Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
حَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ إِسْمَعِيلَ عَنْ قَيْسٍ عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً إِلَى خَثْعَمٍ فَاعْتَصَمَ نَاسٌ مِنْهُمْ بِالسُّجُودِ فَأَسْرَعَ فِيهِمْ الْقَتْلَ قَالَ فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ لَهُمْ بِنِصْفِ الْعَقْلِ وَقَالَ أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ قَالَ لَا تَرَاءَى نَارَاهُمَا قَالَ أَبُو دَاوُد رَوَاهُ هُشَيْمٌ وَمَعْمَرٌ وَخَالِدٌ الْوَاسِطِيُّ وَجَمَاعَةٌ لَمْ يَذْكُرُوا جَرِيرًا
“Hannad bin As Sarri telah menceritakan kepada kami, Abu Mu’awiyah telah menceritakan kepada kami, dari Isma’il, dari Qais dari Jarir bin Abdullah, ia berkata, Rasulullah ﷺ telah mengirim kami dalam sebuah kesatuan militer menuju Khats’am, kemudian orang-orang diantara mereka berlindung dengan bersujud, kemudian cepat terjadi pembunuhan di antara mereka. Lalu hal tersebut sampai kepada Nabi ﷺ, dan beliau memerintahkan agar mereka diberi setengah diyah. Dan beliau berkata, “Aku berlepas diri dari setiap muslim yang bermukim di antara orang-orang musyrik.” Mereka bertanya; kenapa wahai Rasulullah? Beliau berkata, kedua api peperangan mereka saling melihat. Abu Daud berkata, hadits tersebut diriwayatkan oleh Husyaim dan Ma’mar, Khalid Al Wasithi, serta beberapa orang-orang, mereka tidak menyebutkan Jarir.”[1]
Imam Abu Dawud memasukkan hadis diatas pada bab “Bab Larangan Membunuh Orang yang Berpegang pada Sujud”, sedangkan hadis yang semakna dengan itu juga diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam kitabnya Sunan at-Tirmidzi pada bab “Bab Tentang Kemakruhan Tinggal di Antara Kaum Musyrik”.[2]
Jika dipahami secara tekstual dan dilihat dari pengelompokan bab hadis dari Imam Abu Dawud dan Imam at-Tirmidzi bisa ditarik pemahaman kalau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka dan tidak mau tahu terhadap orang yang bertempat tinggal di daerah kekuasaan orang kafir. Pemahaman seperti ini bukan hanya dari hadis ini saja ada juga dalil lain yang mendukung pemahaman seperti ini misalnya saja pendapat Abu al-Qasim al-Zamakhshari Jarakullah ketika menafsirkan ayat al-Maidah ayat 51:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصارى أَوْلِياءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِياءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (kalian); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kalian mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Beliau berpendapat kalau ayat ini adalah:
وهذا تغليظ من اللَّه وتشديد في وجوب مجانبة المخالف في الدين واعتزاله
“Ini adalah penegasan dari Allah dan penekanan dalam kewajiban untuk menjauhi orang-orang yang menyimpang dalam agama dan mengasingkan diri dari mereka.”[3]
Syarah Hadis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan sekelompok tentara menuju Khats’am yaitu salah satu kabilah kafir Arab pada zaman dahulu[4] ternyata di Khats’am ada sekelompok orang muslim di sana, mereka mengetahui kalau ada tentara Islam yang datang dan mereka bersujud seraya meminta perlindungan, tetapi mereka tetap dibunuh karena dikira sebagai orang kafir, setelah mengetahui hal itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membayarkan separuh dari diyat sampai status orang yang dibunuh tadi jelas keislamannya.[5]
Dalam syarah kitab Sunan Abi Dawud juga dijelaskan:
أي: أمر لهم بنصف الدية، قيل: إنهم كانوا مسلمين، ولكنهم بين الكفار، فقتلوا كما قتل الكفار، والنبي صلى الله عليه وسلم أمر لهم بنصف العقل، أي: بنصف الدية
“Dikatakan: Mereka adalah orang-orang Muslim, tetapi berada di antara orang-orang kafir, sehingga mereka dibunuh seperti orang kafir. Nabi Muhammad memerintahkan untuk memberikan setengah dari diyat (kompensasi), yaitu setengah dari nilai diyat.”[6]
Pasukan muslim memang tidak sengaja membunuh saudaranya sesama muslim yang berada di Khats’am sehingga Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hanya membayar setengah dari diyat.
Sedangkan maksud perkataan nabi أنا بريء من كل مسلم يقيم بين أظهر المشركين dijelaskan juga dalam syarah kitab Sunan Abi Dawud:
قوله: قال: (أنا بريء من كل مسلم يقيم بين أظهر المشركين) يعني هؤلاء قتلوا بسبب وجودهم بين المشركين، وظن المسلمون أنهم منهم. وقيل: إن اعتصامهم بالسجود ليس دليلاً واضحاً على إسلامهم؛ لأنه يوجد منهم السجود لكبرائهم وكذلك السجود لغير الله عز وجل، فمجرد السجود من الكفار لا يكفي، وإنما الذي يعول عليه هو شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، لكن لما كانوا مسلمين وكانوا بين الكفار وصار لهم مشاركة في أنهم قتلوا بتسبب أنفسهم وبفعل غيرهم صار على الذي حصل منه القتل نصف العقل وليس كله.
“Perkataan: (أنا بريء من كل مسلم يقيم بين أظهر المشركين) Ini berarti bahwa mereka dibunuh karena keberadaan mereka di antara orang-orang musyrik, dan para muslim mengira mereka termasuk di antara mereka. Dikatakan pula bahwa tindakan mereka bersujud bukanlah bukti yang jelas tentang keislaman mereka; sebab ada di antara mereka yang bersujud kepada pemimpin mereka dan juga bersujud kepada selain Allah. Jadi, sekadar bersujud dari orang-orang kafir tidaklah cukup. Yang menjadi pegangan adalah syahadat: “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” Namun, karena mereka adalah muslim dan berada di antara orang-orang kafir, serta mereka ikut bertanggung jawab atas kematian mereka karena tindakan diri mereka sendiri dan tindakan orang lain (kafir yang ada di sekitar mereka), maka bagi mereka yang membunuh dikenakan setengah dari diyat, bukan seluruhnya.[7]
Dari penjelasan hadis dari sini bisa disimpulkan kalau konteks hadis adalah akibat dari bergaul dengan orang kafir pada zaman itu bisa menyebabkan mereka yang seharusnya dapat perlindungam dari sesama muslim tetapi karena adanya tasyabbuh dengan orang kafir jadinya mereka kena imbasnya.
Konteks Zaman Sekarang
Pada zaman modern sekarang, kehidupan masyarakat dunia sangatlah kompeks. Mereka sudah banyak menempati tempat di segala penjuru dunia. Hampir seluruh negara di dunia pasti mempunyai penduduk yang berbeda-beda agamanya, tiada satu nagara pun di dunia yang hanya memiliki satu agama saja yang dianut warganya baik itu yang menetap atau tidak. Jadi setiap negara pasti memiliki penduduk yang bervariasi agamanya.
Jika melihat penjelasan hadis di atas, apakah masih relevan di zaman sekarang kalau seorang muslim sebaiknya tidak bertempat tinggal di daerah kekuasaan orang kafir atau dalam konteks sekarang berada dalam negara yang mayoritas dihuni oleh orang non muslim? Jika melihat realita sekarang, kalau banyak orang muslim yang berdomisili di negara yang mayoritas kafir, misalnya seorang dubes negara muslim yang ditugaskan untuk menjadi diplomat negaranya bagi negara kafir atau seseorang yang memang punya pekerjaan di negara yang mayoritas penduduknya orang kafir.
Tentunya, jika hadis tersebut diaplikasikan atau diterapkan ke mereka yang punya kepentingan di negara kafir seperti menjadi dubes, konsulat, atau pekerjaan apapun yang bahkan punya maslahat kepada dirinya atau orang lain, akan sangat tidak relevan. Jika melihat konteks hadis pada saat peperangan, yang mana situasi peperangan biasanya sangat sulit mengetahui perbedaan mana kawan mana lawan kecuali adanya pembeda di antaranya misalnya kostum perang yang dipakai ketika peperangan.
Syekh Yusuf al-Qordhawi dalam bukunya Kaifa Nata’amal ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah menyebutkan kalau hadis di atas sebagai bentuk lepas tangannya Rasulullah terhadap orang Islam yang berada di daerah orang kafir (yang sedang berperang) karena bisa saja mereka terbunuh oleh orang muslim sendiri. Sejatinya sudah tidak relevan jika dipraktikkan pada zaman modern ini karena faktor yang melatarbelakangi adanya hadis itu sudah berubah, maka dari itu hukum yang ditetapkan dengan hadis ini otomatis juga berubah status hukumnya.[8]
Bahkan jikalau negara kafir atau non muslim dirasa lebih aman untuk menjalankan agama Islam, menjamin keselamatan dan harta orang Islam dibandingkan negara Islam sendiri yang tidak mampu menjamin maka berpindah ke negara kafir adalah anjuran.[9] Jadi hadis di atas sejatinya tidak bisa diamalkan tanpa mengetahui latar belakang hadis itu muncul. Jika faktor yang melatarbelakangi hadis itu ada pada zaman modern itu masih relevan, maka tidak ada salahnya hadis itu digaungkan.
Baca Juga: Benarkah Dunia Penjara bagi Orang Islam dan Surga bagi Orang Kafir?
[1] HR Abu Dawud no 2274
[2] HR at-Tirmidzi no 1530 “أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلِمَ قَالَ لَا تَرَايَا نَارَاهُمَا”
[3] Abu al-Qasim Mahmoud bin Amr bin Ahmad, al-Zamakhshari Jarakullah, Al-Kasyaf ‘an Haqa’iq Ghawamid al-Tanzil, Beirut, Dar al-Kitab al-Arabi,1987, 642/1.
[4] Sayyid Abdul Majid al-Ghouri, Al-Dhawabit al-Asasiyyah li Fahm al-Hadith al-Nabawiyyah, Beirut, Dar Ibn Kathir, 56
[5] Ali bin Naif al-Shahhud, Mafhum al-Wala’ wa al-Bara’ fi al-Qur’an wa al-Sunnah, 2012, 378/1
[6] Sharh Sunan Abi Dawud, Al-Abbad Al-Badr, Abdul Muhsin bin Hamad bin Abdul Muhsin bin Abdullah bin Hamad, 312/17.
[7] Al-Abbad Al-Badr, Abdul Muhsin bin Hamad bin Abdul Muhsin bin Abdullah bin Hamad, 312/17.
[8] Yusuf al-Qardhawi, Kaifa Nata’amal ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah, Kairo, Dar al-Syuruq, 148
[9] Sayyid Abdul Majid al-Ghouri. 56
Ditulis oleh Nurdiansyah Fikri Alfani, Santri Tebuireng