KH. Ma’ruf Khozin saat menjadi pemateri dalam Kiswah Konferwil PWNU di Pesantren Tebuireng. (foto: albii)

Tebuireng.online– Ketua Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, KH. Ma’ruf Khozin hadiri Konferensi Wilayah (Konferwil) XVIII PWNU Jatim di Pesantren Tebuireng. Pada kesempatan itu, beliau menjadi narasumber dalam Kajian Islam Ahlussunah wal Jamaah (Kiswah) di Masjid Ulil Albab Tebuireng. 

Dalam acara Kiswah yang berlangsung pada Sabtu (3/8/2024), Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Bangkalan itu menyampaikan bahwa orang NU dibid’ahkan karena empat hal.

Di situ, beliau juga menyampaikan bahwa empat hal tersebut diulas dalam karya buku tulisnya yang berjudul 100 Hujjah Aswaja yang dituduh bid’ah, sesat syirik dan kafir. Menurutnya inilah beberapa alasan tersebut;

Pertama: Karena hadis dhaif, madzhab Syafi’i khususnya orang NU menerima hadis dhaif, seperti  membaca yasin pada waktu malam Jum’at.  Akan tetapi berbeda  dengan orang Wahabi mereka berpendapat bahwa hadis dhaif tidak boleh dijadikan landasan dalam hal aqidah, ibadah, dan hukum syariat.

Meskipun demikian, tidak semua orang Wahabi menolak total hadis dhaif. Sebagian dari mereka masih menerima hadis dhaif untuk hal-hal tertentu, selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadis yang lebih kuat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Kalau kalian  menguasai  terkait tentang hadis dhaif, kalian sudah menjadi pembela hujjah Aswaja karena berkaitan dengan hadis dhaif kalian sudah memiliki hujjahnya.” Harapnya beliau yang ditegaskan pada anak-anak santri yang hadir dalam acara tersebut

Kedua:  Tradisi, hal-hal yang berhubungan dengan tradisi banyak yang mengatakan bid’ah padahal tidak semuanya yang berhubungan dengan tradisi dikatakan bid’ah seperti tahlil, manaqiban dll.

Ketiga : Qiyas Fiil Ibadah, orang diluar kita, Salafi, Wahabi dan Muhammadiyah dan lain sebagainya mereka paling tidak suka ada Qiyas Fiil Ibadah yaitu ibadah dengan menggunakan metode Qiyas, karena menurut mereka dalil itu hanya Al Qur’an dan hadits. Sedangkan bagi kita Qiyas Fiil Ibadah boleh.

Keempat: Ibadah Mahdah dan ibadah ghairu Mahdah.

Sebagaimana beliau menjelaskan bahwa Ibadah Mahdah adalah ibadah yang syarat, rukun dan  semua  kriterianya ditentukan oleh  nabi, sehingga tidak bisa dikurangi ataupun ditambahi. Sedangkan ghairu Mahdah, peluang  diperkenankan di dalam syariat untuk kemudian ada amalan-amalan yang ditambah contohnya sholawatan, perintahnya jelas dalam Al Qur’an, petunjuknya  nabi yang memberikan kemudahan, sehingga dalam bentuk shalawat ulama atau sebagian sahabat menulis sendiri sholawat dengan banyak macam perbedaan.

“Dan  itu semua terdapat perbedaan yang mana semua itu bukan termasuk bidah,” terangnya. 

Maka, dari empat hal tersebut menurutnya harus dipahami bersama dan pada pengamalan hadis dhaif tersebut harusnya kita tahu bagaimana ulama terdahulu  mengamalkannya  dan tidak dituduh bid’ah karena dari dulu sudah diamalkan.



Pewarta: Qurratul Adawiyah