Dr. (HC). Ir. KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) saat menyampaikan sambutan dalam acara seminar sosialisasi empat pilar resolusi jihad, aktualisasi pemikiran dan perjuangan KH. M. Hasyim Asy’ari, di Pesantren Tebuireng, Sabtu (21/10/17). (Foto: Kopi Ireng)

Oleh: Dr. (HC). Ir. KH. Salahuddin Wahid

Pusat kajian didirikan untuk menelaah dan mengkaji kembali serta mengaktualisasi pusat pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Ada dua kencenderungan pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah yaitu konservatif dan tekstual, agar tahu mana yang betul-betul wasabiyah, dikhawatirkan aswaja versi  KH. Hasyim Asyari mengalami nasib seperti pancasila. Yang selalu disebut dalam pidato, yang dikutip dalam tulisan, tetapi tidak hadir dalam kehidupan sehari-hari kehidupan masyarakat. Kalau hal itu yang terjadi maka sebenarnya KH. Hasyim Asy’ari telah dilupakan hanya namanya saja yang diingat tapi ajarannya dilupakan.

Alhamdulillah, di Tebuireng dapat meningkatkan Institut Keislaman Hasyim Asy’ari menjadi Universitas Hasyim Asy’ari yang telah mengalami kemajuan, dan akan merencanakan untuk mendirikan Rumah Sakit Hasyim Asyari hasil kerja sama dengan dompet duafa, yang akan dinamai “Rumah Sakit Hasyim Asy’ari Dompet Duafa”. Rencananya akan diresmikan pada 2019 bertepatan pada 120 tahun berdirinya pesantren Tebuireng. Selain itu di Tebuireng juga telah dibangun Museum Nusantara Hasyim Asy’ari yang akan diresmikan pada awal tahun 2018.

Museum KH. Hasyim Asyari didirikan untuk melawan pemikiran kalangan Islam yang ingin mendirikan agama Islam seperti jamaah yang berdaulah  dan yang ingin mendirikan khilafah Islamiyah seperti Hisbut Tahrir Indonesia. Di dalam museum itu akan ditampilkan informasi tentang proses masuknya Islam nusantara yang berjalan dengan damai tanpa adanya dukungan militer, kekuatan politik, dan ekonomi. Juga diinformasikan tentang nasionalisme para santri dan peran-peran ulama dan santri dalam mendirikan negara Indonesia, dan fatwa resolusi jihad yang disampaikan oleh para ulama dibawah pimpinan KH. Hasyim Asy’ari.

Fakta sejarah yang telah terkubur lebih dari 60 tahun yang akhirnya telah terbuka secara perlahan dan alamiah. seperti yang ada dalam film Sang Kiai, telah membuka mata dan pikiran masyarakat Indonesia tentang peran ulama yang mendirikan Negara Indonesia dan berjuang mempertahankan Negara Republik Indonesia.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dengan memahami informasi mengenai sejarah Indonesia bahwa masyarakat akan menolak Republik Indonesia. Pendapat tentang Republik Indonesia adalah negara yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Setiap tahun ada sekitar 500 ribu pengunjung museum yang akan memberi tahu kawan dan saudara mereka mengenai informasi yang mereka peroleh, tentang Negara Indonesia yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Prof. KH. Syamsuri Ma’arif  menegaskan pada film dokumenter  yang berjudul ‘Jejak Juang Sang Rois Akbar’, bahwa KH. Hasyim Asy’ari adalah tokoh yang berhasil mempersatukan umat Islam Indonesia dalam partai masyumi. KH. Hasyim Asy’ari adalah tokoh yang berhasil memadukan Islam dengan Indonesia. Nasihat untuk para santri agar mencintai agama dan tanah air kita.

Seorang alumni yang berusia sekitar 90 tahun dalam pertemuan alumni bulan Juli lalu, memberikan informasi bahwa tahun 1938 saat masuk pesantren di Tebuireng telah diajarkan lagu Indonesia Raya kepada para santri. Keberhasilan pada konteks itu dimulai dari peran KH. Wahid Hasyim yang mewakili beliau dalam SUMU yang berlanjut pada peran beliau dalam BPUPKI dan panitia sembilan.

Selanjutnya melalui fatwa resolusi jihad dan dibentuknya kementerian agama, yang merupakan lanjutan dari SUMU, berikutnya lagi yaitu melalui peran menteri agama KH. Wahid Hasyim Pada tahun 1951, memadukan pedidikan Indonesia dengan pendidikan Islam dan lahirnya madrasah yang diakui dalam sistem pendidikan nasional.

KH. Wahid Hasyim juga merintis pendirian PTAIN yang kemudian berkembang menjadi IAIN dan setelah itu menjadi Universitas Islam Negeri. Kemudian melalui KH. Bisri Sansyuri, murid KH. Hasyim Asy’ari yang mempelopori perjuangan dan menghasilkan UU perkawinan pada tahun 1974 yang merupakan UU pertama memberi ruang pada berlakunya hukum Islam yang ada di Indonesia dan juga melalui peran KH. Ahmad Siddiq yang juga merupakan murid KH. Hasyim Asy’ari yang menulis naskah hubungan Islam dan pancasila yang menjadi dasar keputusan muktamar NU 1984 dalam menerima pancasila sebagai dasar Negara.

Masih banyak jejak keterpaduan antara Indonesia dengan Islam. Selain itu juga ada keterpaduan dari kebudayaan berupa shalawat nabi, yang sekarang sudah menjadi tradisi dalam masyarakat, film tentang kehidupan Islam, sastra Islam. Perpaduan Indonesia dengan Islam menjadi faktor utama dari persatuan Islam, tentu tidak semua menerima kondisi tersebut dengan baik.

Sebagian orang termasuk yang beragama  Islam mengatakan bahwa begitu banyak UU yang mengakomodasi aspirasi di atas umat islam yang bisa dianggap sebagai Islamisasi perundangan. Dihasilkan melalui proses demokratis, jika kembali mengakomodasi dan kemudian mengakibatkan terganggunya ke-Indonesian dengan ke-Islaman maka dikhawatirkan akan mengalami kembali di mana Indonesia dan Islam berhadap-hadapan seperti pada tahun 1970-an saat presiden dan petinggi negara curiga terhadap umat Islam.

Kita semua harus berjuang mempertahankan keterpaduan Indonesia dengan Islam yang sudah kita peroleh melalui perjuangan panjang dan melelahkan. Pesantren Tebuireng dan alumninya, Universitas Hasyim Asy’ari dan alumninya, serta para pengikut dan murid KH. Hasyim Asy’ari harus berada digaris depan dalam melakukan perjuangan. Semoga Allah selalu memberikan kita kekuatan.


Disampaikan dalam seminar sosialisasi empat pilar, aktualisasi pemikiran dan perjuangan KH. M. Hasyim Asy’ari, di Pesantren Tebuireng Jombang, Sabtu (21/10/17).

Ditranskip oleh: Anita Laili Mahbubah