Oleh: Alfahrizal*

Lesbian, Gay,  Biseksual, dan Transgender atau LGBT belakangan ini kembali banyak dibicarakan  di laman media sosial. LGBT merupakan perilaku kelompok dengan orientasi seks dan gender yang berbeda dari heteroseksual dan cisgender (berkaitan dengan jenis kelamin). Pembicaraan kita kali ini lebih menyorot kepada dua kata pertama, yakni lesbian dan gay.

Lesbian merupakan orientasi seksual seorang wanita yang memiliki ketertarikan terhadap wanita sesama wanita juga. Sebaliknya, gay adalah orientasi seksual yang memiliki ketertarikan satu sama lain dengan jenis kelamin yang sama contohnya yaitu pria dan pria. Pada dasarnya lesbian juga merupakan gay karena memiliki ketertarikan sesama jenis. Namun pada umumnya, gay diartikan sebagai pria yang menyukai pria.

Dua perilaku di atas merupakan perilaku yang menyimpang dari kebiasaan manusia pada umumnya. Secara fitrah manusia dilahirkan untuk suka dan tertarik kepada lawan jenisnya. Akan tetapi, di luar dari kebiasaan umum mereka suka dan memiliki ketertarikan kepada sesama jenis. Maka berawal dari sini banyak yang kontra dengan perilaku ini, baik ditinjau dari segi manusia secara fitrah, maupun dari segi agama.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Fenomena kelainan seksual seperti ini ternyata sudah sejak ada sejak zaman dahulu, tepatnya di zaman Nabi Luth AS. Makanya gay dalam bahasa Arab itu disebut Al-Liwaath (اللواط), merujuk kepada perbuatan kaum Nabi Luth AS yang dengan terang-terangan melakukan perilaku suka sesama jenis. Lalu, Allah SWT menghukum mereka dengan hukuman yang berat, yaitu dengan memporak-porandakan kota mereka, kemudian dihujani dengan batu panas, sebagai bentuk balasan atas perbuatan mereka. Hal ini nyata diabadikan dalam Al-Quran surat Hud; 82-83

فَلَمَّا جَآءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ مَّنْضُودٍ مُّسَوَّمَةً عِندَ رَبِّك َوَمَا هِيَ مِنَ الظالمين بِبَعِيدٍ

Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.

Lantas, bagaimana Islam memberikan hukuman bagi mukmin yang melakukan tindakan kaum Luth tersebut?

Dikutip dari kitab Rawa’i Al Bayan, karangan Syaikh Muhammad Ali Ash-Shobuni bahwa para ulama fiqh memandang perbuatan ini merupakan tindakan kriminal yang terkutuk bahkan sejelek dan sehina-hinanya perbuatan. Tindakan ini bahkan lebih buruk dari pada hewan, karena hampir tidak ditemukan hewan pejantan membuahi sesama pejantan. Maka, bisa kita katakan orang seperti ini dengan “cacat moral.”

Para ulama berbeda pandangan dalam menetapkan hukuman bagi pelaku gay.

Pertama, dibunuh secara mutlak, baik yang melakukan itu belum menikah atau pun sudah, penyodom atau yang disodom. Pendapat ini dikeluarkan oleh imam Malik, Ahmad, dan satu pendapat imam Syafi’i dengan mengacu kepada hadis:

من وجدتموه يعمل عمل قوم لوط فاقتلوا الفاعل والمفعول به

Siapa saja diantara kalian yang melakukan kaum Luth maka, bunuhlah, baik yang melakukan atau yang dilakukan.

Kemudian, para ulama juga berbeda pendapat dalam melaksanakan hukuman mati ini. Pertama, bunuh dengan cara dipenggal lehernya. Kedua, dirajam dengan batu. Ketiga, dilempar dari tempat yang tinggi. Keempat, ditimpakan dengan robohan bangunan.

Kedua, hukuman bagi para pelaku perbuatan kaum Nabi Luth ini sebagaimana hukuman zina. Yakni, dicambuk bagi orang yang belum menikah, atau dirajam bagi yang telah menikah. Pendapat ini merupakan pendapat dari kalangan ulama Syafi’i.

Ketiga, para pelaku gay ini dihukum dengan Ta’zir atau diberi peringatan, baik dengan pukulan, diasingkan, atau apa pun jenisnya yang bersifat peringatan. Pendapat ini dikeluarkan oleh para ulama kalangan Hanafi.

Imam Asy-Syaukani merajihkan atau lebih menggulkan pendapat yang pertama yakni dengan cara dibunuh.

Kemudian, bagi para pelaku homoseksual dari kalangan wanita, atau lesbian, jumhur ulama -kecuali Imam Ahmad, sepakat bahwa hukuman mereka hanyalah dita’zir. Adapun Imam Ahmad mengeluarkan pendapat bahwa hukuman mereka juga sama dibunuh.[1] Wallhu’alam.

Hukuman di atas tentu saja tidak berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena negara kita merupakan negara hukum, semua tindakan kriminal itu diatur melalui hukum. Akan tetapi, bukan berarti tindakan tercela ini dapat semena-mena beredar di tanah air. Kita wajib menjaga diri kita, beserta anak cucu agar terhindar dari penyakit yang merusak fitrah manusia.

Demikianlah betapa berat hukuman dalam islam bagi para pelaku homoseksual baik itu gay atau pun lesby. Hukuman sedemikian beratnya itu semata-mata hanya untuk memberikan rasa takut kepada kita untuk bermaksiat kepada Allah SWT. Di sisi lain, tentu dibalik larangan tersebut ada wisdom point yang berkonotasi kepada kemaslahatan hidup kita di atas alam semesta ini.


[1] Muhammad Ali Ash-Shobuni, Rawa’i Al-Bayan, (Bairut: Maktabah Ghozali, 1980), 2, 41-45.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari