Shalat merupakan ibadah yang disebut-sebut sebagai ibadah badaniyah paling istimewa. Saking istimewanya, Allah SWT memanggil Nabi Muhammad SAW secara langsung untuk diberi perintah melaksanakan shalat lima waktu, yang dikenal dengan peristiwa isro’ mi’roj. Hal ini terekam indah dalam firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Isro’ ayat 1:
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِه لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَه لِنُرِيَه مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّه هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Sebagaimana ibadah yang lain, shalat memiliki syarat-syarat yang harus ditunaikan. Di antara syarat sah shalat adalah mengetahui waktu shalat. Hal ini berkonsekuensi bahwa melakukan sholat di luar waktu tersebut hukumnya berdosa baik mendahului atau mengakhirkannya, jika dilakukan dengan sengaja tanpa adanya udzur syar’i.
Di dalam kitab Ianatut Tholibin dijelaskan:
قوله: كنوم لم يتعد به بخلاف ما إذا تعدى، بأن نام في الوقت وظن عدم الاستيقاظ، أو شك فيه، فلا يكون عذرا. وقوله: ونسيان كذلك أي لم يتعد به، وأما إن تعدى به بأن نشأ عن منهي عنه – كلعب شطرنج مثلا فلا يكون عذرا.
Seseorang yang mengakhirkan sholat tidak dianggap berdosa karena dua alasan. Pertama, tidur. Dengan catatan, tidurnya dimulai sebelum waktu shalat tiba atau tidur setelah masuk waktu shalat namun ia yakin atau menyangka bahwa ia akan bangun sebelum waktu shalat habis, persangkaan tersebut bisa datang karena ia sudah memasang alarm atau berpesan kepada seseorang sebelumnya untuk membangunkannya. Maka jika ia tidur ketika waktu sholat sudah masuk dan dia tidak memliki prasangka bahwa nanti akan bangun sebelum waktu sholat habis, maka hukum tidurnya adalah haram dan ia tidak dianggap uzur.
Kedua, lupa. Dengan catatan, lupanya tidak timbul dari sesuatu yang dilarang, entah itu sesuatu makruh atau bahkan yang haram. Jika lupanya disebabkan sesuatu yang haram, maka ia tidak dianggap uzur.
Lalu bagaimana jika asyik bermain game online hingga lupa shalat? Sebelum membahas hukum fikihnya, penulis ingin menyoroti fenomena yang ada yaitu ketika seseorang terlalu larut dalam game online efek negatifnya sangat banyak. Di antaranya; abai terhadap kewajiban baik agama maupun yang lainnya, kesehatan tubuh dan mental, tak jarang ketika mereka bermain game disertai mengatakan kata-kata kotor. Belum lagi jika game tersebut mengandung unsur keharaman, seperti judi, pornografi, dan lain-lain.
Melihat efek negatif yang sedemikian rupa, maka tidak berlebihan jika game online yang membawa efek negative tersebut dihukumi makruh atau bahkan haram, meskipun hukum asalnya mubah. Sebagaimana keterangan dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji:
من هذه الألعاب الشطرنج، فهو قائم على تشغيل الذهن، وتحريك العقل والفكر. ولا ريب أنه لا يخلو عن فائدة للذهن والعقل، فإن عكف عليه زيادة عما تقتضيه هذه الفائدة، فهو مكروه، فإن زاد عكوفه حتى فوت بسببه بعض الواجبات عاد محرماً
Lalu bagaimana konsekuensi bagi orang yang tidak mengerjakan shalat karena bermain game online? Jika kita sepakat akan hukum bermain game sebagimana penjelasan sebelumnya, maka orang tersebut selain diwajibkan mengerjakan shalat secara qodho’, ia juga harus bersegera melakukannya. Haram baginya menunda-nunda qodho’ sholat tersebut.
Bahkan menurut Ibnu Hajar al-Haitamy wajib baginya mengalokasikan seluruh waktunya untuk mengqodho’ sholat kecuali untuk hal-hal yang dibutuhkan seperti makan dan minum. Serta haram baginya mengerjakan amalan sunnah sekalipun. Sebagaimana keterangan dalam kitab Fathul Muin:
ويبادر من مر بفائت وجوبا إن فات بلا عذر فيلزمه القضاء فورا. قال شيخنا أحمد بن حجر رحمه الله تعالى: والذي يظهر أنه يلزمه صرف جميع زمنه للقضاء ما عدا ما يحتاج لصرفه فيما لا بد منه وأنه يحرم عليه التطوع. انتهى
Imam Abdullah Ibn Alawy al-Haddad memiliki pendapat berbeda, beliau berpendapat bahwa konsekuensi qodho’ tidak seekstrem apa yang disampaikan Imam Ibnu Hajar, karena dirasa sangat memberatkan, melainkan menurut beliau boleh juga dilakukan semampunya dulu, pelan-pelan, namun juga dengan komitmen untuk mengqodho’. Sebagaimana dinuqil dalam kitab at-Taqrirot as-Sadidah. Wallahu a’alam.
Baca Juga: Apakah Ada Potensi Industri Game di Indonesia?
Penulis: Umu Salamah, Pengajar di Pesantren Raudhatul Ulum Pati