Potret dalam keluarga. (ilustrasi: arindan/tbi3)

Oleh: Raden Arditya*

Kalimat “Anak polah bapa kepradah” yang dapat diartikan bahwa orang tua menanggung malu karena perbuatan yang telah dilakukan oleh anaknya, menjadi jargon yang paling tepat untuk peristiwa yang baru-baru ini terjadi. Diketahui seorang anak pegawai Ditjen Pajak, bernama Mario Dendy (20), melakukan penganiayaan terhadap seorang remaja di bawah umur. Setelah ditelusuri oleh polisi, terungkap bahwa remaja tersebut merupakan anak pengurus GP Anshor Jakarta. Remaja yang dikenal sebagai David tersebut ditemukan dalam keadaan koma setelah dianiaya. Tidak memerlukan waktu lama, kejadian ini langsung trending di salah satu media sosial.

Sesaat setelah trending, aparat langsung melakukan penelusuran dan menemukan orang yang diduga pelaku kekerasan tersebut. Kronologi kejadian penganiayaan itu diungkap dalam konferensi pers kepolisian di kantor Kapolda Pusat. Dijelaskan oleh divisi Humas Polda alasan Mario melakukan penganiayaan terhadap David karena curhatan seorang perempuan, teman dekat Mario. Perempuan tersebut belakangan diketahui bernama Agnes.

Dikatakan oleh Agnes, David melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepadanya. Karena tersulut emosi, Mario langsung berinisiatif untuk mengajak bertemu David. Tetapi hal tersebut dilakukan dengan cara menyamar atau berpura-pura sebagai teman David (bukan sebagai Mario). Singkat cerita setelah berhasil bertemu dengan David, Mario langsung melakukan pemukulan hingga David tak sadarkan diri.

Peristiswa ini sungguh menjadi keprihatinan, karena kasus seperti di atas tidak hanya sekali terjadi. Beberapa kasus kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini dilakukan oleh seoarang anak pejabat negara. Sungguh sangat miris di mana seorang anak pejabat yang seharusnya bisa menjaga kehormatan orang tuanya di mata publik, justru terang-terangan melakukan tindak pidana yang sangat mungkin berujung penjara.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sebut saja kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Amri Tanjung, yang merupakan anak anggota DPRD Kota Bekasi periode 2019-2024. Kasus kekerasan seksual itu menimpa korban di bawah umur, 15 tahun, hingga mengakibatkan penyakit di kelamin korban. Orang tua pelaku menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada kepolisian dan enggan dikaitkan dengan jabatannya sebagai anggota DPRD. Amri Tanjung, pelaku, akhirnya diadili dengan putusan hukuman penjara selama 7 tahun.

Tidak hanya kasus kekerasan, kasus kecelakaan juga dialami oleh anak Kasubbag Rumah Tangga DPRD Jambi. Kasus ini sempat viral karena kedua korban yang ada di dalam kecelakaan tunggal tersebut ditemukan tanpa busana. Kedua korban yang ternyata adalah pasangan kekasih, diduga melakukan tindakan mesum di dalam mobil dan panik ketika ketahuan warga. Belum ada keputusan hukum mengenai kasus ini karena tidak ada unsur pidana di dalamnya. Tetapi staf DPRD Jambi, yang merupakan orang tua korban, terancam dicopot dari jabatannya.

Segelintir kasus yang melibatkan anak pejabat di atas adalah contoh bagaimana ketika anak melakukan kesalahan sekecil apapun (apalagi fatal) akan berdampak pada orang tuanya. Terminologi “anak polah bapa kepradah” adalah gambaran dari kasus-kasus tersebut. Hal ini menjadi perhatian serius bagi penulis yang masih bertanya-tanya dalam benak tentang apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Apakah kejadian itu murni kesalahan si anak? Atau justru dari orang tua lah segala sesuatunya bermula?

Parenting Itu Penting

Penulis yang merupakan bapak dari tiga orang anak merasa masih sangat awam jika berbicara tentang parenting atau pola asuh saat ini. Meskipun sudah memiliki tiga anak, mendidik anak tetap bukan pekerjaan mudah yang bisa “disambi” ini dan itu. Hal tersebut tidak terlepas dari cerita masa lalu, lebih tepatnya ketika penulis masih kanak-kanak. Dibesarkan oleh kedua orang tua yang bekerja, membuat penulis lebih banyak menghabiskan waktu bersama ART atau dulu lebih sering disebut “mbok” (red: pembantu). sungguh menghabiskan waktu bersama orang tua (ayah dan ibu) menjadi hal yang sangat mewah sekaligus mustahil untuk dilakukan.  

Hal-hal tersebut yang membuat penulis sedih sekaligus gembira. Karena kini penulis mendapat alasan untuk belajar parenting yang baik dan menebus “kesalahan” yang mungkin dilakukan kedua orang tua dulu. Menjadi orang tua memang sulit, tetapi menjadi anak juga tidak mudah. Karena banyak sekali pertanyaan yang berputar di otaknya tentang hal-hal yang baru saja dia temukan atau pelajari. Misalnya saja, ketika orang tua melarang anak melakukan sesuatu dengan menggunakan nada tinggi atau cenderung membentak anak. Orang tua sebetulnya berutang penjelasan kepada anak kenapa ia sampai dilarang melakukan hal tersebut.

Akhirnya apabila tidak diberi penjelasan bisa jadi anak akan mengira bahwa itulah cara menyampaikan pendapat yang benar (harus dengan nada tinggi). Contoh di atas benar-benar terjadi kepada seorang teman yang bermukim di Bandung. Suatu hari ia mendapati anaknya “marah-marah” karena temannya sudah dilarang naik sepeda tetapi tidak menuruti perkataannya. Setelah ditanya, ternyata ia melarang temannya naik sepeda karena khawatir temannya jatuh. Saat ditanya kenapa harus marah, anaknya menjawab “ayah juga gitu kalo ngasih tau Caca.”

Hal di atas seharusnya bisa menjadi tamparan halus untuk orang tua dimanapun yang masih merasa harus membentak anak. Menasehati sangat berbeda dengan membentak ataupun memarahi anak. Dua-duanya kata kerja, tetapi sangat jauh berbeda artinya. Karena menasehati bermaksud untuk memberikan nasehat kepada anak, sedangkan membentak atau memarahi bermaksud memberikan luka di hati anak. Yang bahaya luka tersebut tidak langsung terlihat. Bisa jadi luka itu muncul di kemudian hari saat anak sudah tumbuh dewasa.

Masih banyak orang tua yang bingung harus memberi hadiah apa di saat sang anak berulang tahun. Padahal hanya sekedar meluangkan waktu untuk bermain bersama anak bisa memberikan efek yang luar biasa. Pengalaman penulis waktu kecil memberikan dorongan pada penulis untuk tidak melakukan hal yang sama. Sesedikit apapun waktu senggang yang kita punya berikanlah kepada anak karena mereka berhak untuk itu.

Peristiwa kekerasan yang melibatkan anak pejabat tidak bisa ditimpakan semua kepada sang anak. Karena setiap orang tua memiliki andil terhadap tumbuh kembang anaknya. Bisa jadi masalah bukan datang dari luar, tetapi dari lingkungan rumah atau orang-orang terdekatnya. Apa yang anak-anak pejabat lakukan adalah sebuah potret kecil tentang bagaimana pola asuh atau parenting itu sangat penting. Asah asih asuh menjadi salah satu konsep penting untuk dipahami. Asah asih asuh yang dalam KBBI berarti mendidik, menyayangi, dan membina bisa diterapkan dalam pendidikan pola asuh supaya tidak ada lagi kejadian “salah didik” anak.

*Dosen di Universitas Amikom Yogyakarta.