
Kitab Ahla Musamarah fi Hikayati Auliya’ Ashrah merupakan karya monumental dari Syekh Abu Fadhal Senori Tubani, seorang ulama nusantara yang hidup pada masa pertumbuhan Islam di wilayah Jawa. Kitab ini mengangkat kisah-kisah inspiratif para wali dan tokoh Islam yang memberikan gambaran tentang perjuangan para walisongo dan kerajaan Majapahit dalam menyebarkan dakwah Islam. Karya ini tidak hanya bernilai sejarah, tetapi juga menjadi media pembelajaran moral dan etika bagi umat muslim. Dengan gaya penulisan yang menarik dan penuh hikmah, kitab ini menjadi salah satu referensi penting dalam kajian Islam nusantara.
KH. Abul Fadhal Senori atau biasa disebut dengan Kiai Fadhol merupakan putra dari pasangan ulama KH. Abdus Syakur dan Nyai Sumiah yang lahir pada tahun 1921 M. Beliau merupakan seorang ulama masyhur pada zamannya, sangat luas pengetahuan ilmu agamanya. Karena ketekunan dan kedisiplinan dalam belajar ilmu, beliau bisa menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dan menjadi ulama yang zuhud.
Laku sufi dan zuhud tampak dalam keseharian beliau yang sederhana dan bersahaja. Keluhuran pribadi dan kedalaman ilmu kyai Abdul Fadhol tidak lepas dari peran dan didikan para guru beliau yang merupakan para ulama besar, antara lain kyai KH. Faqih Abdul Jabbar Maskumambang, Syaikh Muhammad Baghir bin Al-Jughjawi Al-makki, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi, hingga Syaikh Abu Bakar Syatho’ Ad-Dimyati Al-Makki (pengarang I’anat Talibin ala Sarh Fath al-Muin).
Di antara karya-karya yang ditulis oleh Syaikh Fadhol, Kitab Ahla Musamarah fi Hikayah Al-Auliyai Al-Asyrah merupakan satu-satunya karya KH. Abul Fadhol di bidang sejarah. Kitab ini selesai ditulis pada tahun 1381 H atau bertepatan tahun 1961 M dengan menggunakan bahasa Arab yang menjelaskan tentang perjalanan wali sepuluh. Motivasi dari lahirnya karya ini adalah untuk mengingat sejarah perjuangan para ulama yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di nusantara sehingga tetap dikenang dan diteladani kebaikan-kebaikannya oleh generasi selanjutnya. Dalam muqaddimah-nya, dijelaskan bahwa pengetahuan sejarah sangatlah penting bagi orang-orang yang melihat (paham), orang-orang yang berfikir dan orang-orang yang mengambil teladan. Karena jika tidak demikian, Allah tidak akan menceritakan kepada kita semua tentang kisah-kisah umat di masa lalu. Kita juga dianjurkan untuk bepergian ke berbagai penjuru dunia agar mengetahui peninggalan-peninggalan mereka. Oleh sebab itu, kitab ini perlu ditulis untuk menjadi pengingat dan pencerahan bagi pengarang dan bagi orang lain pada umumnya. Kitab ini diberi judul Ahla Musamarah fi Auliya’ AlAshrah karena terinspirasi dari para ulama yang mulia serta para tokoh-tokoh hebat yang telah menulis sejarah tanah air mereka dan kondisi masyarakatnya, baik mengkisahkan tentang para leluhurnya ataupun orang-orang yang ada dimasa itu, dan hal ini menjadi pengingat untuk generasi setelahnya.
Pembukaan halaman pertama dalam kitab ini menjelaskan sekilas biografi para wali Jawa khususnya mengenai silsilah mereka yang memiliki kaitan nasab dengan Nabi Muhammad. Hubungan nasab itu mengerucut pada Syaikh Jumadil Kubra yang kemudian memiliki putra Maulana Ishaq, Syaikh Ibrahim Asmarakandi dan Sayyidah Asfa. Dari beberapa keterangan sejarah dari kitab ini, pembaca akan dapat mengetahui bahwa terdapat hubungan darah sekaligus keilmuan antara wali satu dengan wali lainnya, seperti Sunan Bonang yang merupakan putra Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati pernah berguru pada Sunan Ampel.
Setelah adanya silsilah keluarga dan sanad keilmuan di antara para wali sembilan, dalam kitab ini juga disebutkan potret dari kerajaan Majapahit ketika dipimpin oleh raja Majapahit yang terakhir yakni Brawijaya, yang kemudian menikahi putri Cempa Bernama Marthaningrum yang dikemas berupa syi’iran oleh Kiai Abul Fadhol. Selain menjelaskan sekilas profil tokoh Majapahit dan walisongo, di dalamnya juga diselingi syi’iran tentang motivasi untuk memiliki cita-cita luhur seperti yang terdapat dalam kisah lembu peteng.
Beliau menuliskan, sebaiknya seorang pemuda memiliki cita-cita luhur, tirakat, menjauhi kenikmatan duniawi, sebab dengan cara itulah seseorang akan mulia. Terdapat beberapa nama masyhur yang disebutkan dalam kitab ini selain walisongo. Misalnya, syaikh Ibrahim Asmoroqondi yang disebut sebagai Syaikh Al-Asmar, yang makamnya di Tuban.
Dalam kitab ini, berakhir sampai keterangan Kerajaan Majapahit jatuh dan berdiri Kerajaan Demak yang dipimpin Raden Fattah, seorang putra Brawijaya V, dan Merthaningrum yang sempat dititipkan ke Arya Damar yang berkuasa di Palembang dan kemudian berguru kepada Sunan Ampel yang menjadi sepupunya. Secara kesimpulan, keseluruhan dari kitab ini memberikan pengetahuan Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara, bahwa walisongo memiliki kontribusi besar atas tersebarnya agama Islam di nusantara. Hanya saja dalam kitab ini tidak ada sistematika pembahasan yang dicantumkan dalam perbab, akan tetapi kitab ini merupakan kitab sejarah Walisongo dan sejarah nusantara yang memberikan kontribusi besar untuk generasi hari ini dan berikutnya di tanah air.
Baca Juga: Kiai Senori Sang Maestro, Belajar Sastra di Tebuireng
Judul : Ahla Musamarah fi Hikayati Auliya Ashrah
Penulis : Syaikh Abu Fadhol Senori Tuban
Penerbit : Majlisut Ta’lif wal Khotot
Halaman : 86 Hal
Peresensi: Isniyatun Niswah MZ