir tanpa seorang ibu. Ada Nabi Adam as. yang lahir tanpa ayah dan ibu.
Itu semua menunjukkan bahwa “sebab” bagi Allah bukanlah sebuah keharusan. “Sebab” bagi Allah adalah jaizun fi haqqihi ta’ala. Merupakan sebuah pilihan, bisa sababun ‘adiyyah maupun ghoiru ‘adiyyah. Tetapi untuk kenormalan hidup manusia, supaya manusia mempunyai planning yang jelas, supaya hidup ini menjadi jelas, maka hidup itu bertumpu kepada sababun ‘adiyyah yang disebut dengan hukum-hukum alam yang terjadi pada kehidupan kita ini.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم
إنَّهُ تَعَالى جَوَّادٌ كَرِيْمٌ رَؤُوْفٌ الرَّحِيْمُ