Oleh: Afifah Rusyda*
Kita mengenal Fakhitah binti Abu Thalib, atau yang dikenal juga sebagai Ummu Hani’, merupakan seorang wanita yang menolak lamaran Rasulullah. Namun demikian, Rasulullah memuji keputusannya karena ia memilih untuk mengurus anak-anaknya. Tindakan ini menunjukkan rasa tanggung jawabnya yang tinggi sebagai seorang ibu.
Selain itu, kita juga dapat mengambil teladan dari dua sahabat perempuan yang jasanya diakui oleh Rasulullah dengan memberikan jubahnya sebagai kain kafan. Mereka adalah Shafiyah binti Abdul Muthalib dan Fatimah binti As’ad. Kedua sahabat perempuan tersebut layak diteladani karena tidak semua bibi Rasulullah memeluk Islam. Dari ayahnya, Rasulullah memiliki enam bibi, yaitu Shafiyah, Atikah, Barrah, Arwa, Umaimah, dan Ummu Hakim al Baidha’.
Keduanya merupakan sahabat perempuan sekaligus bibi Rasululah yang punya andil besar dalam islam, dalam peran dan kesempatan yang berbeda. Shafiyah binti Abdul Muthalib, ia merupakan bibi sekaligus saudara ipar Rasulullah, ayahnya adalah Abdul muthalib, kakek yang sangat menyayangi Rasulullah, ibunya adalah Hallah binti Wahab, saudari ibunda Rasullah Aminah binti Wahab.
Putranya Zubair bin al-Awwam merupakan salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Sebelum menikah dengan al-awwam yang merupakan saudara kandung Siti Khadijah. Shafiyah menikah dengan al-Harits bin Harb, saudara Abu Sufyan bin Harb, tokoh bani umayyah, namun al-Harits meninggal dunia.
Di antara kepahlawanan Shafiyah adalah ia turun ke gelanggang pertempuran saat pasukan muslimin terdesak dalam perang uhud. Saat Rasululllah mengetahui hal ini beliau meminta Zubair bin al-Awwam agar mencegah ibunya, namun Zubair tidak berhasil membujuk ibunya, Shafiyah tetap dengan tekad untuk membela Nabi sallallahu alaihi wa sallam sampai titik darah penghabisan.
Atas hal itu, Rasulullah pun menyuruh Zubair untuk membiarkannya, Rasulullah mencegah karena khawatir Shafiyah akan terkejut melihat kondisi saudaranya yakni Hamzah yang telah syahid oleh tombak Wahsyi. Saat perang uhud usai ia pun mendekati jasad Hamzah bin Abdul Muthalib ia berkata, “itu semua adalah kehendak Allah. Sungguh aku ridha dengan ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala sungguh aku sabar dan hanya berharap pahala atas duka ini.”
Dalam peristiwa yang lain, yakni perang khandaq, ia dapat menciutkan nyali yahudi karena membunuh mata-mata yang mereka kirimkan. Sementara dibenteng yang ditempati Shafiyah dan kaum perempuan dan anak-anak, yakni benteng Hassan bin Tsabit tidak ada seorang laki-laki pun, sementara Shafiyah melihat ada seorang mata-mata, ia pun langsung memukulnya dengan tongkat besi dan memenggal kepalanya dengan belati, kemudian melemparkannya kepada yahudi yang menunggu di luar benteng.
Melihat kepala temannya bersimbah darah mata-mata tersebut lari terbirit-birit sambil berkata “Muhammad sallallahu alaihi wa sallam adalah sosok yang luar biasa! Ia tak meninggalkan benteng yang diisi kaum perempuan dan anak-anak tanpa seorang laki-laki penjaga.”
Baca Juga: https://tebuireng.online/mengenal-paman-bibi-dan-istri-istri-nabi-muhammad-saw/
Kedua, Fatimah binti As’ad ia adalah istri dari paman Rasulullah yakni Abu Thalib, siapa yang tak kenal Abu Thalib, orang yang paling setia dalam membela Rasulullah setelah Khadijah al-kubro istri nabi yang tercinta. Kehadiran Fatimah bin As’ad di rumah Nabi sallallahu alaihi wa sallam turut andil menggantikan Khadijah dalam mengurus rumah, dan Abu Thalib dalam membela Rasulullah, menurut adz-dahabi ia masuk islam dan ikut hijrah serta wafat di Madinah. Fatimah binti As’ad terus berkhidmat kepada Rasulullah dengan mengurus keperluan nabi bahkan juga putri nabi, Fatimah, yang belakangan menjadi menantunya.
Nama lengkapnya adalah Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qusay, ia menikah dengan Abu Thalib bin Abdul Muthalib, dimana leluhurnya tersebut juga masih punya hubungan kekerabatan dengan siti Khadijah. Ia meriwayatkan sekitar 46 hadis dari Rasulullah, bahkan dalam shahihain ada satu hadis yang disepakati keshahihannya.
Saat ia wafat, Rasulullah memakaikan jubahnya untuk dikenakan kepada Fatimah, beliau bersabda, “Aku tak pernah bertemu orang yang amat baik kepadaku setelah Abu Thalib, kecuali Fatimah binti As’ad.”
Dari dua kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa kontribusi yang dapat kita berikan kepada islam, lebih khusus kepada orang yang membela dan menyebarkan islam adalah sesuai dengan kesempatan dan kemampuan yang kita miliki, baik melalui terjun langsung ke medan juang maupun mengurus keperluan keluarga dan kerabatnya.
Meskipun mundur beberapa abad ke belakang, sahabat adalah lulusan pertama universitas kenabian, yang belajar dan menimba ilmu dari nabi secara langsung, dengan membaca sejarah sahabat kita juga berusaha membaca sejarah nabi dari jarak dekat.
Sumber:
Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang diterjemahkan oleh Ustadz Zainur Ridho
Ahmad Husain Fahasbu, Dan ‘Arsypun Berguncang: Sirah Unik Sahabat-Sahabat Kanjeng Nabi SAW.