sumber ilustrasi: klikmu.co

Oleh: Rafiqatul Anisah*

Berbicara tentang waktu mengajarkan arti sebuah penghargaan, nilai, kesempatan, serta memberi peringatan supaya tidak terperangkap pada kata sia-sia. Waktu yang terlewat tak akan bisa kembali bahkan ditukar dengan uang pun tidak mampu mengembalikan sebuah waktu. Sebab waktu yang sia-sia akan berujung pada penyesalan.

Allah telah menetapkan awal dan akhir bagi makhluk-Nya. Sementara waktu akan terus mengiringi setiap poros kehidupan dan akan berakhir ketika kehidupan seseorang berakhir pula. Betapa penting dan berharganya waktu. Allah berfirman dalam QS. Al- ‘Ashr: 1-3

وَالۡعَصۡرِۙ‏ (1) اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ (2) اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3

“Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”[1]

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam ayat tersebut dapat dipahami bahwa selamanya kita akan berada dalam keadaan merugi jika enggan memanfaatkan waktu dengan melakukan hal-hal positif, saling mengingatkan dalam kebenaran, dan saling menasehati agar sabar.

Disadari atau tidak, seringkali kita menghabiskan waktu dengan hal-hal yang kurang atau bahkan tidak berfaedah. Seperti mengobrol, memainkan handphone, menggunjing orang lain, melamun, dan tidur. Padahal jika disadari kembali, betapa banyak waktu yang telah disia-siakan begitu saja tanpa mendapat apa-apa.

Berhenti bukan berarti diam di tempat, berhentilah sejenak saja untuk sekadar menghela nafas dari segala aktivitas yang dijalankan. Sebab jika dibiarkan, akan terlalu lama larut dalam kondisi santai, sehingga akan memicu penundaan waktu dalam melakukan agenda berikutnya.  

Waktu dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Penafsiran Quraish Shihab terhadap Term Waktu dalam Tafsir al-Misbah) menerangkan bahwa setiap manusia yang hidup di bumi akan terikat oleh waktu, manusia tidak akan mampu melepaskan diri dari waktu. Dengan adanya waktu, maka terjadilah pergantian siang dan malam yang dapat dijadikan manusia untuk istirahat di malam hari, dan bekerja di siang hari.[2]

Dalam buku “Waktumu adalah Usiamu” karya Ismail Jalili, M.A disebutkan beberapa tindakan baik disengaja maupun tidak, yang mengarah pada penyia-nyiaan waktu; yang pertama sibuk dengan pekerjaan yang tidak penting, melakukan perbuatan ringan, tetapi menggunakan waktu yang banyak, membiarkan waktu terbuang percuma tanpa melakukan pekerjaan apapun, menumpuk pekerjaan dalam satu waktu.[3] Akibatnya waktu yang ditempuh akan lewat begitu saja tanpa ada sedikitpun manfaat yang diperoleh.

Berikut beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memanfaatkan waktu agar bernilai kebaikan:

  1. Selalu mengingat bahwa waktu adalah modal kehidupan di dunia
  2. Memahami hakikat waktu sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hari kiamat kelak.
  3. Mengambil pelajaran dari para ulama terdahulu (as-Salaf ash-Shalih) dalam pemanfaatan waktu.
  4. Berdoa kepada Allah, memohon keberkahan waktu yang dimiliki.
  5. Berlaku zuhud di dunia dan berharap (kebahagiaan) di akhirat.
  6. Takut kepada Allah dan tidak menyia-nyiakan nikmat waktu.[4]

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.

[1] QS. Al- ‘Ashr 1-3
[2] Sholihah, Barokhatus (2018) Waktu dalam Al-Qur’an: studi analisis penafsiran Quraish Shihab terhadap term waktu dalam Tafsir al-Mishbah. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo.
[3]  Isma’il Jalil, M.A. “Waktu adalah Usiamu” (2015) Hal (84 – 85)
[4] Isma’il Jalil, M.A. “Waktu adalah Usiamu” (2015) Hal (101 – 110)